Pembalap F1, Toilet, dan Kaleng Coca-Cola
X-Trans. Itu adalah perhentian pertama saya dan Yudi pada hari Sabtu, 27 Oktober 2007, jam enam pagi, sebelum menuju Pesta Blogger 2007. Kami memutuskan naik shuttle service karena jika kami mengemudi mobil sendiri, kemungkinan besar kami akan datang terlambat satu jam... di Ciamis. Bukan salah Yudi, tentunya. Sebagai navigator, dia cukup tahu jalur mana yang harus diambil. Walau kadang-kadang terlambat.
"Itu harusnya belok kiri, Man," tunjuk Yudi ke belakang.
"Terima kasih banyak, Yud," jawab saya. "Lain kali, tolong setengah menit lebih cepat, ya?"
Namun, seperti yang saya bilang, itu bukan salah dia. Kalaupun tepat waktu, saya yakin tidak akan beres juga. Karena saya sering kesulitan menentukan mana kanan dan kiri. Konon ini salah satu kutukan orang Sunda. Entah juga. Tapi yang jelas, saat saya kuliah, pernah kami berangkat dalam mobil seorang teman bernama Dindin. Navigatornya adalah Wiro. Dindin orang Sunda asli. Sementara Wiro sudah cukup lama di Bandung sampai tidak bisa dibedakan lagi aslinya apa.
Kami sedang mencari jalan Badak Singa. Pada satu perempatan, Wiro memberi isyarat, "Di sini belok kiri, Din."
Dindin pun belok ke kanan. Dan benar saja, di situ terpampang, "Jalan Badak Singa".
Saya tidak yakin Yudi dan saya punya hubungan batin sekuat itu. Jadi kami memutuskan menggunakan jasa X-Trans saja.
Mengapa X-Trans? Jelas bukan karena kenyamanan. Kursi mobil Preggio mereka sudah dirancang ulang oleh makhluk luar angkasa, yang sepertinya memiliki tinggi badan satu meter, berat tiga puluh kilogram, dan leher sepanjang setengah meter. Saya curiga lama-lama X-Trans akan bekerja sama dengan panti pijat.
Tidak. Kami memilihnya karena titik keberangkatannya dekat (di Cihampelas). Dan tujuannya juga dekat Grand Indonesia (di Blora).
Acara Pesta Blogger sendiri direncanakan akan mulai jam setengah sebelas. Dengan berangkat jam enam pagi, kami berharap tiba pukul setengah sepuluh. Cukuplah untuk santai terlebih dahulu.
Ternyata kami salah. Mobil mencapai ruas jalan Thamrin pada jam 7:37. Satu setengah jam! Jangan-jangan menyupir shuttle service ini hanya pekerjaan sampingan. Bisa jadi sang supir sebenarnya pembalap F1.
Akhirnya, saya dan Yudi memecahkan dua rekor pribadi sekaligus hari itu. Perjalanan tercepat, Bandung-Blora (140-an kilometer): 1,5 jam. Dan perjalanan terlambat, Blora-Grand Indonesia (1 kilometer): 1,2 jam. Kami pun tiba di Grand Indonesia sekitar jam 10 kurang dua puluh menit.
Dengan lega, kami langsung menuju tujuan kami: toilet. Yang ternyata tak bisa dibuka. "Toiletnya baru buka jam sepuluh, Mas," ujar seorang petugas kebersihan.
"Jadi, Mas sebelum ini buang air di mana?" tanya saya.
Dia hanya tersenyum, sambil menunduk ke arah ember berisi air yang ia pakai untuk mengepel.
Oke, lebih baik jangan tanya. Ya sudah, saya dan Yudi pun memutuskan naik ke tingkat delapan, dengan menaiki lift--yang tidak bisa dibuka juga.
Seorang petugas kebersihan berkata, "Liftnya--"
"Baru buka jam sepuluh?" potong saya.
Alisnya mengangkat, "Lho, kok tahu?"
"Mas juga..." saya melirik ke arah embernya.
Dia hanya tersenyum.
Kami pun naik escalator. Sambil menghindari bagian lantai yang basah. Akhirnya, kami sampai ke lokasi. Dan bertemu Ira Lathief yang dengan tenang berkata, "Iya, tadi aku naik lift."
"Lho, tadi belum jalan."
"Udah kok."
Saya hanya berpandangan sebal dengan Yudi. Untunglah toilet di Blitz Megaplex sudah buka, sehingga kami tidak perlu menghadap ke meja pendaftaran sambil menari-nari di tempat. Dan kami pun jadinya sempat berfoto-foto selagi sepi.
Teringat bahwa tempat mungkin terbatas, kami pun mendaftar.
"Sudah ada entry code?" tanya panitia pendaftaran.
"Sudah," angguk saya dan Yudi, bersiap-siap mengetikkan kode tersebut... namun, kok nggak ada komputer, ya?
Lantas sang panitia hanya membuka lembaran kertas, "Namanya siapa?" Ia mencari-cari. "Isman?" Masih mencari-cari, "Oh, ini." Ia lantas menggarisnya dengan stabillo. "Oke, sudah terdaftar."
"Itu saja?" tanya saya takjub. "Nggak harus memasukkan kode seperti yang ditulis di email?"
"Nggak," gelengnya.
Masih takjub, kami bertemu Enda yang langsung tersenyum. "Oh, yang di email? Itu hanya gertakan," candanya.
Tahu begitu, sebenarnya siapa pun bisa masuk. Tinggal mengaku ada entry code. Lantas saat ditanya, "Namanya siapa?" jawablah dengan bergumam, "vldfdlldfbbbldf".
"Siapa?" tanya sang panitia sambil menelusuri daftar.
"Nah, itu dia," tunjuk Anda ke satu nama yang belum digaris.
"Sang panitia mungkin akan menatap curiga, "Vina?"
Dan jika Anda seorang laki-laki, di sinilah kemampuan Anda diuji. Tetaplah tenang. "Ada masalah? Enda juga laki, kan?"
"Ya," ujar sang panitia, "tapi blog Enda tidak bernama 'rahasiawanita.blogspot.com'."
Oke, mungkin ini bukan cara yang bagus juga. Terutama jika kita tipe yang bermaksud berkenalan dengan para blogger maupun komunitas lain. Saya sendiri memang datang ke acara ini dengan tujuan itu. Saking seringnya ngobrol dan salaman, saya malah tidak sempat banyak memfoto. Padahal sudah berat-berat bawa kamera. Bahkan foto bareng Bang Wimar saja sebenarnya diambilkan oleh Rizka.
Isman: "Hanya jika mereka harus berfoto saat menduduki kaleng Coca Cola." (Foto: Rizka)
Saya senang menghadiri acara tersebut. Banyak bertemu orang-orang yang tadinya hanya saya bayangkan melalui ceritanya. Dan bisa jadi untung juga bagi mereka, karena bayangan saya ternyata selalu lebih cacat dari aslinya. Setelah bertemu, ternyata kelakuannya normal-normal saja. Jangan-jangan malah saya yang dianggap lebih cacat aslinya daripada bayangannya. Padahal jelas-jelas tidak; pendiam, tenang, dan serius.
Saking seriusnya, saat kamera menyorot saya dan menampilkan citra di layar lebar bioskop, saya dengan serius menanggapinya... dengan memainkan sandiwara tangan. Judulnya, "Seekor Anjing yang Tidak Bisa Nge-Blog Karena Tidak Bisa Mengetik".
(Catatan pribadi: acara tahun depan bawa boneka tangan.)
Saya sempat bertemu seorang teman yang mewakili blog-nya karena mendapatkan nominasi. Namun, ada satu hal: seharusnya ketiga kontributor blog itu anonim. "Lah, kalau muncul di sini, mau anonim gimana, dong?"
Dia hanya tertawa. "Ya mau gimana, ya, Man?"
Ironisnya, blog dia dan teman-temannya pun menang. Jadi entah masih anonim atau tidak. Selamat ya, F--euh, TemankuYangEntahMasihAnonimAtauTidak!
Tentang apa yang terjadi di acara sih sudah banyak yang meliput. Jadi saya tidak perlu membahasnya. Cukup cari saja tulisan dengan tag pb2007. Bejibun.
Selamat untuk para panitia penyelenggara! Untuk sebagian wakil pemerintah yang menunjukkan bahwa kita masih memiliki sesuatu yang bisa kita banggakan--dan tidak bisa dihakpatenkan negara lain. Dan untuk para blogger yang menunjukkan bahwa satu tetes air mungkin kecil, namun bersama kita bisa jadi air minum botolan yang dijual lebih mahal daripada BB--bukan, maksud saya, menjadi kekuatan yang bukan hanya sekadar menggagas ide, melainkan juga bertindak nyata.
Ajuan tindakan nyata pertama: dobrak pintu toilet!