Tahu Mbulet
Di daerah perumahan kota-kota besar di Jawa Barat dan Jabodetabek kini lagi bermunculan penjual tahu bulat. Biasanya dua orang dalam satu mobil bak terbuka. Karena dua mobil dengan satu orang bakal terlalu akrobatik.
Satu orang tentunya pegang setir. Seorang lagi duduk di bak mobil, siap sedia di depan wajan penggorengan. Sampai saat ini sih, saya belum pernah memergoki ada penjual yang multi-talenta sampai bisa nyetir sambil goreng tahu. Kalau ada yang lihat, tolong fotoin.
Seperti penjaja makanan komplek tradisional, mereka jualan sambil teriak. Ada yang cukup menyetel rekaman. Namun, ada juga yang teriak secara manual menggunakan pengeras suara seadanya.
Nah, saya heran dengar teriakan para penjual tahu bulat ini. Bukan karena intonasi dan jedanya yang ajaib. Melainkan karena informasi yang mereka teriakin itu gak runut.
Saya bahas yang sering keliling di komplek perumahan saya deh. Kalimat pertama: "Tahu. ...Bulat." Oke, wujud produk. Jelas.
Kedua: "Digoreng. ...Dadakan." Ini cara sekaligus nilai jual, sepertinya. Padahal nggak beda kok dengan penjual gorengan lain. Ada tahu yang sedang digoreng, ada yang sudah beres; nongkrong di kotak samping wajan. Kadang kita dikasih dari yang nongkrong kok.
Dan nggak akan ada juga yang aneh-aneh. Misalnya, tahu yang cuma diajak jalan-jalan sama penjualnya, lalu kaget karena mendadak mereka digoreng.
"Tadi bilangnya gak gitu!" protes para tahu.
"Nggak dibilangin pun, kalian tetap tahu kok," balas sang mamang penjual dengan dingin.
Dan para tahu pun tewas karena mendengar joke Om-om. Mengenaskan.
Oke, lanjut kalimat ketiga, "Di atas mobil." Ini udah semi penipuan nih. Digorengnya di dalam bak mobil kok. Kalo di atas, harusnya di atap mobil, lah.
Padahal saya buru-buru keluar karena pengin lihat mamang-mamang nongkrong di atap sambil bawa wajan. Huh.
Terus lanjutannya, "...Lima ratus."
Makin membingungkan. Kenapa tiba-tiba ada angka di situ? Apanya yang lima ratus? Harga per biji (tapi apakah tahu memiliki biji?)? Atau jumlah tahu yang dijual?
Saya takutnya pas tergoda keluar, mamangnya ganti teriak, "Lima ratus satu." Ternyata ngehitung yang ketipu istilah "di atas mobil". Hih!
Saya sempat ragu beli karena bertanya-tanya: apa kita kalo beli harus manggil dengan nada serupa, ya?
Jadi manggilnya, "Tahu. ...Bulat. ...Mau beli. ...Sekarang. ...Di pinggir jalan. ...Sepuluh ribuan."
Mobilnya sudah keburu jauuuuh.
Bisa jadi nanti penjual tahu tradisional juga nggak mau kalah sama tahu bulat. Di pasar mereka teriak, "Tahu. ...Kotak. ...Digoreng. ...Belakangan. Di lapak. ...Lima ratus."
Pas saya mendekat, dia ganti teriak, "Lima ratus satu!"