Wednesday, February 27, 2008

Menulis Adalah Kung Fu

Dalam serial komik Kenji karya Ryuchi Matsuda & Yoshihide Fujiwara (di Indonesia diterbitkan oleh Elex Media Komputindo), sang tokoh utama mempelajari kungfu Delapan Mata Angin. Namun, dalam perjuangannya dalam mendalami ilmu ini, ia mempelajari kungfu gaya lain, dari Tai Chi hingga Kungfu Enam Kehendak.

Saat mengetahui kelemahannya dalam tinju, misalnya, ia mengikuti sasana tinju dan mempelajari kungfu yang berfokus pada pukulan. Namun, ia tidaklah berganti aliran. Ia menggunakan pengetahuan dan teknik baru yang bisa menguatkan kungfu Delapan Mata Anginnya. Sementara yang tidak, ia sisihkan.

Hal ini serupa dengan menulis. Pada satu saat, seorang penulis akan mendapatkan "aliran" menulisnya yang akan ia dalami. Namun, dalam proses pembelajaran, kita perlu mencoba dan mempraktikkan "gaya-gaya" menulis lainnya untuk mendapatkan suatu pencerahan, menambal kekurangan yang kita miliki.

Pada akhirnya, suatu gaya khas penulis akan muncul dari pengalaman seseorang bereksperimen dan berpraktik.

Mari berlatih menulis ala kung fu!

a. Ingin mempelajari cara membuat judul yang menarik?
Bisa dengan berlatih menjadi copywriter atau caption-writer. Ambillah foto secara acak, lantas berikan teks singkat yang membuat situasi fotonya menjadi jelas. Atau beri balon dialog sehingga menjadi lucu. Ini latihan berpikir multisituasi. Satu foto bisa menjadi bermacam-macam konteks adegan dengan pemberian teks yang berbeda. Dengan begitu, kita dapat mempelajari pencarian berjuta jalan menuju terbentuknya satu kalimat.

b. Ingin membuat kalimat yang efektif?
Bisa dengan berlatih menulis flash fiction atau berlatih menjadi editor. Kuasai pola pikir memanfaatkan suatu batasan ketat menjadi keunggulan dalam bercerita. Dan jalani disiplin untuk menyisihkan kata-kata yang berlebihan.



Editor siap memotong kata (atau menyabet mereka yang masih menulis "disamping" atau "di denda")


c. Ingin membuat dialog yang efektif dan menarik?
Cobalah membuat atau mempelajari skrip komedi situasi. Carilah pencerahan menuju dialog yang dapat menuntun pembaca/pendengar menyelami karakter yang berbeda. Temukan juga cara untuk membuat dialog menjadi sesuatu yang menarik dan penting bagi cerita, bukan sekadar penambah jumlah halaman.

d. Apakah tulisan anda terlalu "telling"?
Cobalah menulis skenario film aksi atau membuat (skrip) komik. Pelajari kunci bercerita secara visual, sehingga dapat menangkap inti dari pakem "Show, don't tell".

e. Bagaimana melatih kedisiplinan menulis?
Cobalah membuat blog (boleh untuk pribadi saja, tidak disebar ke umum) yang di keterangannya ditegaskan: "…akan diisi setiap hari". Atau cobalah membuat skrip/storyboard komik strip harian. Biasakan diri agar dapat secara alamiah menemukan waktu menulis setiap hari.

Ini hanyalah sebagian contoh. Temukan cara-cara kita sendiri untuk menguatkan kemampuan diri.

Jangan percaya dubbing film kungfu lawas. "Your kung fu is verrrry good. Teach me Master!"
adalah pola pikir yang salah.

Inti kung fu adalah pengenalan diri. Dan batas diri. Kemudian melampauinya.

Tidak ada yang bisa mengajarkan itu.

Jalanilah sendiri. Sama seperti naik sepeda. Kalau belum pernah naik ke sadel dan mengayuh, berhentilah mencari tahu teknik. Coba terus. Kalau sudah bersepeda ke mana-mana, baru ngobrollah dengan pengendara sepeda lain.

Sebelum itu, diam. Dan berkeringatlah.


Mengapa ini penting?
Jika hanya berkutat pada tempurung kita, bukannya itu kontradiksi dengan istilah "penulisan kreatif"? Dengan mencoba berbagai hal baru, kita memperluas zona kenyamanan kita. Secara ajaib, dengan banyak mempelajari hal baru dengan sungguh-sungguh, keahlian dasar kita malah makin kuat, bukannya makin kabur.


Perkecualian
Jika Anda belum mengetahui tipe penulis seperti apakah Anda, atau apa tujuan Anda dalam menulis, lebih baik jangan dulu lakukan ini. Karena bisa jadi Anda malah terjebak sekadar melakukannya karena iseng. Alih-alih mendapatkan pembelajaran, nanti malah jadi bingung.

5 comments:

Anonymous said...

setelah menjalani semua itu,
perlu ngga? ada semacam 'ujian' dari orang lain, untuk menentukan kita 'lulus' apa engga.

Anonymous said...

Thanks for the tip.
BTW gw doyan banget Kenji tuh. Gw sampe bela-belain versi lengkapnya dua tahun yang lalu.

Isman H. Suryaman said...

Tergantung jalannya, Son. Kalau penulis profesional, tentunya kita perlu masukan dari yang lain. Namun, sebenarnya tetap kok. Nggak ada lulus atau ujian. Karena intinya tetap pengenalan diri dan pendobrakan batas diri.

Masukan dari pembaca adalah bantuan untuk itu.

Sama-sama roi. Iya, aku juga doyan tuh. Dapat versi lengkapnya di mana roi? Aku masih kurang beberapa nomor, euy. Itu juga udah berburu di obralan sering-sering.

Anonymous said...

Thanks atas tulisannya yang memberi pencerahan. Saya sendiri memang berminat dalam kegiatan tulis menulis tetapi baru dalam taraf menulis untuk kesenangan pribadi. Sayang jika ada momen-momen spesial di hidup saya yang terlewatkan tanpa ditulis. Namun, temen-temen saya bilang klo tulisan saya terlalu "telling" ... sebenarnya pengin bisa membuat tulisan yang bisa "showing without telling" tetapi belum berhasil juga. Tapi saya sendiri juga masih bingung tentang tipe penulis seperti apakah saya. Gimana caranya supaya bisa mengetahui tipe penulisan saya? Bisakah dibantu?

Isman H. Suryaman said...

Coba mulai dengan mengenali identitas kepenulisan Alia sebenarnya apa.

http://bertanyaataumati.blogspot.com/2008/02/ngobrol-soal-identitas-kepenulisan.html

Intinya, apa yang sebenarnya ingin Alia sampaikan dan cara apa yang paling Alia sukai dalam menyampaikannya. Itu akan menentukan tipe penulis seperti apa Alia. Dan ini harus Alia sendiri yang menjawab. Tidak bisa orang lain.