Tuesday, January 30, 2007

Rangkuman Acara: Ngobrol Seru (tapi Santai) di Rumah Alebene

Pada hari Sabtu (27 Januari 2007), jam tiga sore, empat orang penulis Gramedia Pustaka Utama (GPU) berkumpul di Rumah Alebene Bandung untuk membahas satu pertanyaan utama: Apakah menulis bisa menjadi pilihan profesi?

Sebagai pembuka, Isman dan Donna membahas berbagai jalur karier yang bisa ditempuh seorang penulis. Misalnya: copywriter (penulis naskah komunikasi pemasaran/iklan), penulis skenario, penulis artikel/kolom, maupun penulis buku. Selain menerbitkan buku, Donna dan Isman sendiri adalah penulis lepas. Mereka berdua telah menjalankan berbagai proyek copywriting, penulisan artikel/kolom, maupun penulisan skenario (walau bukan untuk media televisi).

Berbagai jalur tersebut bisa ditempuh dalam dua bentuk keterikatan: penulis lepas (freelance) maupun penulis di bawah perusahaan. Atau dalam dua bentuk komitmen: penulis paro-waktu (part-time) maupun penuh-waktu (full-time).

Luna melanjutkan dengan mengapa ia memilih untuk menjadi penulis buku penuh-waktu. "Padahal, saya nggak pernah bercita-cita jadi penulis," ujar lelaki yang sering dikira perempuan karena nama penanya. Namun, semenjak naskahnya diterbitkan pada tahun 2005, ia berfokus ke penulisan buku. Dan kini, ia sudah menerbitkan delapan buku di tiga penerbit. Empat judul terakhir diterbitkan GPU.

Bacem, yang datang terlambat, juga tidak pernah bercita-cita jadi penulis. Namun, alasannya berbeda. "Niatnya sih mau jadi foto model," ujar penulis yang lebih senang dipanggil Acem. "Tapi kurang ganteng. Jadi we penulis."

"Terlepas dari alasan pribadi," lanjut Isman. "Sebelum memilih jadi penulis, kita perlu mencari tahu segala hal berkaitan dunia yang akan kita terjuni." Ia memasang sebuah klip video pendek tentang seekor anjing galak di balik pagar kayu yang menyalaki seorang lelaki. Merasa terlindungi pagar, si lelaki balik mengganggu si anjing sambil jalan. Tanpa ia sadari, tiga meter di depannya, ada celah besar di antara pagar.

Isman mengaitkan analogi itu ke dunia penerbitan buku. Jika ingin terjun sebagai penulis buku penuh-waktu, salah satu yang mutlak perlu adalah perencanaan finansial. Penerbit pada umumnya membayarkan royalti hanya dua atau tiga kali dalam setahun. Berarti dalam empat atau enam bulan sekali. Jika ini adalah satu-satunya sumber penghasilan, perlu perencanaan yang ketat akan pembelanjaan dan prakiraan pendapatannya. Terutama karena prakiraan itu akan sering meleset, tergantung berapa penjualan buku.

Donna berbagi tentang satu detail kehidupan penulis, "Orang-orang di sekitar kita nggak akan ngerti." Bersiap-siaplah akan teman atau keluarga yang mengira seorang penulis selalu memiliki waktu luang. Jangan kaget jika banyak orang yang mengira kehidupan penulis itu begitu glamor dan mudah. Padahal sama saja seperti profesi lain: perlu disiplin yang kuat, terutama melawan kemungkinan stres.

Luna menyumbangkan pendapat bahwa, "Kalau sudah milih mau jadi penulis, memang harus disiplin." Setelah berpikir lama, Acem langsung menambahkan, "Idem." Pada saat ini, Isman, Donna, dan Luna berusaha merebut mik dari tangan Acem.

Donna yang berhasil mendapatkan mik menegaskan bahwa seorang berprofesi penulis perlu menjadwalkan waktu khusus untuk menulis. Misalnya satu jam. Berapapun hasilnya, tidak masalah. Ada hari di mana dalam sejam bisa menghasilkan dua puluh halaman. Namun, bisa juga hanya dua puluh kata. Tapi satu jam itu harus ada tiap hari.

Diskusi berlanjut ke proses kreatif masing-masing penulis. Luna, Donna, dan Bacem memiliki pendekatan berbeda-beda terhadap menulis. "Dan itu wajar," ujar Donna. "Karena tidak ada standar baku untuk kreativitas." Sebagaimana pula metode tiap orang untuk disiplin maupun mengelola waktu berbeda-beda. Perbedaan metode tidak penting. Yang penting adalah pelaksanaan.


Bagi-bagi hadiah
Setiap penanya mendapatkan kalendar GPU. Di klimaks acara, Isman memimpin game Sambung Satu Kata. Para hadirin yang berminat ikut tinggal berdiri. Sekitar tiga perempat hadirin berdiri. Dimulai dari para penulis, tiap orang mengucapkan satu kata. Peserta berikutnya harus menyambung dengan kata lain sehingga membentuk kalimat yang logis. Jika seorang peserta merasa untaian kata-kata sebelumnya sudah membentuk satu kalimat utuh, ia boleh mengucapkan "Titik!" Ini akan membuat kalimat berakhir. Dan orang berikutnya mulai dari kalimat baru.

Menurut Isman, game ini sebenarnya adalah salah satu permainan kepenulisan untuk melawan kepenatan atau kemacetan dalam berkarya. "Tapi [game ini] juga asik untuk rame-ramean."

Game berjalan meriah. Persaingan pun semakin ketat saat mencapai tiga finalis. Di sini, peserta yang bisa mendapatkan "Titik" akan menjadi pemenang pertama dan berhak atas paket hosting gratis setahun dengan kapasitas 50MB dari Qwords. Dia juga berhak memilih judul buku yang jadi hadiah. Plus boneka tokoh anjing bernama Spot, berdasarkan seri buku anak populer karangan Eric Hill. Dua pemenang berikutnya mendapatkan paket hosting 25MB dan pilihan buku lain.(1)

Sebagai penutup, Donna membagikan tas GPU bertuliskan "Too Many Books Won't Kill You" yang cocok untuk para pencinta buku. Dan Isman merangkum obrolan selama dua jam, "Apakah penulis bisa menjadi pilihan profesi? Bisa. Namun, jangan jadikan penerbitan buku sebagai penunjang kebutuhan finansial utama. Kecuali kita telah memiliki perencanaan dan disiplin finansial yang kuat." Alternatifnya adalah menjadi penulis lepas selain penulis buku. Atau menjadikan penulisan buku sebagai profesi sampingan. Bisa juga menjadi penulis di bawah naungan perusahaan, misalnya copywriter agensi periklanan.

Akhir kata: apapun pilihan jalur karier kepenulisan Anda, teruslah berkarya!2
_____________

1: Salah seorang pemenang sepertinya tidak sadar kalau ia ikut mendapatkan paket hosting dan langsung pulang. Jika Anda adalah pemenang tersebut, segera hubungi rendy_m_aATyahooDOTcom.

2: Terima kasih kepada rekan-rekan GPU, Rumah Alebene, dan Qwords atas kerja samanya. Juga kepada para hadirin yang turut meramaikan dengan pertanyaan dan partisipasinya. Kalianlah yang membuat obrolan ini jadi seru.

Monday, January 22, 2007

Peta Menuju Rumah Alebene Bandung


Tahukah Anda?

  1. Saya membuat peta ini dengan Visio
  2. Memakai Visio untuk menggambar peta sama saja seperti memakai penggaris besi untuk memotong kayu

Saturday, January 20, 2007

Ngobrol Seru: Apakah Menulis Bisa Menjadi Sebuah Profesi?

Berminat jadi penulis? Masih penasaran apakah menulis bisa jadi profesi? Pengin tahu tips dan pengalaman penulis-penulis Gramedia?

Datang aja ke:

Rumah Alebene
Jalan Sukajadi 232 Bandung

(samping Hero)


Hari:
Sabtu, 27 Januari 2007
Jam 15.00 - 17.00


Yok, kita ngobrol bareng! Mau sambil santai bisa. Mau sambil seru-seruan ber-doorprize juga oke. Bersama:
  • Primadonna Angela (penulis "Quarter Life Fear", "Belanglicious", "Love at First Fall", "Jangan Berkedip!", "Quarter Life Dilemma")
  • Luna Torashyngu (penulis "Love Detective", "Victory", "Beauty and the Best", "Dua Rembulan")
  • Isman H. Suryaman (penulis "Bertanya atau Mati!" dan "Jangan Berkedip!")
  • Bacem Wong (penulis "Iiih" dan "Romantis")
Acaranya gratis!

Informasi lebih lanjut: +62 22 2038103

Sampai ketemu di sana!

Friday, January 19, 2007

Rating tak Berdaun

Membaca tulisan Nofie Iman tentang sinetron dan pembodohan, saya kembali teringat kepada satu esai dalam Bertanya atau Mati yang membahas jebakan rating. Saya akan tuliskan ulang sebagian di sini.

Bagaimana sebenarnya pengukuran rating ini?
Penentuan rating TV yang paling populer adalah berdasarkan hasil survei perusahaan rating multinasional yang independen. Banyak rumah produksi dan media Indonesia, sebagai contoh, berlangganan pada Nielsen Media Research Indonesia (NMRI).

Sistem surveinya sendiri telah otomatis, berbasiskan masukan dari kotak hitam bernama peoplemeter pada pesawat TV responden, lengkap dengan remote control khusus. Keluarga responden diambil secara acak dari lima hingga sembilan kota besar. Pemilihan sampel ini rahasia, walau menurut klaim NMRI sendiri (pada situs resminya) disesuaikan dengan jumlah populasi dan demografi ekonomi kota bersangkutan. Jadi, walau konon tujuan metoda ini adalah meminimasi toleransi kesalahan, sulit bagi orang luar untuk memastikan klaim tersebut.

Cara kerjanya sederhana. Jika seorang kepala keluarga responden menonton suatu acara sendirian di satu slot waktu, misalnya, 19:30 – 20:00, maka ia perlu menekan tombol tertentu pada remote. Jika menontonnya bersamaan, harus menekan tombol berbeda. Kotak hitam tersebut langsung mengirimkan informasi melalui satelit ke kantor pusat Jakarta. NMRI akan mengolah informasi ini lalu menjualnya dalam berbagai bentuk. Dua contohnya, adalah rating dan share (serupa dengan rating tapi hanya dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang sedang menyalakan TV. Share 50% berarti setengah dari rumah tangga yang menyalakan TV sedang menonton acara tersebut.)

Kerahasiaan tentunya menjadi sangat penting. Keluarga responden harus menandatangani perjanjian untuk tidak membocorkan hubungan kerja mereka. Karena kalau ketahuan, bisa saja ada yang memanfaatkan untuk manipulasi data. Seperti ditunjukkan pada film Danny Devito produksi tahun 1984, The Ratings Game.

Dalam film itu, Vic DeSalvo (diperankan oleh Danny Devito), adalah bos besar suatu perusahaan truk di New Jersey yang memiliki impian untuk menjadi produser acara komedi situasi, atau sitkom. Sayangnya, ia tidak memiliki kemampuan yang mendukung. Skripnya kasar. Leluconnya buruk. Dan aktingnya kaku. Sehingga saat acara sitkomnya diluncurkan, ratingnya mendekati nol.

Tidak mau menyerah, ia mencuri daftar keluarga yang terikat kontrak dengan Perusahaan Rating Terkemuka (diperankan oleh NMRI). Lantas ia memanipulasi agar sebagian besar keluarga bersangkutan pergi keluar kota. Para bawahannya (diperankan oleh para tokoh pendukung) kemudian menyusup ke rumah-rumah yang kosong, dan memasang TV pada saat penayangan acara sitkomnya. Hal ini berlangsung untuk beberapa lama. Dan dengan sendirinya, rating acara tersebut melonjak drastis.

Pemirsa TV mulai menyadari keberadaan acara tersebut. Vic menjadi terkenal dan mendapatkan banyak liputan media. Sebagai puncaknya, seri tersebut mendapatkan nominasi dalam penghargaan acara-acara TV (diperankan oleh Emmy).



PERINGATAN! SPOILER!
Jangan membaca paragraf berikut jika Anda tidak ingin mengetahui akhir ceritanya.




Klimaks film terjadi saat manipulasi Vic DeSalvo terungkap. Polisi menangkapnya tepat saat pengumuman penghargaan, yang ternyata jatuh ke tangan Vic.



AKHIR PERINGATAN
Di bawah ini sudah bebas untuk kembali membaca. (Oh ya, ngomong-ngomong, penghargaannya jatuh ke tangan Vic bersamaan saat ia diborgol polisi.)





Film itu dengan cantik mempertanyakan sistem rating sebagai salah satu kekuatan yang mempengaruhi opini masyarakat. Terutama kini, saat orang-orang lebih awas akan informasi dan tren terbaru. Apakah opini publik yang mempengaruhi rating, atau rating yang mempengaruhi opini publik?

Itu contoh pengaruh hype. Dan berlaku pada industri lain. Apakah buku seperti Supernova atau Jakarta Underground menjadi bestseller hingga populer? Atau karena populer sehingga menjadi bestseller? Apakah sinetron memang tayangan yang digemari penonton Indonesia? Atau sinetron banyak tertonton karena produser menggunakan rating sebagai dasar untuk membanjiri saluran TV dengan tayangan serupa (sehingga minim alternatif)?

Ini lebih dari sekedar debat telur atau ayam. Kita bisa saja tidak peduli mana yang lebih dahulu: telur atau ayam? Tidak akan ada pengaruh sama sekali ke kehidupan kita. Tapi keengganan untuk mempertanyakan hype, akan semakin menjerumuskan kita ke dalam jerat ”The Ratings Game.”

Thursday, January 18, 2007

Hati-hati: Terapi Minum 1,5 Liter Air Sekaligus

Anda mungkin pernah mendapat kiriman mail dari teman, kenalan, atau rekan kantor tentang terapi minum air. Satu setengah liter sekaligus! Atau kira-kira enam gelas. Mail tersebut akan menyarankan Anda untuk melakukannya dua kali: di pagi hari dan di malam hari.

Bahkan Kompas pun memuat artikel tentang terapi air ini;

Pagi hari ketika baru bangun tidur (bahkan tanpa gosok gigi terlebih dahulu) minumlah 1,5 liter air, yaitu lima sampai enam gelas. Lebih baik airnya ditakar dahulu sebanyak 1,5 liter. Ketahuilah bahwa nenek moyang orang India menamakan terapi ini sebagai usha paana chikitsa.
Namun ada satu hal yang luput diingatkan Kompas atau mail-mail tersebut: terlalu banyak minum air dapat membunuh kita, jika sampai terjadi keracunan air (water intoxication).

Pada bulan Maret 2005, empat orang mahasiswa tanpa sengaja membunuh seorang mahasiswa lainnya karena memaksanya minum air terlalu banyak. Mereka melakukannya untuk memelonco sang korban, tanpa sadar bahwa itu akan mengakibatkan kematian.

Pada tanggal 12 Januari 2007, seorang wanita meninggal dalam kontes minum air sebanyak-banyaknya demi memperebutkan konsol Wii.

Apakah yang sebenarnya terjadi? Asupan air mendadak yang terlalu banyak akan mengurangi kandungan sodium. Dan ini bisa mengakibatkan beberapa organ, terutama otak, membengkak. Yang ditekankan dalam berbagai artikel keracunan air: penyebabnya bukanlah semata-mata total air yang diminum, tapi seberapa cepat kita meminumnya. Dengan kata lain, minum air 1,5 liter sekaligus itu sangat berpeluang untuk menyebabkan keracunan air.

Artikel Kompas menulis:
Pada awal, mungkin terasa sulit minum 1,5 liter air sekaligus. Namun, lambat laun akan terbiasa.
Jika lambung Anda sudah terasa penuh, berhenti saja. Saya sendiri pernah melakukan terapi air ini. Saat pertama kali melakukannya, kepala saya pusing. Dan tubuh jadi enggan untuk digerakkan. Untungnya, saya tidak apa-apa. Dan selanjutnya memang jadi lebih terbiasa.

Karena menurut artikel ini, kepala pusing dan kemalasan mendadak adalah salah dua gejala menuju keracunan air. Kita perlu waspada, terutama saat berwisata ke daerah yang panas. Karena bisa jadi, kita minum terlalu banyak tanpa sadar.

Ini juga yang umum terjadi pada para pelari maraton. Karena terlalu banyak berkeringat, mereka bisa terkena keracunan air jika hanya minum air. Kandungan sodium di tubuh jadi larut dan berkurang drastis. Hal ini bisa dihindari dengan menenggak minuman isotonik atau sejenisnya yang mengandung elektrolit (terutama sodium).

Air memang menyehatkan. Namun, apa pun yang berlebihan akan berakibat buruk. Apalagi kalau kita salah memilih air minum. (Tapi ini pembicaraan berbeda untuk lain kali.)