Showing posts with label Ngalor ngidul. Show all posts
Showing posts with label Ngalor ngidul. Show all posts

Wednesday, March 16, 2016

Tahu Mbulet

Di daerah perumahan kota-kota besar di Jawa Barat dan Jabodetabek kini lagi bermunculan penjual tahu bulat. Biasanya dua orang dalam satu mobil bak terbuka. Karena dua mobil dengan satu orang bakal terlalu akrobatik. 
Satu orang tentunya pegang setir. Seorang lagi duduk di bak mobil, siap sedia di depan wajan penggorengan. Sampai saat ini sih, saya belum pernah memergoki ada penjual yang multi-talenta sampai bisa nyetir sambil goreng tahu. Kalau ada yang lihat, tolong fotoin. 
Seperti penjaja makanan komplek tradisional, mereka jualan sambil teriak. Ada yang cukup menyetel rekaman. Namun, ada juga yang teriak secara manual menggunakan pengeras suara seadanya.
Nah, saya heran dengar teriakan para penjual tahu bulat ini. Bukan karena intonasi dan jedanya yang ajaib. Melainkan karena informasi yang mereka teriakin itu gak runut.
Saya bahas yang sering keliling di komplek perumahan saya deh. Kalimat pertama: "Tahu. ...Bulat." Oke, wujud produk. Jelas.
Kedua: "Digoreng. ...Dadakan." Ini cara sekaligus nilai jual, sepertinya. Padahal nggak beda kok dengan penjual gorengan lain. Ada tahu yang sedang digoreng, ada yang sudah beres; nongkrong di kotak samping wajan. Kadang kita dikasih dari yang nongkrong kok. 
Dan nggak akan ada juga yang aneh-aneh. Misalnya, tahu yang cuma diajak jalan-jalan sama penjualnya, lalu kaget karena mendadak mereka digoreng.
"Tadi bilangnya gak gitu!" protes para tahu.
"Nggak dibilangin pun, kalian tetap tahu kok," balas sang mamang penjual dengan dingin.
Dan para tahu pun tewas karena mendengar joke Om-om. Mengenaskan.
Oke, lanjut kalimat ketiga, "Di atas mobil." Ini udah semi penipuan nih. Digorengnya di dalam bak mobil kok. Kalo di atas, harusnya di atap mobil, lah.
Padahal saya buru-buru keluar karena pengin lihat mamang-mamang nongkrong di atap sambil bawa wajan. Huh.
Terus lanjutannya, "...Lima ratus."
Makin membingungkan. Kenapa tiba-tiba ada angka di situ? Apanya yang lima ratus? Harga per biji (tapi apakah tahu memiliki biji?)? Atau jumlah tahu yang dijual?
Saya takutnya pas tergoda keluar, mamangnya ganti teriak, "Lima ratus satu." Ternyata ngehitung yang ketipu istilah "di atas mobil". Hih!
Saya sempat ragu beli karena bertanya-tanya: apa kita kalo beli harus manggil dengan nada serupa, ya?
Jadi manggilnya, "Tahu. ...Bulat. ...Mau beli. ...Sekarang. ...Di pinggir jalan. ...Sepuluh ribuan."
Mobilnya sudah keburu jauuuuh.
Bisa jadi nanti penjual tahu tradisional juga nggak mau kalah sama tahu bulat. Di pasar mereka teriak, "Tahu. ...Kotak. ...Digoreng. ...Belakangan. Di lapak. ...Lima ratus."
Pas saya mendekat, dia ganti teriak, "Lima ratus satu!" 

Monday, July 30, 2012

Berlindung Di Balik Insya Allah

Banyak orang Indonesia yang terdidik untuk susah nolak. Gak enak hati, takut nyinggung. Tapi jadinya ngasih jawaban menggantung: nolak nggak, mengiyakan juga nggak. Ini bukan cuman soal jadian, ya? Berlaku umum, terutama kalau diajak datang ke acara orang.

Saking susah nolaknya, ada aja yang kalau diajak, ”Nanti dateng, kan?” Jawabnya,  ”Insya Allah.” Padahal sebenarnya gak mau. Itu kan ngaco.

Insya Allah itu maknanya ”atas seizin Allah.” Berarti kita harus berusaha sekuat tenaga untuk datang. Kalau tetap nggak bisa--misalnya karena kerjaan belum beres, mobil mogok, atau mendadak amnesia--itu baru nggak apa-apa. Kita udah berusaha sayangnya belum diizinkan. Tapi bukan karena kitanya nggak mau. Itu sih kitanya nggak berani menolak malah berlindung dengan menggunakan nama Allah.

Itu kayak kita minta izin ke orangtua, ”Malam ini boleh ke GBK nonton konser, gak?”

”Boleh.”

Terus kita malah tidur semalaman. Besoknya saat ditanya, ”Kok lu gak dateng, men?”

”Iya nih. Padahal gue udah minta izin. Berarti ortu gak ngebolehin.” Emang nggak niat datang itu sih. Saya curiga kalau orang-orang seperti ini merancang Facebook, di tiap Invitation pasti jawabannya berubah. Untuk pertanyaan: "Will you attend?" pilihannya jadi "Yes", "No", dan "Insya Allah".

Yang bikin saya heran, kenapa kalau status nggak jelas disebutnya "ngegantung", ya? Orang kalau dihukum gantung, misalnya, itu statusnya udah jelas banget deh. Gak ada hakim yang bingung, ”Aduh, ini orang bersalah apa nggak, ya? Ya udah, kita gantung aja dulu, gimana? Kalau masih hidup, berarti bukan dia pembunuhnya.”

Intinya, lain kali ada temen yang ngajak, ”Malem ini nongkrong di Sevel, yuk?” dan kita males, ya jawab yang tegas, ”Gue gak ada rencana lain sama sekali, tapi daripada cuman duduk bareng ngedengerin lu curhat mengenai gagal ngegebet cewek yang itu-itu juga, padahal lu sama sekali gak ngegebet, cuman ngecengin dari jauh, nyapa hai aja boro-boro, mendingan gue nyante di kamar, dengerin musik atau baca buku.”

Dia paling bakal menatap kita kayak Puss in Boots, ”Jadi lu mau dateng nggak?”

Dan kita pun menjawab, ”Insya Allah.”

Friday, February 25, 2011

Peperangan Airsoft Gun: Simulasi Dengan Istilah Menyesatkan

A. Seperti Digigit Nyamuk Purba
------------------------------------------------

Hal pertama yang perlu kita pahami: istilah airsoft gun itu menipu. Kalau kena tembak, tidak ada lembut-lembutnya sama sekali. Seharusnya istilahnya diganti jadi air-ouch gun.

Paintball? Sama aja. Harusnya painball.

Kantor saya, Divusi, mengadakan acara outing pada tanggal 21-22 Februari 2011. Pada hari kedua, seluruh peserta dibagi ke dua grup. Sebagian rafting, sebagian lagi menunggu sambil simulasi perang dengan airsoft gun. Kata kunci yang ditekankan itu "simulasi". Bukan "perang". Kalau ini peperangan betulan, kedua pihak sudah menandatangani perjanjian perdamaian selama lima puluh tahun ke depan atas dasar enggan kesakitan.

Saya masuk dalam rombongan yang ikut airsoft setelah rafting. Dalam keadaan basah kuyup, kami disambut dan dibagi jadi empat regu oleh seorang instruktur. Ia kemudian mengangkat sebuah Uzi. Melihat ekspresi para peserta yang menegang, ia berkata, “Tenang saja! Kalau kena, hanya seperti digigit nyamuk kok.”

“Tepatnya digigit nyamuk, terus dipukul oleh raket listrik yang sedang menyala,” komentar saya.

“Hahahaha,” tawa Sang Instruktur; tapi tidak membantah. Ia kemudian memegang Uzi dan mendemonstrasikan cara menembaknya ke semak-semak. “Set di single,” ia menembak. DET! Satu peluru melesak ke semak-semak.

“Aw!” komentar Dany, seorang rekan kerja berbahu lebar.

“Set di burst!” ujar Sang Instruktur. DREDEDEDEDEDEDEDET! Entah berapa peluru melesak ke semak-semak.

“Aw! Aw! Aw! Aw! Aw! Aw! Aw! Aw!” komentar Dany lagi.

“Ya, kira-kira begitu. Ada pertanyaan?” tanya Sang Instruktur.

Saya mengangkat tangan, “Gimana caranya melolong kesakitan kena tembak sambil tetap jaga wibawa?”

“Nggak mungkin,” jawab Instruktur.

“Oke. Hanya memastikan.”


B. Pertempuran Pertama: Disiplin dan Keamanan
-----------------------------------------------------------------------

Kemudian sang instruktur memberi sejumlah panduan lagi terkait disiplin dan keamanan (safety); dua kunci dalam peperangan airsoft. Terutama berkaitan batas lima meter untuk Freeze (musuh yang ditodong saat lengah otomatis dianggap mati) dan mundur saat berhadapan terlalu dekat (di bawah sepuluh meter).

Setelah itu, mulai. Regu Merah (Dany, Husain, Cecep, Him, Dika, Dita, Novi) melawan Regu Kuning (Destira, Yessi, Maya, Anggy, Dani, Jimmi, Misroza). Saya dan yang lain menonton dari “tribun” atas; pinggir suatu kebun yang terletak sekitar 10 meter di atas medan peperangan, dan sebagian dilindungi jaring.

Dari atas, terlihat Regu Merah cukup niat dalam menggunakan taktik: berbagi senjata sesuai peran. Mana yang jadi penembak jitu (sniper), mana yang jadi penyerang (point man), dan mana yang figuran (bagi-bagi senjata saja pake hom pim pa).

Sementara Regu Kuning terlihat lebih strategis lagi: berkumpul sekali lantas Jimmi, yang bertubuh paling besar, berbicara: “Kalian majulah, nanti aku lindungi.”

PRIT! Peperangan dimulai. Regu Kuning langsung menyeruak maju!...
...
... Sementara Jimmi Sang Pelindung tetap berdiri di belakang. Rupanya lindungan dia berbentuk doa.

Belum lima detik sudah terdengar suara tembakan beradu. Sayangnya tidak terlihat apa-apa karena semak-semaknya sangat lebat.

“Ke sini saja, Mbak,” ajak seorang panitia yang sedang berlindung di balik jaring pada Ryan, rekan satu regu saya. “Nanti kena peluru.”

“Emang bisa nyampe ke setinggi ini, ya?” tanya saya.

“Bisa kok,” ujar Fiqi, seorang rekan kerja yang mengenakan kacamata. Dia menunjuk pipi, “Ini tadi baru saja kena peluru mental.”

Serentak kami dengan penuh keberanian langsung ikut meringkuk di balik jaring.

Dalam waktu yang singkat dua orang Regu Merah sudah kena tembak dan keluar dari lapangan. “Cepat amat!” ujar saya. “Siapa tuh yang--”

Seakan-akan menjawab pertanyaan, Anggy Sang Pemuda Harapan Bangsa yang Berkumis dan Ahli Bergitar menyeruak dari balik perlindungan dan mengendap-endap maju. Ia berhasil menodong Dita yang tidak menyadari kedatangannya. “Freeze!” teriak Anggy.

Sebagai pemudi bertubuh mungil yang sopan santun dan ramah, Dita dididik keluarganya untuk selalu membalas salam... dengan tembakan burst. DREDEDEDEDEDET!

“Aw! Aw! Aw! Aw!” lenguh Anggy pasrah.

Namun, sesuai peraturan, Dita dianggap hit dan harus keluar area.

Kembali serius, inilah kenapa disiplin dalam permainan airsoft gun sangat berkaitan erat dengan keamanan. Dalam kondisi adrenalin tinggi pun, kita perlu tetap bisa mengendalikan diri dan pikiran. Kalau tidak, bisa membuat orang lain atau diri sendiri celaka.

Tidak berhenti di situ, Anggy maju, menembak. Satu orang lagi hit. Ia kemudian maju lagi. Berlindung. Menembak. Orang kelima pun keluar lapangan. Ternyata pengalamannya dalam bermain CounterStrike berpengaruh juga. Bahkan ada satu orang yang kena headshot walau tanpa sengaja.

Tinggal satu orang lagi: Himawan Sang Penulis dan Pencinta Bambu. Tanpa ragu, Anggy mendekat dan menghilang dari pandangan. Terdengar tembakan. Tapi masih belum ada perkembangan. Saya sempat curiga jangan-jangan pada rehat dulu merokok. Eh, ternyata Anggy pun keluar dan mengangkat senjata. Rupanya gantian dia yang terkena.

Namun, karena tinggal satu orang melawan banyak, hanya masalah waktu hingga akhirnya Him pun terkena. Dan Regu Kuning pun menang! (Catatan pinggir: Saya lihat Jimmi akhirnya berhasil maju sekitar lima langkah. Kemajuan besar!)


C. Pertempuran Kedua: Pantat Adalah Kunci
-----------------------------------------------------------

Giliran dua regu berikutnya. Bagi orang lain, tantangan permainan airsoft gun mungkin adalah pengendalian diri atau penggunaan senjata. Sedangkan bagi saya, tantangan terbesar adalah: menemukan seragam yang muat.

Serius. Walaupun Sang Instruktur berkeras bahwa seragam ini semuanya one size fits all, kenyataannya ukurannya berbeda-beda. Persamaannya hanya satu: tidak muat. Seperti kata seorang rekan, Satrio, ini lebih cocok “One size fits some.”

Akhirnya menemukan baju yang muat. Celana sih lupakan. Terpaksa mengenakan celana tiga perempat. Padahal aturannya adalah “Kalau jarak dekat, bidik ke kaki.” Saya hanya bisa berharap bulu kaki bisa menjadi peredam sakit yang ampuh. Setidaknya di film Oma Irama tahun 80-an, bulu dada terbukti ampuh menahan pukulan. Seharusnya bulu kaki juga bisa.

Hal yang perlu dipertanyakan: kenapa orang dengan logika seperti saya di atas diperbolehkan memegang senjata? Entahlah. Itu memang misteri Ilahi. Kalau saya jadi pembuat undang-undang, hanya orang yang lulus tes akal dan mental sehat yang boleh memegang senjata. Semakin ngaco cara berpikir atau mentalnya, pegang raket listrik pun melanggar hukum.

Kembali ke airsoft gun. Sesuai tradisi, sebelum terjun ke medan perang, semua prajurit yang siap bertempur wajib... foto-foto dulu. Berpose gagah, ceria, tanpa sadar memegang senjatanya terbalik. Regu Kuning (Widi, Ocha, Ferdian, Yun, Satrio, dan Fiqi) melawan Regu Merah (Andi, Husein, Isman, Angke, Ryan, Iim).

Setelah kedua regu dipisahkan, saat berembug strategi perang: “Ada yang bisa jadi point man nggak?” tanya saya.

“Apaan tuh?” tanya Andi, Ryan, dan Iim.

“Oke,” angguk saya. “Berarti kita nggak usah pake strategi aja, ya? Bertahan aja deh.”

“Siaaap!” terucap serempak. Saya hanya bisa bersyukur bawa salep Counterpain. Seperti pepatah: sedia salep sebelum kena tembak.

“Pertama-tama, matematika sederhana dulu,” lanjut saya. “Lawan ada enam orang. Peluru kita masing-masing 200 butir. Berarti kita ada jatah kira-kira 30-an peluru untuk menembak satu orang.”

“Maksudnya?” tanya Ryan.

“Selalu set senjata ke burst,” seringai saya. “Foya-foyaaaa!”

Pertempuran pun mulai. Dilema pertama muncul: menyelinap di semak-semak atau di balik perlindungan? Penyair Robert Frost pernah menulis, “Saya mengambil jalan yang lebih jarang dilalui... dan itulah yang membuat perbedaan.” (“I took the [road] less traveled by, And that has made all the difference.”)

Berarti: semak-semak! Tapi baru lirik sebentar, durinya sudah siap menyambut seperti rahang ikan hiu. Oke. Beberapa jalan memang jarang dilalui karena memang lebih masuk akal untuk menghindarinya!

Saya pun memilih perlindungan. Baru nengok sebentar, sudah ada berondongan peluru yang menghantam plastik. Di saat itu, sebenarnya saya terjebak. Karena dari situ tidak bisa pindah ke tempat lain tanpa menggoda lawan untuk memberondong. Dan mari jujur saja, ukuran tubuh saya akan _sangat_ menggoda.

Untung saja, ada bantuan tembakan dari semak-semak; rupanya Husein Sang Pemrogram Berekspresi Datar Namun Bersuara dan Bergitar Secara Ekspresif. Sehingga siapa pun yang menembaki saya mendadak jadi amnesia; lupa ada saya di situ. Dia maju ke depan sehingga tepat di hadapan saya yang sedang tiarap... sambil memegang senapan. Saya tinggal angkat dikit, tembak. Kena.

“Nyawamu bertambah bentar, Man,” gumam saya. Seakan-akan menjawab, sebuah peluru hampir mengenai pantat saya. Saya langsung meringkuk di balik perlindungan. Rupanya saya membuat kesalahan yang hampir fatal: berlindung di balik plastik tapi melupakan bahwa pantat saya menongol keluar—tinggal dicat lingkaran dengan nilai 0 – 100.

Lalu saya mengintip lagi dan kembali menyadari satu hal. Kami semua amatir! Jadi kesalahan saya pun dilakukan oleh tim lawan juga. Ada satu pantat dan sepasang kaki yang menjulur dari balik perlindungan di depan saya.

Di benak saya langsung berkumandang lagu Desy Ratnasari, “Tanpa undangan, dirimu kutembakkaaaaan!” DREDEDEDEDEDEDEDEDEDET! Dan tentunya, dengan kemampuan saya yang sangat mumpuni... semuanya meleset.

Untungnya, lawan masih belum sadar, sehingga saya punya kesempatan beberapa kali mencoba. Satu kena. Seorang lagi di semak-semak terkena oleh rekan setim. Dan dua orang lagi entah kena dari saya atau rekan setim. Tidak penting. Yang penting itu berarti... TINGGAL SEORANG LAGI!

Kalau dalam film aksi, inilah saatnya di mana tokoh utama yang tinggal sendirian mendadak jadi piawai dan mengalahkan semuanya. Sayangnya, ini dunia nyata. Dan sang tokoh utama sendirian itu Fiqi, yang saat jadi penonton saja sudah kena peluru. Apalagi jadi pemain.

Regu Merah menang dengan satu korban: Husein. Jasa-jasanya tidak akan kami lupakan... maksimal selama lima menitlah.



D. Selalu Ada Pembelajaran
-----------------------------------------

Dari pertempuran yang sangat singkat itu, saya mendapatkan begitubanyak pelajaran:

  1. Fisik memang menentukan prestasi
  2. Tapi keberuntungan sama pentingnya
  3. Apalagi kalau sama-sama amatiran
  4. Darah itu merah, Jenderal!
  5. Awan itu putih, Kopral!

Kembali serius, inti dari pertempuran airsoft gun adalah refleksi diri dan kerja sama tim dalam kondisi kritis. Apakah kita bisa tetap berpikir dan bertindak sesuai situasi? Atau justru disetir situasi? Seperti apakah kita dalam kondisi ketakutan? Sempatkah kita memikirkan tim/orang lain, atau sekadar keselamatan diri?

Dan yang terpenting: apakah pantat saya menongol di tempat yang tidak semestinya?

Sunday, February 13, 2011

Sinetron Supergirl (Dalam Lima Menit)






PERINGATAN PENTING!
(Tulisan di bawah ini akan memuat plot dan alur cerita utama, sehingga bisa merusak pengalaman Anda menonton seri Supergirl ini untuk selama-lamanya...
.
.
.
.
...Hahaha! Tentu saja saya bercanda. Tidak mungkin bisa lebih rusak lagi daripada aslinya.
)




INT. RUMAH MANOHARA - SIANG HARI
SAUDARA JAHAT #1:
Gue ingin ngejahatin Manohara.

SAUDARA JAHAT #2:
Atas alasan apa?

SAUDARA JAHAT #1:
Alasan?

SAUDARA JAHAT #2:
Oh, sori. Sekilas saya ngira sinetron ini ada logikanya. Maap, maap.

MANOHARA (SEBAGAI TOKOH YANG NAMANYA TIDAK PENTING):
Ada apa? Aku selalu ada di sekitar kok kalau diperlukan untuk sasaran marah-marah.

SAUDARA JAHAT #2:
SAPU HALAMAN!

SAUDARA JAHAT #1:
JANGAN KEMBALI SEBELUM BERES!

MANOHARA:
Baik.


EXT. HALAMAN RUMAH MANOHARA - SIANG HARI

Selagi menyapu halaman, MANOHARA bertemu BAYU KUSUMA NEGARA.

BAYU KUSUMA NEGARA:
Halo, Manohara. Saya akan selalu mengajakmu berbicara dan membuat SAUDARA JAHAT #3 untuk semakin membencimu.

MANOHARA:
Terima kasih.

BAYU KUSUMA NEGARA:
Apa lagi gunanya aktor pendukung ganteng satu-satunya? Sampai ketemu lagi!

Saat BAYU menghilang, mendadak hujan. MANOHARA hendak masuk rumah. Tapi pintunya terkunci.

MANOHARA:
Astaga! Bagaimana aku harus berteduh?

Untuk menunjukkan bahwa ini HUJAN YANG SANGAT DERAS DAN BERBAHAYA BAGI KESEHATAN, muncullah EFEK SUARA GURUH DUA KALI. Seakan belum cukup, arah hujan mulai tidak konsisten. Ada yang mengarah kanan, ada yang mengarah kiri.

MANOHARA (CONT'D):
(berteriak ketakutan)

Saking takutnya, MANOHARA melupakan fakta bahwa ada yang namanya pinggiran atap. MANOHARA pun mencari perlindungan keluar. Dan tentunya, seperti layaknya komplek perumahan mewah, selalu ada sawah dan... gua.

MANOHARA (CONT'D):
Oh, ada gua! Selama ini aku nggak sadar.


INT. GUA (YANG SEHARUSNYA) TERSEMBUNYI - SIANG HARI

Saat memasuki gua, mendadak ada GEMPA BUMI. Seisi gua bergoyang-goyang.

MANOHARA (CONT'D):
Gempa ini berbahaya sekali!

Untuk menunjukkan bahayanya, ada sejumlah STALAKTIT BERJATUHAN yang anehnya meledak jadi abu. Memanfaatkan pengalaman bertahan hidupnya selama ini, MANOHARA langsung mengambil keputusan...

MANOHARA (CONT'D):
Aku harus masuk lebih ke dalam!

BATU-BATU STYROFOAM menutupi pintu masuk gua. BATU STYROFOAM lainnya menggelinding, sehingga tampak sebuah PETI YANG DIPILOX COKELAT di ujung gua.

MANOHARA (CONT'D):
(menggigil kedinginan) Siapa yang menaruh peti dipilox cokelat di sini?

Ia membuka peti yang ternyata berisi sepotong baju longgar.

MANOHARA (CONT'D):
Ini baju siapa?
(menoleh ke kanan dan ke kiri)
Baiklah. Karena aku kebasahan dan kedinginan, aku akan mengenakan baju ini. Dan karena ini akan ditonton anak-anak, aku akan melapisi baju yang basah dengan ini.

PENONTON:
(syok)
Ini akan ditonton anak-anak!?

Setelah mengenakan pakaian longgar itu, MANOHARA juga menemukan topeng.

MANOHARA (CONT'D):
Wah, badanku mulai hangat. Dan tentunya akan lebih hangat lagi kalau pake topeng!

Ia pun mengenakan topeng itu, yang langsung melekat. Muncullah EFEK DIGITAL yang membuat kostum itu jadi pas di tubuh MANOHARA dan baju basah yang tadi dilapis menghilang. MANOHARA pun menjadi SUPERGIRL!

Saat terkaget-kaget, MANOHARA menemukan satu barang terakhir dalam peti: sebuah buku bertuliskan "Buku Petunjuk Baju Sakti".

MANOHARA (CONT'D):
Hahaha! Mana ada orang Indonesia yang baca buku panduan barang?

Berkat BAJU SAKTI, MANOHARA menyadari bahwa BATU STYROFOAM yang menghalangi jalan keluar gua ternyata ringan dan bisa mengangkatnya dengan mudah. Ia pun keluar.

Dari ujung gua, muncullah RUBEN ONSU, kurcaci BERKOSTUM MAD HATTER versi Johnny Depp, diiringi MUSIK PIRATES OF THE CARRIBEAN.

RUBEN ONSU:
Astaga! Siapa yang mengambil baju sakti itu! Kembalikan baju itu!

KILAS BALIK menunjukkan SEORANG PRIA SEDANG DUDUK dalam gua dan berbicara pada RUBEN ONSU.

RUBEN ONSU:
Terima kasih telah menyelamatkan nyawaku dari para ilmuwan, Pak Dahlan! Anda pahlawan bagi saya. Sayangnya, selera pemberian nama Anda...

PAK DAHLAN:
Kenapa dengan nama pemberianku, Bodong?

RUBEN ONSU:
...Tidak apa-apa, Pak. Bagus kok. Bener.
(mengela napas)
Soalnya saya berhutang nyawa pada Anda.

PAK DAHLAN:
Bayarlah dengan menjaga baju sakti ini, Bodong! Jangan sampai diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi seperti Mister Black!

RUBEN ONSU:
Itu yang ngasih nama dia, Bapak juga?

PAK DAHLAN:
Ada masalah?

RUBEN ONSU:
Nggak. Nggak ada sama sekali. Siap jaga dengan nyawa saya taruhannya!
(bergumam)
Walau mengherankan bahwa Bapak bisa membuat kostum berkekuatan super tapi tidak bisa membuat sistem keamanan yang lebih bagus daripada sebuah gua, peti dipilox cokelat, kunci gembok yang tidak bekerja, dan kurcaci sebagai petugas keamanan. Apalagi karena tinggi saya hanya lima belas sentimeter. Jelas saja memang nyawa taruhannya.

PAK DAHLAN:
Kamu ngomong sesuatu, Dong?

RUBEN ONSU:
Ah, itu perasaan Bapak saja.

KILAS BALIK berakhir dengan RUBEN ONSU meneriaki MANOHARA yang mengenakan kostum.

RUBEN ONSU:
Kembalikan baju itu!


EXT. LUAR GUA - SIANG HARI

SUPERGIRL MANOHARA menapaki rerumputan di luar gua dengan takjub.


SUPERGIRL:
Dengan kekuatan baju ini, saya akan mencari Papa!
(mengambil ancang-ancang terbang)
Bismillahirohmanirrahim.


SUPERGIRL MANOHARA yang belum bisa mengendalikan kekuatannya melompat dan menyangkut di pohon kelapa. Dari situ, dia bisa melihat bahwa gempa tadi ternyata menyebabkan sejumlah kebakaran di banyak rumah.

Dengan kekuatan supernya yang baru, SUPERGIRL pun bersalto, melompati gedung perkantoran tinggi, ke ARAH BERLAWANAN.


PENONTON:
Sebentar. Kok ada gedung perkantoran tinggi di dekat gua?


Muncul DORA THE EXPLORER.


DORA:
Gua. Pohon kelapa. Gedung tinggi. Rumah! Gua. Pohon kelapa. Gedung tinggi. Rumah!



EXT. RUMAH MANOHARA - MALAM HARI

Dan SUPERGIRL MANOHARA pun tiba di rumahnya, pas saat SAUDARA JAHAT #1 dan SAUDARA JAHAT #2 sedang memaksa ADIK MANOHARA untuk mengangkat pintu yang terjatuh.


SAUDARA JAHAT #1:
TIDAK BECUS KAMU!

SUPERGIRL:
Anak ini tidak salah. Memang pintu itu terlalu berat untuk diangkat seorang diri saja.

SAUDARA JAHAT #1:
Mari kita abaikan fakta bahwa kamu berkostum seperti penyanyi dangdut dan langsung ke pertanyaan utama: memangnya kamu bisa?

SUPERGIRL:
Akan saya coba, Tante.


MANOHARA mengangkat pintu dengan mudah.


SUPERGIRL:
Kamu tidak apa-apa, Putri?

ADIK MANOHARA:
Tahu dari mana nama saya Putri?


SUPERGIRL MANOHARA kaget. EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang. KRISIS pertama tokoh utama sudah muncul!


SUPERGIRL:
Tadi kan kamu dipanggil Putri. Begitulah saya tahu nama kamu.


KRISIS teratasi!

SUPERGIRL pun pergi.


EXT. GEDUNG PERKANTORAN TINGGI - SORE HARI

Tanpa alasan yang jelas, seorang perempuan yang ternyata SAUDARA JAHAT #3, bergantung di tengah-tengah gedung.


SAUDARA JAHAT #3:
TOLOOONG!


BAYU KUSUMA NEGARA berada jauh di bawah, di depan lobi gedung perkantoran, tampak sedang ditahan oleh DUA ORANG PETUGAS SATPAM.


BAYU KUSUMA NEGARA:
BERTAHANLAH! Kami akan menolongmu! Untuk sementara, berharaplah bahwa tidak ada yang menyadari kalau tadi malam kok sekarang jadi sore!

PENONTON:
Dah nyadar tuh.

SAUDARA JAHAT #3:
TOLOOONG! Saya tidak mau jatuh!


BAYU KUSUMA NEGARA masih di depan lobi gedung perkantoran. Dan MASIH ditahan oleh DUA ORANG PETUGAS SATPAM.


PETUGAS SATPAM #1:
Jadi masalahnya itu karena mau jatuh tapi orangnya tidak mau, gitu ya?

PETUGAS SATPAM #2:
Kalau tidak mau, berarti kita tinggal membujuknya supaya mau aja. Beres, kan?

BAYU KUSUMA NEGARA:
KAMI SEGERA MENOLONGMU! SEGERA!
(ke DUA ORANG PETUGAS SATPAM)
PAK TOLONG TAHAN SAYA! TAHAN SAYA!

SUPERGIRL mendadak muncul, lompat tinggi, membentur kaca gedung, dan menempel. Bisa jadi karena salah satu bagian dari kostumnya adalah hak tinggi. SUPERGIRL lantas melompat kembali dan menolong SAUDARA JAHAT #3 sebelum jatuh.

SAUDARA JAHAT #3 menunjukkan rasa terima kasihnya dengan mengajak kenalan.


SAUDARA JAHAT #3:
Siapa nama kamu?

SUPERGIRL:
Nama saya Supergirl.

SEMUA ORANG:
Ooooh. Supergirl.

SAUDARA JAHAT #3:
Kostum kamu bagus, beli di mana? Hahaha, bercanda. Lompatnya hebat. Atlet, ya? Kapan-kapan kita makan bareng, yuk?


MANOHARA panik. EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang. KRISIS keduanya sebagai SUPERGIRL sudah muncul!


SUPERGIRL:
(dalam hati)
Kalau aku mau, bisa-bisa ia nanti mengenali diriku. Tapi kalau nggak...

SAUDARA JAHAT #3:
Kamu bukan perempuan sombong, kan?


SUPERGIRL panik. EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang.


SAUDARA JAHAT #3:
Jadi, mau ya?

SUPERGIRL:
Ya, boleh kok. Kapan-kapan.

SAUDARA JAHAT #3:
Asiik!


KRISIS teratasi! SUPERGIRL MANOHARA pun pergi kembali ke rumahnya.


BAYU KUSUMA NEGARA:
(berpikir) Kok tubuh SUPERGIRL mirip seperti Manohara, ya? Semoga monolog dalam hati ini tidak membuat penonton sadar bahwa artinya saya suka ngebayangin tubuhnya Manohara.

PENONTON:
Nyadar kok. Cuman syok aja dengan seleramu.

BAYU KUSUMA NEGARA:
Sial.



INT. KAMAR MANOHARA - MALAM HARI

SUPERGIRL MANOHARA masuk dan berusaha membuka topengnya. Muncullah EFEK DIGITAL yang menunjukkan bahwa topeng itu sulit dibuka. Saking sulitnya, tubuh SUPERGIRL terbanting ke kanan dan kiri membentur tembok.


SUPERGIRL:
Agar lebih realistis, sebelum terbanting ke tembok, saya ambil ancang-ancang dulu.


Tidak lupa, saat SUPERGIRL membanting--


SUPERGIRL:
TERBANTING!


Iya, iya. Saat SUPERGIRL "terbanting", tubuhnya berubah menjadi stunt-in cowok kurus.


INT. RUANG KELUARGA MANOHARA - MALAM HARI


SAUDARA JAHAT #1:
Ribut-ribut apa itu?


SEMUA ORANG naik ke lantai dua dan menggedor-gedor kamar MANOHARA.

SUPERGIRL MANOHARA masih berusaha mencabut topengnya sambil ambil ancang-ancang untuk "terbanting".


SUPERGIRL:
Gak usah pake tanda kutip!


SAUDARA JAHAT #2 mendobrak pintu dan...

ADEGAN melambat. EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang. KRISIS ketiga tokoh utama!

MANOHARA sudah berganti pakaian dan sepatu.


MANOHARA:
Ada apa, ya?


KRISIS teratasi!


EXT. HALAMAN RUMAH MANOHARA - PAGI HARI

MANOHARA membaca koran yang baru datang.


MANOHARA:
Logo ini... persis dengan tato orang yang menculik Papa!


MANOHARA yang kalut, memutuskan untuk mencoba apakah ia masih memiliki kekuatan super saat tidak mengenakan baju sakti.

Tanpa alasan yang jelas, ternyata bisa. Tentunya, kemampuan ini ia langsung gunakan untuk... menyapu halaman.


MANOHARA:
Horee, beres!


MANOHARA pun melangkah mundur dengan bangga, tidak sadar bahwa ia akan menabrak BAYU KUSUMA NEGARA yang sedang berjalan ke arah MANOHARA dan memang hobi menabrak orang-orang yang berjalan mundur.


BAYU KUSUMA NEGARA:
Untunglah saya punya kemampuan menangkap orang yang saya tabrak agar langsung jatuh ke pangkuan dalam adegan lambat.

SAUDARA JAHAT #3:
Gue dendam.



INT. PERUSAHAAN TOKOH JAHAT - SIANG HARI

MANOHARA celingak-celinguk di depan meja penerima tamu perusahaan dengan berlogo pistol.


PETUGAS KEAMANAN BERPAKAIAN PREMAN:
MAU APA!

MANOHARA:
Maaf, saya mencari orang yang di tangannya ada tato logo perusahaan ini. Dia menculik Papa saya.

PETUGAS KEAMANAN BERPAKAIAN PREMAN:
Ah, itu hanya kebetulan saja.



EXT. TEMPAT PARKIR PERUSAHAAN TOKOH JAHAT

MANOHARA yang tidak puas tetap berusaha menyelidik. Ia berjalan ke belakang sebuah mobil yang diparkir dan berganti kostum menjadi SUPERGIRL!

Memang dari sisi kamera tidak kelihatan, tapi bagian belakang mobil itu sebenarnya jalan raya.


SUPERGIRL MANOHARA:
Diam!


SUPERGIRL pun meloncat ke atas gedung untuk menguping pembicaraan BOS JAHAT. Karena tentunya dari ratusan ruangan di gedung ini, mudah untuk mencari mereka; tinggal cari yang jadi lokasi syuting.


INT. RUANG RAPAT BOS JAHAT - SIANG HARI

Tampak BOS JAHAT yang mengenakan pakaian hitam-hitam dan topeng ala Bang Napi berwarna hitam sedang berbicara dengan PARA KAWANAN PENJAHAT.


BOS JAHAT:
APA? Dahlan punya anak?

KAWANAN PENJAHAT #1:
Benar, Bang Napi--eh, Mister Black! Bos!

BOS JAHAT:
Kalau gitu mari kita kabur dari sini tanpa alasan yang jelas.

KAWANAN PENJAHAT #2:
Siap Bang Nap--Bos!



EXT. JALAN RAYA CAMPUR LAYAR HIJAU - SIANG HARI

MOBIL BOS JAHAT melaju, sementara SUPERGIRL menguntit dengan cara melompati gedung-gedung. Karena tentunya, itu cara yang TIDAK AKAN MENCOLOK SAMA SEKALI.


INT. GEDUNG PARKIR BERLANTAI BANYAK - SIANG HARI


BOS JAHAT:
(menyadari dikuntit)
Tancap gas!

SUPIR:
Ini gedung parkir, Bos. Sedikit terlambat kayaknya kalau mau ngebut.


SUPERGIRL menemukan MOBIL BOS JAHAT yang diparkir dan mendekatinya.

Tiba-tiba ia terkena tembakan laser yang mengikat tubuhnya.

EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang. KRISIS HIDUP ATAU MATI tokoh utama!


BOS JAHAT:
Hahahahaha! Semakin kau meronta, semakin banyak tenagamu yang terisap.


Menghadapi KRISIS HIDUP ATAU MATI seperti ini, otak SUPERGIRL bergerak 100 kali lebih cepat dan langsung menemukan kesimpulan...


SUPERGIRL:
(dalam hati)
Orang ini sepertinya orang jahat.


SUPERGIRL menarik tali, sehingga ia dan BOS JAHAT sama-sama mengambil ancang-ancang dan menabrakkan diri ke tembok dalam adegan lambat.

EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang...

BERSAMBUNG. (Krisis teratasi!)

__________


Parodi lain (dalam lima menit):
  1. Parodi Tokusatsu (Dalam Lima Menit)

  2. Super Rangers (Dalam Lima Menit)

Saturday, May 15, 2010

Semua Hidangan Kami Adalah Sukarelawan


Hidup malas, mati tak mau


Lokasi: Restoran hidangan laut, Parit 9, Bandung.

Monday, March 01, 2010

Zombie Vegetarian

Aza, anak saya yang berusia enam tahun sedang bermain dengan adiknya, Chika (3 tahun). Meniru adegan di film animasi Planet 51, Aza mengangkat kedua tangannya, melotot, serta menjulurkan lidah, sambil mendekati Chika.

Chika berteriak, "Aaaaaaa, zombie!"

Semakin bersemangat, Aza pura-pura mengerang. Lalu berkata, "Zombie lapar! Zombie mau makan..." Saat hampir menyentuh Chika, Aza berhenti lalu menoleh pada saya yang sedang memasang sepatu. "Zombie makan apa ya, Papih?"

Tanpa menoleh, saya menjawab, "Kacang telur."

"...makan kacang telooooor!" lanjut Aza sambil mengejar Chika yang lari.

Saat-saat seperti ini, saya menyesal nggak punya kamera video digital.

Tuesday, January 05, 2010

Yang Satu Lagi Sponsornya Sabun

Seorang penonton di salah satu bioskop Bandung menunjuk pajangan poster film dan berkata, "Kalau ini yang Sang Pemimpi, kenapa Suster di film sebelah yang Keramas?"

Thursday, June 25, 2009

Parodi Tokusatsu (dalam Lima Menit)

Menanggapi tulisan Super Rangers dalam Lima Menit, sejumlah pembaca berkomentar, "Bukannya tayangan tokusatsu sendiri emang aslinya ancur, Man?"

Jawaban saya: betul. Tapi setidaknya mereka niat dalam membuat cerita yang ancur. Bahkan kostum yang ancur pun konsisten. Memang diniatkan. Bukan karena minim kepedulian.

Untuk menunjukkan betapa niatnya acara tokusatsu untuk bikin tayangan yang ancur, saya akan menulis ulang sebuah skenario parodi tokusatsu yang saya tulis sepuluh tahun lalu.

Bagi pembaca awam yang belum tercerahkan, Spaced-out Gyuvan adalah parodi dari Space Cop Gaban dan Arga 0815 adalah parodi dari Saras 008 yang disponsori oleh Indosat ketika para eksekutifnya entah sedang mabok apa.




SPACED-OUT GYUVAN VS ARGA 0815


EXT. DAERAH ANTAH BERANTAH YANG BANYAK TEBING DAN BATU - SIANG HARI

Seorang CEWEK tampak berlari-lari ketakutan, sesekali melihat ke belakang, ke arah pengejarnya.

CEWEK:
(berteriak)
Tasuketeeee!

Yang dalam bahasa Indonesia artinya: toloooong! Berhubung latarnya antah berantah, mendadak terasa wajar sekali jika para tokoh dalam cerita ini bisa bahasa Jepang campur Indonesia dan Inggris.

SPACED-OUT GYUVAN tampak duduk di atas batu, bersilang kaki, sudah dalam baju tempur. CEWEK lewat di depan GYUVAN, melintas kamera.

CEWEK (O.S.) (CONT'D):
(berteriak)
Tasuketeeee!

SPACED-OUT GYUVAN masih termenung. CEWEK kembali ke samping SPACED-OUT GYUVAN.

CEWEK (CONT'D):
Woi, tasukete, oi!
(menendang GYUVAN)

SPACED-OUT GYUVAN:
(baru nyadar)
Hah?

Mendadak muncullah MONSTER.

MONSTER:
(suara seram)
Aaaku mooonster!

SPACED-OUT GYUVAN:
(mengajak salaman)
Gyuvan.

MONSTER dan SPACED-OUT GYUVAN bersalaman.

SPACED-OUT GYUVAN (CONT'D):
Ada apa, ya?

MONSTER:
(berubah sopan)
Nggak, ini... aduh, permisi yah. Tapi aku kan lagi ngejar cewek nih, teru--HEY!
(baru nyadar)
Gua MONSTER, geblek!

SPACED-OUT GYUVAN:
Lho, yang bilang bukan, siapa?

Seakan menjawab, datanglah JENDERAL MUSUH bersama PARA PRAJURIT MUSUH figuran.

JENDERAL MUSUH:
HAHAHAHA! Jadi kamu ingin menghalangi kami, Spaced-Out Gyuvan?

PARA PRAJURIT MUSUH:
Ki! Ki! Ki! [terjemahan bebas: Ya! Ya! Ya!]

GYUVAN:
Euh, pilihannya apa aja?

JENDERAL MUSUH:
A) "Tentu saja, saya adalah pejuang keadilan!"
B) "Tapi hari ini sedang libur."
C) "TIADA LIBUR BAGI PERJUANGAN MENENTANG KEJAHATAN!"
D) "Kecuali kalau long weekend."

GYUVAN:
Oke, lelucon Who Wants to Be a Millionaire udah basi nih. Jadi kita perlu cara lain untuk mengalihkan situasi.

Mendadak terdengar suara angklung dari kejauhan memainkan satu lagu Beethoven. Semuanya langsung mencari-cari sumber suara, bukan karena kaget, melainkan karena ingin memberi tahu pemainnya, kalau di dunia nyata tidak mungkin bisa memainkan lagu Beethoven yang mana pun cuman dengan menggunakan satu angklung.

Tampak SATU BAYANGAN JAUH DI ATAS TEBING bergerak seperti meneriakkan sesuatu. Tapi karena terlalu jauh, tidak terdengar jelas.

JENDERAL MUSUH:
Ee?
(menunjuk ke BAYANGAN)
Omae ha dare da? [terjemahan bebas: Siapa kamu?]

PRAJURIT MUSUH:
Ki! Ki! Ki! [terjemahan bebas: Dare da! Dare da! Dare da!]

SATU BAYANGAN JAUH DI ATAS TEBING kembali meneriakkan sesuatu. Masih tak jelas.

JENDERAL MUSUH:
(masih menunjuk)
OMAE HA DARE DA!?

PRAJURIT MUSUH:
KI! KI! KI! [terjemahan bebas: DARE DA! DARE DA! DARE DA!]

SATU BAYANGAN JAUH DI ATAS TEBING lagi-lagi meneriakkan sesuatu yang tak jelas.

JENDERAL MUSUH:
Ah, udah lah, lupakan. Nggak kedengeran sama sekali.
(membalik ke GYUVAN)
Hahaha, jadi kamu ingin menghalangi kami, Spac--

SATU BAYANGAN JAUH DI ATAS TEBING PAKAI MEGAPHONE:
Cek, cek, satu dua tiga. OIII! TUNGGU GUA TURUUN!

CUT TO:

Situasi di atas tebing, memperlihatkan seorang PEMUDA kurus dengan jaket merah, tas pinggang hijau, dan cambang panjang yang berkibar ditiup beberapa pemuda lain di luar pandangan kamera--mereka dibayar khusus untuk itu, karena kebetulan di sana tidak berangin dan biaya SDM di Indonesia jauh lebih murah daripada teknologi kipas angin.

BGM: suara angklung masih mengalun di latar belakang.

PEMUDA menoleh ke PEMAIN ANGKLUNG.

PEMUDA:
Udah. Udah cukup maennya. Nih.
(memberi uang)
Buat ongkos.

PEMAIN ANGKLUNG:
Kurang, Mas.

PEMUDA:
Alaaah, cuman bentar ajah.

PEMAIN ANGKLUNG:
Tarif angkot naik, Mas.

PEMUDA:
(menggaruk-garuk kepala)
Euh, hiks. Iya deh.
(menggunakan megaphone lagi untuk teriak ke bawah)
OIII! ADA YANG PUNYA RECEH NGGAAAAK!?

Para bayangan di bawah tampak gerak-gerak walau tidak jelas maksudnya apa.

PEMUDA:
Ah, pasti ada lah, Mas. Tunggu bentar yah? Paling lama juga satu episode cuman 23 menit lah.

PEMAIN ANGKLUNG:
Iya deh, mas.

Sang PEMUDA lari ke bawah, kecapekan, ngaso dulu, beli minum, lalu lanjut lari. Total sekitar lima belas menit, tambah iklan tiga menit, jadi tinggal beberapa menit lagi buat sisa episode minggu ini.

Saat sampai di bawah, tampak SPACED-OUT GYUVAN sudah kembali melamun. MONSTER dan CEWEK sudah kenalan dan ngobrol masalah zodiak serta kartu Tarot. Sementara JENDERAL dan PARA PRAJURIT sedang maen UNO.

Sang PEMUDA langsung mengambil pose berubah bentuk.

PEMUDA:
Ima da! Change Arga!

PEMUDA berubah bentuk menjadi ARGA 0815, dengan logo baju tempur yang menunjukkan jelas-jelas nomor sponsor.

GYUVAN:
(tepuk tangan kagum)
Wah, hebat!

ARGA 0815:
Kono youni aku no aru kagiri, seigi no ikari ga ore o yobu. Arga 0815! [Terjemahan bebas: Ini adalah kata-kata standar yang saya salin dari situs web Jepang mengenai tokusatsu!]
(berpose)
Koko ni sanjyou! [Terjemahan bebas: Ya, kalimat ini juga.]

JENDERAL MUSUH:
Eeeeii!
(menghancurkan menara UNO dengan kesal dan menunjuk pada ARGA 0815)
Yare! Yare!!

PRAJURIT MUSUH:
Ki! Kii! Ki! [terjemahan bebas: Kami harap mereka memberikan kami dialog yang lebih berkelas daripada sekadar "Ki! Ki! Ki!"]

NARATOR (O.S.):
(mendeham)
Proses perubahan Arga 0815 menggunakan sinyal satelit dan memakan waktu hanya 1/100 detik.

Diperlihatkan tayangan ulang adegan PEMUDA mengambil pose berubah dalam adegan lambat ala Gaban, terus mengambil ponsel dari tas pinggang, mencet nomor...

PONSEL:
Tuuuuurrrrrrt... Nomor yang anda tuju sedang sibuk.

Tekan '1' untuk mencoba lagi walaupun tidak akan berhasil. Tekan '2' untuk komplain ke Mentari yang juga tidak akan digubris. Tekan '3' untuk mendengarkan pilihan-pilihan lain sampai nomor '99' hanya untuk menghabiskan pulsa anda.

PEMUDA:
(menepuk kepala)
Doh!
(kembali menekan nomor)

PONSEL:
Tuuuurrrrrt...klik! Halo, Pizza Hot delivery, bisa saya bantu?

PEMUDA:
Aiyaaah!

Dengan panik, PEMUDA menekan tombol berkali-kali, menghasilkan nomor telepon gaul hotline, telepon rumah dan dimarahi Ibu karena lupa ngejemput adik, salah sambung dan sempat kenalan sama seorang cewek...

JENDERAL MUSUH & PASUKANNYA:
Zzzzzzz...

Di saat yang sama, MONSTER sedang curhat pada CEWEK kalau dia bosan diberi peran antagonis melulu hanya karena faktor tampang. CEWEK sendiri mendengarkan curhat MONSTER dengan serius, sambil sesekali memberi saran. SPACED-OUT GYUVAN sesekali menimpali pembicaraan, sebelum kembali melamun.

Akhirnya hubungan telepon PEMUDA menyambung juga.

PEMUDA:
Akhirnya! Bersiaplah! Ima da! Change Arga!

PEMUDA berjalan ke sisi kamera dan tos dengan pemeran ARGA 0815. ARGA 0815 menempati posisi PEMUDA tadi.

NARATOR:
Ya! Tepat dalam waktu sepersera... er, ah, lupakan.

GYUVAN:
(tepuk tangan kagum)
Wah, hebat!

JENDERAL MUSUH:
Zzzz--eh? Oh...
(menunjuk)
Ee! Omae ha dare da!

PRAJURIT MUSUH #1:
Pak, tokoh utamanya sebelah sana, Pak.
(sambil menunjuk ke arah sebaliknya)

JENDERAL MUSUH:
Oh, ya.
(berbalik)
Omae ha dare da!
(menunjuk)

NARATOR:
Dan sekianlah episode minggu ini.

ARGA 0815 DAN PARA MUSUH:
Eh?

NARATOR:
Semoga adik-adik di rumah menikmati tayangan ini dan jangan lupa untuk mengerjakan pekerjaan rumah.

GYUVAN:
Ini bukannya buat ditayangin hari Sabtu?

Arga 0815:
Target penontonnya juga bukan cuman anak-anak, lagi.

NARATOR:
(mendeham) Jangan lupa untuk menonton episode berikutnya minggu depan, dalam waktu yang sama.

MONSTER:
Tapi aku menolak tampil untuk episode berikutnya kecuali kalau aku dikasih peran yang bisa menampilkan sisi intelektual dan romantis diriku pribadi.

PRAJURIT MUSUH:
Ya, kami adalah aktor-aktor watak! [terjemahan bebas: Ki! Ki! Ki!]

CEWEK:
Gua sih nggak apa-apa. Walau gua menentang diskriminasi pembagian peran untuk aktor dan aktris hanya karena berdasarkan stereotipe jenis kelamin, tapi kalau kerjaannya kaya gini sih masih asyik-asyik aja. Eh, ngomong-ngomong, gua cabs dulu ya? Daah!

SEMUANYA:
(balas melambai)
Daaah!

SPACED-OUT GYUVAN melamun lagi.

NARATOR mendeham lagi.


ARGA 0815:
(ke JENDERAL MUSUH)
Ngomong-ngomong, ada receh ribuan nggak? Tukang angklung pribadi gua nungguin di atas nih.

JENDERAL MUSUH:
(merogoh dompet)
Lima ribu cukup?

ARGA 0815:
Sepuluh ribu aja deh, sekalian buat minggu depan.

NARATOR:
(mendeham lebih keras)
Saya rasa ini saat yang tepat untuk penutup dan nama-nama.

ENDING CREDITS ROLL, sekitar 4 menit.

FADE TO BLACK.

SPACED-OUT GYUVAN (O.S.):
Lho, semuanya pada ke mana?

TAMAT.

Sunday, June 14, 2009

Super Rangers (dalam Lima Menit)

Super Rangers adalah serial anak-anak di TPI mulai 29 Mei 2009, tiap Sabtu dan Minggu malam. Sepertinya, sang produser dan kawan-kawan berniat untuk membuat tayangan tokusatsu untuk anak-anak.

Kualitas tayangan yang mereka hasilkan jelas mencerminkan persepsi mereka atas penonton serial ini. Tidak usah kita berbicara mengenai anggaran yang minim. Kostum dan peralatan seadanya bukanlah halangan, asalkan skenario dan penggarapannya serius.

Pertanyaannya: seberapa serius dua hal terakhir itu di Super Rangers? Berikut ringkasan episode generiknya. Dalam lima menit.

___________________

EXT. LOKASI OUTDOOR STANDAR NOMOR #1 - SIANG HARI

RINO, LUNA, CIMOT, ICA, dan YURIKEN, lima anak kecil yang tampak belum mampu menalikan sepatu sendiri, mendadak terkena EFEK GRAFIS KOMPUTER.

---REFF #1----

CLOSE UP pada RINO: ekspresi melongo.

CLOSE UP pada LUNA: melongo juga.

CLOSE UP pada CIMOT: tak kalah melongo.

CLOSE UP pada ICA: kalau ada Olimpiade Melongo, akan memborong medali emas.

CLOSE UP pada YURIKEN: melongo dengan begitu hebatnya sehingga aktor sinetron mana pun yang melihat akan menjura, insyaf, dan berhenti dari dunia "akting".

---Akhir REFF #1----

INT. LOKASI STUDIO MURAHAN GENERIK #1- SIANG HARI


ALPHA RANGER:
Kalian sekarang berada di luar angkasa, dalam pesawat saya yang tampaknya terbuat dari kardus.

RINO, LUNA, CIMOT, ICA, dan YURIKEN melongo. (Ulang bagian REFF #1.)

ALPHA RANGER:
Dunia kalian dalam bahaya dan hanya kalian yang bisa menyelamatkannya.

RINO, LUNA, CIMOT, ICA, dan YURIKEN kembali melongo. (Ulang bagian REFF #1.)

ALPHA RANGER:
Kalian adalah orang-orang yang terpilih karena kemampuan kalian.

PENONTON DEWASA #1:
Ya. Lahir sebagai sanak saudara produser itu kemampuan juga, lho.

ALPHA RANGER:
(mendeham)
Kalian akan kuberi kekuatan sebagai Super Rangers! Selamatkanlah Bumi!

RINO, LUNA, CIMOT, ICA, dan YURIKEN lagi-lagi melongo. (Ulang bagian REFF. Dua kali.)

PESAWAT ALPHA RANGER hancur. Anak-anak itu terlempar kembali ke Bumi. Dengan selamat dan nyaman, tentunya.

PENONTON DEWASA #1:
Hancur deh, Bumi.

PENONTON DEWASA #2:
Kalau emang niat nolong Bumi, mbok ya milih pahlawan yang minimal ngomong udah jelas, gitu.

PENONTON ANAK-ANAK:
KEREEEN!


EXT. LOKASI OUTDOOR STANDAR NOMOR #1, CUMAN BEDA BEBERAPA METER - SIANG HARI

MEGATOR:
HAHAHAHAHAHA! Saya tokoh jahat. Dan untuk menunjukkannya, saya akan tertawa keras-keras tanpa alasan setiap ngomong satu dialog. FWAGAHAHAHAHA!

BEJIBUN ANAK BUAH FIGURAN bergerak maju.

RINO, LUNA, CIMOT, ICA, dan YURIKEN:
Kami akan menghentikan kalian!


---REFF #2----

KAMERA CLOSE UP pada masing-masing anak. Satu demi satu. Adegan tiap anak akan memakan waktu kira-kira 30 detik.

MEGATOR:
(memberi isyarat sambil berbisik pada SEMUA ANAK BUAH FIGURAN)
Ssst! Kumpul semuanya! Bakal lama nih. Kita maen gaple aja dulu.

RINO:
(berpose dengan lemas dan lambat)
Ranger Rino! Kekuatan Dinosaurus!

MEGATOR:
(buang kartu balak enam)
Dengan gerakan seperti itu, pantas saja dinosaurus punah.

YURIKEN:
(berpose dengan semangat seakan-akan baru sembuh dari typhus)
Ranger Yuriken! Kekuatan Gajah Purba!

MEGATOR:
Harus spesifik gajah purba, ya? Nggak bisa gajah aja? Kenapa nggak sekalian "Kekuatan Gajah Lampung Pemain Bola yang Mencetak Gol Terbanyak"?

ICA:
(berpose seperti sedang tes senam dan curi-curi lihat gerakan anak di sebelah)
Ranger Ica! Kekuatan Panda!

MEGATOR:
Emang kekuatan panda apa, sih?

ANAK BUAH FIGURAN #1:
Mereka lambat, pemalas, dan cinta damai. Saking malasnya, tingkat perkawinan dan kelahiran mereka rendah, sehingga terancam punah.

MEGATOR:
Oh, cocok kalau gitu.

CIMOT:
(lebih parah lagi: curi-curi lihat gerakan ICA)
Ranger Cimot! Kekuatan Cheetah!

MEGATOR:
Cheetah yang kena beri-beri, kayaknya.

LUNA:
(bergerak sedemikian kakunya sampai boneka tali saja jadi terasa seanggun penari balet profesional)
Ranger Luna! Kekuatan Bulan Raksasa!

MEGATOR:
Bulan RAKSASA? Emang ada bulan mini?

ANAK BUAH FIGURAN #2:
Mungkin maksudnya yang di langit itu terlihat kecil, Pak. Kalau di layar TV kan diperlihatkannya yang besar. Sampai satu layar penuh tuh.

MEGATOR:
Bukannya itu karena faktor jarak? Aslinya kan emang sudah raksasa? Kenapa nggak sekalian aja, "Kekuatan Bulan Ukuran Sebenarnya--Jangan Tertipu oleh Jarak!" Minimal dengan itu, tayangan ini ada unsur edukasinya. Dikit.

ANAK BUAH FIGURAN #2:
Pak, kayaknya udah beres tuh.

MEGATOR:
Oke. Ayo semuanya!

---Akhir REFF #2----


RINO, LUNA, CIMOT, ICA, dan YURIKEN sudah berubah jadi Super Rangers, mengenakan helm motor yang dimodifikasi tapi tetap kelonggaran di kepala anak-anak, kostum warna-warni, dan logo RR besar di bagian dada.

MEGATOR:
Lah, Ruper Rangers dong.

ANAK BUAH FIGURAN #1:
Nggak usah dipikirin, Pak. Yang serius nonton serial ini cuman yang belum bisa baca kok.

MEGATOR:
Bukannya sutradara, produser, dan penulis skripnya juga nonton?

ANAK BUAH FIGURAN #1:
Kalau mereka bisa baca, masa skrip kayak gini bisa lolos produksi sih?

MEGATOR:
Betul juga.

ANAK BUAH FIGURAN #1:
Pak, sekarang udah masuk kamera. Ketawanya jangan lupa.

MEGATOR:
Oh, iya. HAHAHAHAHAH! Kalian akan mati!


---REFF #3---

EFEK KOMPUTER GRAFIS mengenai tim SUPER RANGERS.

Dilanjutkan dengan EFEK KOMPUTER GRAFIS mengenai PARA PENJAHAT.

Lantas EFEK KOMPUTER GRAFIS mengenai EFEK KOMPUTER GRAFIS lainnya.

Plus bonus EFEK KOMPUTER GRAFIS di saat tidak diperlukan adanya EFEK KOMPUTER GRAFIS, seakan-akan PRODUSER membayar TIM POST-PRODUCTION dengan sistem borongan dan dapat bonus: beli dua efek grafis komputer gratis satu.

---akhir REFF #3---


MEGATOR:
FWAHAHAHAHAH! WAHAHAHAHAHA! BWAHAAHAHABAHAH!

ANAK BUAH FIGURAN #2:
Nggak usah berlebihan, Pak.

MEGATOR:
Sori. Yang tadi bukan akting, cuman tertawa miris melihat masa depanku sebagai aktor hancur karena tampil di sini.

SEMUA ANAK BUAH FIGURAN BESERTA PARA PENONTON DEWASA:
....
....
.... BWAHAHAHAHAHAHAH! FAHAAWAHAHA!

PENONTON ANAK-ANAK:
KEREEEEEN!


TAMAT.

EPILOG

PENULIS SKRIP:
Sip. Lima kali pengulangan REFF #1, ditambah minimal dua kali REFF #2. Terus minimal tiga kali REFF #3 tiap episode. Itu udah empat puluh menit. Berarti untuk episode-episode berikutnya, kita cukup memasukkan cerita selama enam menit saja.

SUTRADARA:
Cerita? Buat apa?

Friday, March 27, 2009

Ironis Karena Tidak Ada Yang Menganggapnya Ironis

Jumat ini (27 Maret 2009), daerah sekitar Gasibu Bandung mulai mengalami kemacetan. Penggalangan massa kampanye di area strategis ini memasuki periode puncak. Jumat adalah jadwal Partai Demokrat, Sabtu (28 Maret) PAN, dan Minggu (29 Maret) PKS.

Tidak ada hal baru. Massa masih berkumpul tanpa tujuan jelas disertai ingar-bingar. Yang penting mengenakan atau mengusung atribut partai (kaos, bendera, atau spanduk).

Entah mereka berkumpul murni karena mendukung atau ada tujuan lain. Yang jelas, kabar mengenai pembagian uang tetap ada walau masih simpang siur. Ada yang bilang Rp20 ribu per orang. Ada yang mengaku Rp50 ribu. Dan bukan hanya Partai Demokrat. PAN, Gerindra, dan Golkar pun disinyalir melakukan hal yang serupa. Daftar ini bisa memanjang.

Saat saya melewati kekisruhan sekitar Gasibu, saya sempat mengamati sebagian massa sudah bubar sebelum acara selesai. Sebagian di antaranya dengan khidmat melanggar peraturan lalu lintas (mengendarai motor tanpa menggunakan helm, melewati batas lajur jalan, atau duduk memenuhi atap bus). Sisanya masih nongkrong di Gasibu, mendengarkan satu grup musik yang menyanyikan lagu Iwan Fals dengan lantang, "Penguasa, penguasa... berilah hamba uang. Beri hamba uang!"

Dan tidak ada yang menganggapnya ironis.

Monday, February 23, 2009

Rumah Sakit, Sumber Tawa #6: Dari Motor

Dari dua minggu sebelum masa perawatan Donna di rumah sakit, ternyata banyak penderita patah tulang. Dari dokter hingga perawat mempertanyakan hal tersebut, "Kok banyak amat sih yang patah tulang? Lagi musim, ya?"

Dan rupanya, sebagian besar pasien ini memiliki tren penyebab yang sama: jatuh dari motor. Sehingga pertanyaannya lebih menjurus, "Patah kenapa? Jatuh dari motor?"

Biasanya saya yang menjawabkan karena Donna terlalu teler untuk berbicara. Saya sampai merasa seperti penyanyi yang hanya punya dua lagu. Lagu pertama berjudul: "Nggak, jatuh dari kursi."

Pasti langsung disambung dengan pertanyaan berikut, "Dari kursi? Lagi ngapain?"

Muncullah lagu kedua: "Lagi benerin booster antena TV."

Diakhiri dengan koor: "Oooooooooh."

Pada hari keempat, saya sudah eneg dan berusaha mempersingkat ritual itu. Seorang perawat bertanya, "Patah kenapa? Jatuh dari motor?"

"Nggak," jawab saya dan langsung menyambung dengan, "ini jatuh saat memperbaiki booster antena TV."

"Dari motor?" tanya sang perawat, keukeuh.

Kalau iya, itu pasti sudah jadi tulisan paling pertama dalam blog saya mengenai peristiwa ini. Saya sampai berpikir, jangan-jangan penyebab para pasien selama ini jatuh dari motornya memang aneh-aneh. Siapa tahu sebelumnya ada orang jalan menggunakan kruk, bersua dengan pasien lain yang tangannya digips.

"Jatuh dari motor? Sambil ngapain?" tanya pengguna kruk.

"Iya, lagi maen bola," jawab yang digips. "Lo jatuh dari motor kenape?"

"Lagi mandi."

"Ah, cemen!" sela seseorang yang menggunakan kursi dorong. "Gue dong, jatuh dari motor pas lagi maen tenis DAN mandi!"

Rumah Sakit, Sumber Tawa #5: Broker Saham

Ada tiga pasien di seberang ranjang Donna. Selain dari DJ Tak Kesampaian yang menempati ranjang tengah, ada juga Broker Saham di ranjang sebelah kanan.

Mengapa saya sebut Broker Saham?

Karena dia terkena demam berdarah dan terus-menerus melaporkan perkembangan trombositnya via ponsel, seakan menginformasikan nilai indeks saham.

Hari pertama: "Trombositku 141! Turun 11 ribu."

Hari kedua: "Sekarang 119 ribu. Nggak begitu drastis sih. Masih normal, lah. Kita lihat besok."

Hari ketiga: "Tuh, kan 111 ribu. Kalau turunnya mengecil gini, paling juga besok sudah mulai naik lagi."

Hari keempat: "Aduh, 89 ribu! Gimana ini!?"

Saya dan Donna sampai tergoda untuk teriak, "Jual semua! Jual semua!"

Thursday, February 19, 2009

Rumah Sakit, Sumber Tawa #4: Semua Berawal dari Ambulans

Sepertinya ini memang nasib Donna menjadi mitra hidup seorang penulis humor: mengalami kejadian aneh-aneh. Bahkan saat awal kecelakaan pun sudah terlihat.

Saya segera pulang ke rumah saat mendapat kabar jatuhnya Donna. Melihat Donna yang tergeletak pasrah, saya juga tidak berani memindahkannya dengan sembarangan. Langsung saya menelepon bagian UGD suatu rumah sakit.

"Tolong kirimkan ambulans ke rumah saya ya, Mbak," ujar saya pada operator.

"Oh, ada keadaan darurat, Pak?" tanya operator.

Saya sempat tergoda untuk jawab, "Nggak, saya suka aja jalan-jalan keliling kota pake sirene." Namun, berhubung diburu waktu, saya jawab apa adanya, "Istri saya jatuh dari kursi. Mungkin tangannya patah. Dan entah apa lagi. Karena itu saya nggak berani mindahin dia sembarangan."

"Baik, Pak." Ia kemudian menanyakan alamat dan nomor telepon. Beres. Atau saya kira begitu. Karena ia kemudian bertanya, "Bapak nggak perlu perawat, kan?"

"Nggak, istri saya perlunya _dirawat_," ketus saya. "Intinya, saya nggak tahu, Mbak, fungsi perawat itu apa," tambah saya, kalau-kalau operator ini nggak ngerti sarkasme. "Pokoknya tolong kirim ambulans bersama orang yang paham cara memindahkan korban kecelakaan tanpa bikin tambah celaka. Ini darurat!"

"Baik, Pak. Silakan tunggu, ya?"

Lima menit berlalu.

Sepuluh menit.

Lima belas menit.

Telepon kembali berdering. Saya mengangkatnya--ternyata operator tadi. "Halo, Pak. Saya ingin konfirmasi. Ambulansnya jadi nggak?"

"Astaga, Mbaaaak," sahut saya. "Emang sering ya, keadaan darurat yang nggak jadi? Kalau ada yang nelepon karena tabrakan mobil, pernah gitu orangnya nelepon balik terus ngomong, 'Aduh, maaf, ternyata tabrakannya nggak jadi. Ambulansnya gak usah, deh.'"

"Euh, berarti jadi ya, Pak?"

Saya mengerang.

Mungkin dalam bahasa operator erangan berarti "ya" karena ia kemudian berkata, "Baik, Pak. Silakan tunggu, ya?"

Selagi menunggu, datanglah dua teman kantor, Yudi dan Mas Naryo. Berkat itu, saya tidak terlalu senewen. Untung juga kali ini tidak ada konfirmasi lagi. Ambulansnya datang, parkir di depan pagar. Dan keluarlah tim lengkap gawat darurat: satu orang pengemudi. Sudah.

Saya setengah berharap orang ini adalah cyborg medik canggih serbabisa. Namun, komentar pertama orang tersebut langsung membuyarkan harapan saya. Ia melihat sekeliling--hanya ada saya, Yudi, dan Mas Naryo, yang sedang berdiri--dan bertanya, "Yang mana pasiennya?"

"Pak, kalau pasiennya bisa berdiri, saya nggak akan panggil ambulans," ucap saya lirih, sambil menahan lolongan putus asa. Saya lantas memandu sang pengemudi ambulans ke tingkat dua, tempat Donna jatuh. Yudi dan Mas Naryo sigap membantu.

Singkat cerita, Donna berhasil dinaikkan ke atas tandu dan kami bawa turun ke lantai dasar. Saat menuju pintu keluar, Donna mendadak teriak, "A! Jangan lupa!"

"Apaan?" jawab saya panik. Lupa apa nih? Bawa duit? Baju ganti? Nitipin anak?

"Bawa buku!" seru Donna. "Nanti di sana bosen. Ambil Black Rose di dalam kamar. Terus Red Lily di depan komputer!"

"Iya deh," angguk saya, sementara Yudi dan Mas Naryo ngakak.

Donna lantas dinaikkan ke dalam ambulans, ditemani saya. Yudi dan Mas Naryo siap mengikuti dengan kendaraan lain. Sang pengemudi menutup pintu belakang ambulans. Ia naik ke kursi pengemudi dan memasang sabuk pengaman. Lantas ia menoleh ke arah kami dan mengucapkan kata-kata yang tidak akan kami lupakan, "Ke mana?"

Pengemudi sebuah ambulans; dari rumah sakit yang saya telepon; karena mitra hidup saya butuh perawatan; menanyakan kami mau "ke mana?"

Saya bisa membayangkan empat jawaban:

  1. "Kita coba puter-puter aja dulu sekeliling komplek, Pak. Kalau argonya udah lima puluh ribu, turun, ya?"

  2. "Terserah Bapak aja, kira-kira tempat makan mana yang enak buat orang yang patah tangan?"

  3. "Oh, sori. Ini ambulans jurusan Stasiun Hall-Sadang Serang bukan?"

  4. "Kalau bisa sih ke masa lalu. Tepatnya satu jam sebelum ini. Saya mau menghalangi diri saya menelepon rumah sakit Bapak."

Rumah Sakit, Sumber Tawa #3

Setelah selesai operasi, saya dan Donna hanya bisa menunggu di kamar dengan bingung. Mengapa? Karena dokter bedah tulangnya sudah keburu mengurus operasi lain, tidak sempat ketemu.

Selama sehari semalam, kami terus dihantui pertanyaan yang tak terjawab. Ini harus dirawat sampai kapan? Terus pengobatan selanjutnya bagaimana? Yang lebih penting lagi: hasil operasinya gimana sih? Beres? Atau jangan-jangan cuman buka tangan terus nengok, "Wah, bener-bener patah, nih. Kirain bercanda. Oke, teman-teman! Jahit lagi!"

Kami pun bertanya pada beberapa perawat, "Dokternya bakal berkunjung kapan, sih, Suster?"

Dengan menakjubkan, jawaban mereka seragam, "Oh, nggak tentu, Pak/Bu. Bisa pagi, siang, sore, atau larut malam. Tergantung yang membutuhkan sih."

Saya dan Donna hanya bisa bertanya dalam hati; ini dokter atau superhero, sih? Dan "larut malam"? Saya nggak yakin Donna mau tirai biliknya tiba-tiba disingkap pada jam dua dini hari oleh dokter yang berseru lantang, "Ada yang butuh bantuan?"

Dia pasti akan berseru balik, "Saya butuhnya ISTIRAHAAAT!"

Untunglah tirai tersebut tiba-tiba disingkap sang dokter pada sore hari Rabu (18 Februari) sehingga masih kami sambut dengan suka cita. "Oke," ujar sang dokter. "Kita lihat hasil foto dan tes pada hari Kamis. Kalau sudah bagus, Jumat bisa pulang."

Saya dan Donna saling memandang senang. Akhirnya, kepastian! Saya bertanya, "Kamis jam berap--?" Dan kami sadar dokternya sudah keluar ruangan. Untunglah masih ada perawat. "Suster, Kamis besok dokternya bakal periksa hasil tes jam berapa?"

Susternya menjawab tanpa ragu, "Bisa pagi, siang, sore, atau larut malam."

Deja vu.

Rumah Sakit, Sumber Tawa #2

Kamar inap Donna memuat maksimal lima pasien. Dan sering kali kehadiran mereka mendukung proses pemulihan dengan cara tersendiri. Pada hari pertama, perawat berkata, "Malem ini puasa, ya, Bu? Enam jam lagi operasi."

"Nggak masalah, Suster," jawab Donna. "Emang nggak nafsu makan kok."

"Kenapa?" tanya perawat khawatir.

Pas di bilik sebelah terdengar pasien muntah-muntah. Berkali-kali.

Sang perawat tidak menunggu jawaban. Hanya mengangguk mengerti.

Sementara itu, pasien di ranjang seberang tampak memiliki cita-cita terpendam sebagai DJ. Ia menyetel MP3 player keras-keras dengan pilihan lagu-lagu dari Kangen Band dan sejenisnya. Dampaknya sangat positif. Minimal Donna terdorong untuk kangen kesunyian. Ia semakin semangat untuk sembuh dan keluar dari ruang itu.

Pada hari Kamis (19 Februari), mendadak pilihan lagu Sang Pasien Seberang berubah; dari Coldplay hingga REM. Walau masih mengganggu, minimal tidak menggoda untuk melempar infus. Seorang perawat lantas masuk ke bilik Donna untuk menyuntikkan antibiotik ke dalam selang infus. Antibiotik ini memang jenis yang perih sehingga Donna sampai meringis kesakitan.

Bersamaan dengan itu, berkumandanglah satu lagu REM dari ranjang seberang, "Everybody hurts... sometimes..."

Rumah Sakit, Sumber Tawa #1

Mitra hidup saya, Donna, jatuh dari kursi saat berusaha membetulkan booster antena TV. Saya menelepon ambulans untuk membawanya ke UGD RS Borromeus. Hasil diagnosis dan foto X-ray menunjukkan tangan kanan Donna patah. Kami pun menunggu kehadiran dokter bedah tulang untuk penindakan lebih lanjut.

Saat menunggu, datang pasien gawat darurat lain di bilik sebelah kami. Dari percakapan antara dia dan dokter jaga, terdengar bahwa kasusnya serupa.

"Kenapa?" tanya dokter jaga.

"Ini, kaki saya kenapa-kenapa. Jadi nggak bisa berdiri. Kayaknya karena jatuh."

Dokternya terdiam sebentar. Mungkin dia berpikiran sama seperti kami; nggak bisa berdiri kok datang ke UGD-nya sendirian? "Oh... jatuhnya kapan?"

"Minggu lalu," jawab sang pasien kalem.

Kalau Donna nggak patah tangan, mungkin dia sudah menepok jidat.

Wednesday, January 21, 2009

Bukit Kikis Dan Penikmat Matahari

Hotel yang saya inapi di Bukittinggi bulan November lalu memiliki menara pantau. Dari puncaknya, kita bisa melihat pemandangan elok kota Bukittinggi. Satu hal yang menarik perhatian saya adalah sebuah bukit mungil yang berbentuk seperti croissant setengah dikunyah.


Pertanyaan di benak saya: karena longsor atau memang dikeruk?

Keesokan paginya, rekan saya Adhi Rachdian, seorang penggemar fotografi, mendapatkan jawabannya. Penggemar fotografi di Bukittinggi itu seperti Indiana Jones ditaruh di makam kuno; nggak mungkin bisa berdiam diri. Saat yang lain masih sulit bangun (termasuk saya--bahkan ayam jago pun berkokoknya siang), ia sudah berkeliaran, mencari objek foto.

Selain dari berpapasan dengan banyak anjing pemburu, ia juga menemukan dua orang pria yang sedang mengeruki tanah bukit tersebut.



Kedua pria tersebut rupanya sadar sedang difoto. Mereka mendadak berhenti mengeruk. Dan coba tebak apa yang kemudian mereka lakukan?

a. Memarahi rekan saya.
b. Kabur.

Ya. Jawaban yang benar adalah...



c. Pura-pura tidak melakukan apa-apa.

Seakan-akan mereka berkata, "Pengeruk? Mana? Kami hanya sedang menikmati matahari terbit sambil bersandar pada, euh, tongkat yang terlihat seperti sekop ini."

Kalau saya ikut dan bisa mengobrol dengan mereka, bisa jadi berlanjut dengan komentar, "Uda, matahari kan terbit di sisi yang lain."

"Justru itu," potong pria berbaju putih. "Kalau dilihat langsung kan silau. Paling enak melihat matahari terbit itu dengan membelakanginya!"

"Sambil bersandar ke tongkat yang terlihat seperti sekop, tentunya!" tambah pria satu lagi, sambil mengangguk-angguk.

Khayalan seperti ini yang membuat saya rindu Bukittinggi.


__________________

Foto kedua dan ketiga ditampilkan seizin Adhi Rachdian.

Thursday, December 11, 2008

Iklan Parodi Film Seru

Ada iklannya? Serius?

Oh, ya. Lihat saja sendiri. Ini iklan yang sangat serius. Kecuali dalam satu hal: pembuatannya.



Tonton saja videonya di YouTube.

Atau di MP-nya Mbot, sang sutradara dadakan.

Terharu karena keseriusan iklan ini? Langsung saja dapatkan bukunya: Parodi Film Seru.

Sunday, November 16, 2008

Anak Saya Mendapat "C" Untuk "Menjiplak"


Sampai sekarang, saya masih bingung: itu bagus atau buruk, ya?

Friday, November 14, 2008

Kejutan Saat Kembali ke Kampus ITB

Sabtu lalu (8 November 2008), saya dan Donna diundang jadi pembicara di Campus Center ITB, untuk berbicara mengenai buku kami dan buka klinik konsultasi naskah. Begitu masuk pelataran kampus, kami langsung disambut oleh patung maskot gajah tersenyum.

Awalnya kami kira begitu. Setelah melihat lebih saksama, kami menyadari bahwa patung itu tidak tersenyum. Ia meringis. Mengapa? Rupanya karena sering jatuh, patung ini dipasangkan tongkat penyangga. Ide yang logis. Sayangnya, letak tongkat penyangga ini tidak manusiawi maupun gajahwi.


Saya pun menunjukkan simpati dengan ekspresi khusyuk.


Saya terakhir kali saya menginjakkan kaki di kampus almamater ini sekitar dua tahun lalu. Takjub juga melihat banyak perubahan, terutama pada gedung Campus Center. Di sisi lain, senang juga melihat bahwa beberapa hal tidak berubah.

Misalnya: perhatian pada semantik


Senang juga mengetahui bahwa minat beli buku mahasiswa sekarang jauh meningkat. Dulu, pekan diskon buku di kampus malah sepi. Sekarang, laris manis. Pengunjung membludak. Banyak buku yang habis stok. Termasuk 7 Dosa Besar (Penggunaan) PowerPoint. Sampai harus minta tambahan dari Jakarta. Itu pun pas hari Sabtu itu kembali habis, jadinya tidak bisa kami jadikan hadiah bagi penanya.

Atau minimal ganjal bagi selangkangan sang maskot gajah.