Thursday, February 19, 2009

Rumah Sakit, Sumber Tawa #3

Setelah selesai operasi, saya dan Donna hanya bisa menunggu di kamar dengan bingung. Mengapa? Karena dokter bedah tulangnya sudah keburu mengurus operasi lain, tidak sempat ketemu.

Selama sehari semalam, kami terus dihantui pertanyaan yang tak terjawab. Ini harus dirawat sampai kapan? Terus pengobatan selanjutnya bagaimana? Yang lebih penting lagi: hasil operasinya gimana sih? Beres? Atau jangan-jangan cuman buka tangan terus nengok, "Wah, bener-bener patah, nih. Kirain bercanda. Oke, teman-teman! Jahit lagi!"

Kami pun bertanya pada beberapa perawat, "Dokternya bakal berkunjung kapan, sih, Suster?"

Dengan menakjubkan, jawaban mereka seragam, "Oh, nggak tentu, Pak/Bu. Bisa pagi, siang, sore, atau larut malam. Tergantung yang membutuhkan sih."

Saya dan Donna hanya bisa bertanya dalam hati; ini dokter atau superhero, sih? Dan "larut malam"? Saya nggak yakin Donna mau tirai biliknya tiba-tiba disingkap pada jam dua dini hari oleh dokter yang berseru lantang, "Ada yang butuh bantuan?"

Dia pasti akan berseru balik, "Saya butuhnya ISTIRAHAAAT!"

Untunglah tirai tersebut tiba-tiba disingkap sang dokter pada sore hari Rabu (18 Februari) sehingga masih kami sambut dengan suka cita. "Oke," ujar sang dokter. "Kita lihat hasil foto dan tes pada hari Kamis. Kalau sudah bagus, Jumat bisa pulang."

Saya dan Donna saling memandang senang. Akhirnya, kepastian! Saya bertanya, "Kamis jam berap--?" Dan kami sadar dokternya sudah keluar ruangan. Untunglah masih ada perawat. "Suster, Kamis besok dokternya bakal periksa hasil tes jam berapa?"

Susternya menjawab tanpa ragu, "Bisa pagi, siang, sore, atau larut malam."

Deja vu.

3 comments:

Credo said...

"Oke, teman-teman! Jahit lagi!" --> membayangkan ini dan akhirnya ngakak setengah mati =)) =)) =))

Unknown said...

Buset... Serasa di dunia Stepford Wives...

Isman H. Suryaman said...

Masih untung nggak pada ninggalin inisial di tulangnya, Ndi, "Dr. Who was here."

Eh, di bagian mananya ya, Nisa?