Tuesday, July 24, 2007

Bertapa Kala Menyusun Naskah?

Dalam kehidupan penulis aktif, frekuensi interaksi sosial sering kali berbanding terbalik dengan produktivitas berkarya. Padahal sebenarnya tidak mutlak begitu. Umumnya, para penulis enggan lepas dari naskah karena usaha bersosialisasi yang sering kali malah kontraproduktif. Teman-teman yang kurang paham, masukan yang malah melemahkan semangat, maupun jalur percakapan yang membuat kita merasa asing; ini baru tiga contoh tipe interaksi yang membuat kita lebih memilih mengunci diri di ruang kerja.

Perhatikan saja; ketika seorang penulis mengeluhkan kemandekan penulisan naskah ke temannya, reaksi yang ada biasanya:


  • Sekadar menyemangati
    Lebih gawat lagi kalau dengan cara yang salah seperti, "Jangan gitu dong! Yang semangat!" Seakan-akan suasana hati itu tidak boleh turun sama sekali.

  • Malah menunjukkan kekaguman, "Wah, produktif amat, ya?"
    Padahal ini tidak membantu. Malah memberikan rasa kepuasan palsu pada kita. Puas, karena kita merasa senang dianggap produktif. Terasa ada prestasi (sense of accomplishment). Tapi palsu, karena pada kenyataannya: naskah tetap mandek selama tidak kita teruskan.

  • Overkritik tidak membantu.
    Contoh: "Makanya, seharusnya kau pakailah teknik penulisan si Stephen King itu. Jangan cuman hantam kromo dong. Dia produktif banget tuh."
    (Bagi yang tidak mengerti, tidak ada gunanya menyuruh penulis untuk seperti orang ini atau seperti orang itu. Itu sama saja seperti kita protes ke masinis kereta, "Mas, pakai teknik nyetir mobil dong. Mobil kan beloknya bisa bebas tuh.")

Karena itu, saya biasanya menganjurkan kepada penulis yang sedang menyusun naskah agar tidak meminta masukan secara sembarang. Lebih baik dia hanya bertanya kepada Sang Editor.

Sang Editor adalah seseorang yang bisa mendukung kita untuk terus menulis dan membuat kita semakin matang. Jangan salah, Sang Editor ini biasanya bukanlah benar-benar editor. Berbeda-beda bagi tiap penulis, tidak jarang Sang Editor bagi seorang penulis berganti seiring waktu.

Sang Editor saya pada tahun 1999-2001 adalah seorang atasan yang sama sekali tidak berlatar belakang industri perbukuan. Ia hanyalah seorang pelahap bacaan dan humor Amerika yang hebat. Dia bisa membaca artikel humor (800 kata) saya dan dalam lima menit menunjukkan tiga hal yang bisa membuatnya lebih lucu dan mengena. Tanpa diminta, dia memberikan saya bacaan-bacaan yang membuka wawasan saya tentang menulis. Dia bahkan membuat saya menyadari bahwa kehadiran (maupun kekurangan) satu koma bisa menghancurkan punchline. Dia membuat saya awas tentang kehebatan pewaktuan (timing). Semua wawasan yang mungkin perlu dipelajari menulis humor selama bertahun-tahun, saya sadari hanya dari beberapa kali interaksi bersamanya.

Di sini mungkin ada yang berkomentar, "Jadi penulis hanya bisa ngobrol dengan Sang Editor? Sedih amat!" Santai saja. Karena macam rekan interaksi sosial yang dibutuhkan penulis lebih dari itu. Masih ada:

  • Teman Penggagas (Idea Buddy), merupakan satu atau banyak yang dapat bersama-sama membebaskan kritik-diri dan memunculkan ide tanpa kekangan. Teater Teks Improv adalah salah satu contoh.

  • Teman Penyemangat (Cheerleader), merupakan satu atau banyak orang yang saling mendukung dalam membentuk dan melontarkan opini individu. Satu hal mengenai penulis: kita selalu punya pendapat mengenai apa pun. Namun, lebih sering kita menyimpannya untuk diri sendiri. Dan hanya mau mengeluarkannya setelah matang dalam bentuk tulisan. Penulis juga memiliki satu kecenderungan tidak ingin dinilai melalui pendapat (atau tulisan) yang "belum matang". Padahal suatu tulisan menjadi matang melalui proses tukar-balik pendapat. Di sini, pendapat apa pun didukung untuk dilontarkan. Tidak ada penyanggahan. Urun pendapat pun hanya yang bersifat penyetujuan atau dukungan. Jangan salah, penyemangatan ini pun tidak asal-asalan. Penyemangat yang baik akan memberitahu bagian apa yang ia suka dari suatu karya. Dan mengapa ia menyukainya.

  • Teman Debat/Penggodok Ide, merupakan satu atau banyak orang yang bersedia mendiskusikan gagasan kita secara gamblang. Diskusi ini adalah interaksi yang relatif lebih "brutal" daripada bersama Teman Penyemangat. Terapi yang baik bagi mereka yang mulai menderita delusi bahwa tulisannya selalu matang, bahkan jika dikerjakan asal. (Apalagi kalau terlalu lama dikelilingi Teman Penyemangat.)

  • Pensieve, diambil dari istilah ciptaan J.K. Rowling, merupakan seseorang yang membuat kita merasa aman untuk melepaskan semua unek-unek yang kita pendam selama proses penulisan. Tiada rasa takut untuk salah dimengerti. Tak akan ada perasaan prestasi palsu.

  • Teman Nongkrong (Drinking Buddy), merupakan seseorang yang bisa menemani kita di saat-saat penat, dan membuat kita merasa santai. Berbeda dengan Pensieve, interaksi kita dengan Teman Nongkrong biasanya tidak butuh banyak bicara. Yang penting adalah kehadiran dan perasaan dipahami.

Tentu saja, masih ada rekan interaksi lain. Yang penting: kenalilah kebutuhan interaksi kita. Dan temukan rekan interaksi yang sesuai. Ini akan menghindarkan kita dari kejeraan untuk bersosialisasi.

2 comments:

Anonymous said...

satu lagi mas, teman pecoba, yang dikasih naskah raw, trus suruh baca.. biasanya reaksi yang paling sering keluar hanya "bagus!"

Isman H. Suryaman said...

Nggak apa-apa lah, Bodh. Almarhum Pak Tino Sidin kan perlu penerus.