Solusi Buat Pemerintah Kita
Humas terpusat.
Ya, bayangkanlah sebagai satu orang, yang akan kita sebut sebagai Sang Humas. Orang ini seperti desainer fesyen, minus hiperaktivitas, kegemulaian, dan bahasa gaul. Dan satu-satunya yang ia betulkan adalah ucapan para pejabat kita sebelum mereka bicara ke media.
"Alhamdulillah, hanya dua yang meninggal," ujar Menteri Agama.
"Emmm, lebih baik ubah kata-katanya deh, Pak," tukas Sang Humas.
"Puji syukur hanya dua yang meninggal?" tanya Maftuh.
Sang Humas menggeleng tegas. "Lebih baik hilangkan sekaligus satu kalimat itu."
"Kenapa saya bilang Alhamdulillah? Sebab tadi saya pikir hal ini akan menyebabkan banyak korban," jelas Maftuh.
"Pak," Sang Humas menghela napas. "Gimana kalau diam aja? Pura-pura sakit tenggorok atau--nggak, nggak, jangan pake bahasa isyarat. Iya, percaya deh, jari tengah itu bukan isyarat berduka yang baik."
"Kalau 'Korbannya siapa? Siapa yang dirugikan'?" tanya Kabid Penum Mabes Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko.
"Gimana dengan '...karena faktor letih dan banyaknya informasi yang diterima, jadi suka salah ngomong'?" tanya Menteri Perhubungan, Hatta Rajasa.
"Terserah, lah," tunduk Sang Humas. "Saya nyerah."
5 comments:
fiuh...siyan bener Sang Humas...
di taonn 2020 mungkin sudah diciptakan alat filter yang langsung mengubah ucapan yagn terlontar live ;) yang sudah di humasisasi :D -- tanpa perlu keberadaan si humas
Humasnya perlu stock panadol buayak tu, bakalan puyeng terus.
Cian deh.
Bisa juga, snydez. Atau dalam bentuk alat terapi pavlov portabel. Setiap kali ada pejabat yang mengeluarkan komentar tanpa berpikir dulu, alat yang terpasang di kepala mereka akan otomatis memberikan kejutan listrik.
Si Humas itu pasti tunjangan kesehatan (jiwa)-nya gede, dan selalu over limit penggunaannya tiap tahun ;)
Post a Comment