Kue Sus Penantian
Orangtua saya (dari sisi Donna) hampir pasrah menanti kedua adik kami, Satria dan Dimas, menikah. Namun, kadang mereka sendiri yang menjadi sebab.
Minggu lalu, Mama baru bangun dari tidur siang. Ia melewati Dimas yang sedang asyik berbicara di telepon. Lalu ia membuka lemari es. Matanya langsung berbinar melihat sejumlah kue sus terbaring menggoda.
"Eh, kue sus siapa nih?" tanyanya dengan suara pelan. Tak mendapatkan jawaban, ia pun langsung menggigit sebuah. Baru mengunyah sebentar, ia langsung mengerutkan kening. "KUE SUSNYA NGGAK ENAAAAAAAAK!" protesnya.
Tak berapa lama, Dimas lewat dengan wajah kesal. "Selera orang kan beda-beda," ujarnya ketus. Ia pun kemudian menghilang di balik kamar.
Satria, sang bungsu, mendekati Mama sambil tersenyum lebar. "Susnya pemberian teman Dimas lho. Cewek," tambahnya.
Mama belum mengerti. "Oh, ya?"
"Dan kayaknya dia yang lagi ditelepon Dimas," ujar Satria terkekeh.
Tampaknya orangtua saya perlu kembali menanti.
3 comments:
atua bisa juga menjadi kritik membangun buat temennya dimas untuk bikin kue sus lebih enak ;)
*padahal gak ada yang namanya kritik membangun :D
Kritik membangun emang oxymoron, Son. Sama aja kayak "pertandingan persahabatan", hehe.
hahahaha dahsyat! masa depan ditentukan sama kue sus.
Post a Comment