Thursday, April 19, 2007

Tips Menjadi Orang yang Lucu?

Hardono sempat menitip, "Tolong tulis tips menjadi orang yang lucu dong." Titipan ini tidak bisa segera saya tuliskan karena saya sendiri bingung. Saya bukan orang yang lucu. Dalam banyak situasi, saya memang membuat orang lain tertawa. Tapi saya tidak menganggap diri saya orang yang lucu.

Contohnya, saya selalu bingung kalau ada yang tiba-tiba nodong, "Bikin aku ketawa, dong."

Berhubung tidak punya gas N20 , saya biasanya menyerah. Dalam hati sih saya merasa beruntung "hanya" jadi komedian. Coba kalau saya seorang penjinak bom. Saya akan panik setiap ada yang mendekat. Takut tiba-tiba ditodong, "Jinakkin granat ini dong."

Di luar panggung, bisa dibilang komedian adalah orang biasa. Para komedian yang piawai bisa menjadikan tempat apa pun sebagai panggung. Karena itu, setiap ditodong wawancara atau bincang-bincang, mereka bisa menyampaikan pendapat yang jelas sekaligus menghibur.

Saya sendiri belum sampai tahap itu. Untuk suatu penampilan, saya perlu menyiapkan skrip dan materi humor, kemudian melatihnya berkali-kali. Puncak peluncuran buku "Bertanya atau Mati!" yang heboh merupakan hasil latihan berulang-ulang dengan kru Comedy House. Konsep kami adalah "peluncuran buku dalam arti harfiah". Kami akan benar-benar meluncurkan sebuah buku dengan katapel, dengan sasarannya adalah kain di panggung. Pada percobaan pertama, peluncuran ini akan gagal. Buku akan terlontar sembarangan ke lantai. Semua kru tampak kaget. Ketika hadirin mulai merasa tidak enak, sang MC akan memotong dengan mengatakan bahwa adegan ini akan diulang. Dan agar tingkat kesulitan lebih tinggi, dilakukan dalam gerak lambat (slow motion).

Ketika saya harus memperagakan adegan gerak lambat bersama para kru, kami sudah siap bahwa ketika ketapel dilepaskan, seseorang akan muncul dari bawah dan membawa buku seakan-akan meluncur. Seiring musik aksi tempo lambat diputar, saya akan berlari ke samping, mengambil arah memutar. Kami sudah tahu, bahwa pada langkah kesepuluh, pembawa baki akan muncul. Saya akan pura-pura kaget, menghindarinya tipis, lantas berlari ke panggung. Di situ, saya harus berkoordinasi dengan dua orang pemegang kain, sehingga kaki saling membelit, tangan ke mana-mana, selagi buku yang terlempar semakin mendekat. Pada detik-detik terakhir, kami bisa berputar, meliuk, dan melepaskan diri sehingga dalam posisi yang benar dan menangkap buku dengan kain putih. Pas di saat itu, gerakan kembali normal dan musik berubah.

Materi kuat, akting meyakinkan, dan permainan waktu yang akurat. Tiga elemen itulah yang membuat suatu penampilan komedi bisa berhasil.

Namun, saya ingat bahwa dulu juga saya mengagumi beberapa teman sekolah yang menurut saya lucu. Padahal mereka bukan komedian. Mereka hanya melakukan dua hal:

  1. Menikmati humor secara positif

  2. Membaginya kepada orang lain (tanpa pamrih)

Saat menimpali ucapan orang lain, teman sekolah saya ini tidak bermaksud melucu. Ia hanya menyampaikan apa yang ia anggap lucu. Dan tertawanya begitu renyah sehingga menular kepada orang-orang di sekitarnya. Kalau ia mendekati orang-orang yang berkumpul, seketika terbentuk lingkaran. Dia memang tidak berdiri di tengah. Sama-sama di pinggir seperti orang lain. Tapi kumpulan yang tadinya statik jadi hidup.

Yang tadinya membahas kekesalan karena ujian susah malah jadi menertawakan kebodohan diri masing-masing dalam menjawab soal. Yang tadinya mengumpat-umpat cewek jadi menertawakan cara-cara cowok mencari perhatian lawan jenis.

Kalau memang ini yang disebut dengan "orang yang lucu", lakukanlah seperti apa yang teman saya lakukan. Nikmatilah humor. Lihatlah dunia dengan pandangan humor positif. Lantas berbagilah kepada orang lain.

6 comments:

PenuhSesak said...

Hmm...Kalo ada orang yang berusaha melucu dan tidak lucu itu baru lucu... Jadi kita bisa mentertawakan diri sendiri karena melucu hal yang tidak lucu, dan membuat orang lain tertawa karena menganggap itu lucu...
Hihihihi....
Thanks... Isi blognya bagus...

Anonymous said...

=)

Tapi saya punya teman yang sering bikin one-liner yang bikin kita pada ngakak....

Memang perlu banyak latihan kayaknya Mas ... temen aku itu udah dapet gelar "jayus", padahal I think he's really funny =)

Anonymous said...

Makasih penuhsesak. Ngomong-ngomong, blognya humor juga, ya? Namanya penuhsesak.blogspot.com, tapi waktu aku kunjungi, isinya kosong.

Hehe, teman seperti itu biasanya ada di tiap kelompok, Hardono. Tapi yang perlu ditekankan mungkin satu: situasi. Dia nggak sembarang one-liner terus-terusan. Tapi tergantung situasi juga. Kadang one-liner pun perlu ada situasi yang pas baru lucu.

Nah, masalah "jayus" itu beda lagi. Banyak orang kita yang nggak bisa menghargai kepintaran orang lain untuk membuat mereka tertawa. Dengan mengakui bahwa orang lain "lucu", mereka takut merasa inferior. Jadi ada orang yang menyebutnya "jayus", padahal mereka ketawa juga.

Gita Pratama said...

maksain lucu bukannya jadi jayus alias garing ya bung??

tapi tips ini ditulis dengan tingkat humor yang tinggi perlu kecerdasan sepertinya.

apa akunya yang lemot ya??

jadi takut ketawa.
hehehehehehe...

Anonymous said...

Lebih tepatnya, maksain lucu ya jadi nggak lucu, gita. "Jayus" dan "garing" itu kan istilah yang kadang terlalu diumbar. Dan tidak tepat. Sering sekali saya lihat orang yang padahal ikut tergelak, tetap saja bilang, "Garing ah!" Hanya karena mereka nggak mau mengakui bahwa yang mereka tertawakan itu lucu.

Hah? Kecerdasan tinggi gimana pula? Takut tertawa? Walah, ada juga ya? Heheh.

Unknown said...

mas Isman kan lucu ya,kok bisa kalah di suci kompas tv sih??

gimana kepalanya masih botak mas?