Arte of Defense: Anak Kecil Juga Bisa?
Buku Arte of Defense ini juga pemberian darinya. Memuat dasar-dasar keahlian rapier, buku ini tadinya belum begitu bermanfaat karena satu-satunya yang menyerupai pedang di rumah hanya sapu ijuk. Setiap kali diayun, debu-debu pun beterbangan. Berhubung tidak ada bagian buku yang membahas, "Bagaimana Menusuk Orang Selagi Bersin", kami memutuskan untuk mencari alternatif lain.
Dan akhirnya, kami berhasil!
Berikutnya, saya membutuhkan lawan. Tentu saja yang diperlukan adalah seseorang dengan kemampuan yang sepadan. Seseorang yang bisa menjadi mitra berlatih yang baik. Seseorang dengan energi meluap-luap tanpa batas.
Teknik di gambar atas ini, misalnya, sekilas lebih pantas dijuduli sebagai, "Menusuk Sambil Mengacaukan Konsentasi dengan Menggunakan Bau Badan". Padahal ini sebenarnya adalah teknik serius.
Ini ditunjukkan dengan ilustrasi lain yang menggambarkan orang yang berdarah-darah dengan tubuh melengkung dan tangan di jidat. Seakan-akan mereka sedang berpikir, "Tahu gini, aku pake pistol aja."
"Gaya" adalah kata kunci dalam buku ini. Seluruh ilustrasi seakan menyiratkan bahwa yang penting adalah gaya. Mulai dari berpakaian, memegang pedang, hingga saat terbunuh. Tidak ada pemain rapier yang mati memalukan. Mereka selalu berdarah-darah dalam keadaan gaya. (Atau berpikir.)
Saya akan mempraktikkan dua gerakan utama untuk menjiwai semangat buku ini.
Sayangnya, kalau hanya berdasarkan buku ini, terlihat sejumlah kelemahan rapier. Pertama, fokus pertarungan rapier adalah satu lawan satu. Kedua, terlalu menekankan pada tusukan. Padahal dalam pertarungan nyata melawan banyak orang, kita akan mati konyol saat menusuk seseorang dan tidak dapat menarik belatinya keluar.
Ahli Pedang #1: Sebentar lagi aku akan menusukmu seperti sate!
CTANG-CTANG!
Ahli Pedang #2: Dengan bumbu kacang?
CTAAAANG!
Ahli Pedang #1: Ya, tambah lontong dan kecap manis. Sedikit acar mentimun juga oke.
CTANGCTANGTANG!
Ahli Pedang #2: Sate Ayam Blora?
CTIINNNNGGG!
Ahli Pedang #1: Lho, iya! Kau juga suka?
TANG!
Ahli Pedang #2: Yang di Pasir Kaliki Bandung? Jelas dong.
Ahli Pedang #1: Kalau gitu kenapa kita berkelahi? Mendingan kita makan-makan!
Ahli Pedang #2: Hayuk! Walau menurutku lebih enak sate kambing Pak Haji di Karang Tengah, Jakarta.
...
Ahli Pedang #1: Matilah kau!
CTANGCTANGTANG!
Tentu saja, buku ini hanya memuat dasar dari permainan anggar. Bisa jadi kelemahan tersebut justru menjadi kekuatan dengan penggunaan dasar teknik yang kuat. Saya tidak akan tahu tanpa melihat langsung ahlinya bertarung melawan pemegang senjata lain (pedang cina, golok silat, tombak, katana, dan lain-lain).
Penekanannya di kata "melihat". Jadi, jika Anda anggota Kelompok Pencinta Rapier, jangan hubungi saya untuk menjadi lawan tanding. Cukup penonton saja. Saya adalah orang yang akan senang jika kemampuan berpedang ditentukan dari siapa yang lebih jago mengejek (seperti digambarkan di game lawas, Monkey Island.)
Atau mengendalikan gamepad PS2.
No comments:
Post a Comment