Monday, August 27, 2007

Jalur Ide Bebas Hambatan

Ada satu lagi hambatan kita untuk segera menangkap dan menuliskan ide. Yakni kebingungan: bagaimana kita memulai? Orang yang kebingungan di sini biasanya mengeluhkan bahwa mereka sudah mencari-cari, tapi terus-menerus hanya menemukan bangkai.

Orang-orang ini biasanya berusaha memecahkan masalah mereka dengan duduk di depan meja dan memeras otak habis-habisan. Melanjutkan analogi saya tentang ide seperti kunang-kunang, tindakan ini seperti mengurung diri di tengah lingkaran api, lantas mempertanyakan kenapa kunang-kunang tidak ada yang datang. Kalaupun ada kunang-kunang yang menerobos dengan semangat banzai, mereka tidak akan dapat melihatnya. Terlalu terang.

Padamkanlah api di sekeliling kita. Atau keluar saja dari lingkaran itu.

Kembali pada penulisan, ini berarti gantilah cara yang menggorok inspirasi sendiri itu. Cobalah kembalikan rasa senang kita akan menulis. Atau berehat saja. Keluar dari ruangan. Cari aktivitas lain di luar menulis. Atau geluti kegiatan menulis bersama teman. Saat kita rileks, tiba-tiba saja kita menyadari banyak ide berseliweran di sekitar kita. Sebenarnya dari tadi mereka ada. Hanya kita yang berubah. Sekarang kita bisa menemukan mereka.

Salah dua hal yang menggorok inspirasi sendiri adalah rutinitas dan pola yang mengalami kejenuhan. Dami Sidharta menuliskan saran Erik Vervroegen, Executive Creative Director TBWA Paris, agar kita tidak terjebak dengan satu gaya penulisan saja.


...jangan terjebak dengan satu gaya beriklan. Biasanya seseorang akan punya gaya favoritnya sendiri, entah itu humor, mendayu-dayu, dll. Biasain untuk mencari dan nyoba gaya yang laen. Demo ad, beautiful ad, highjack ad, in front/behind ad, literal, guerilla, riddles, before/after, visual puns, bermain dengan media, copy heavy, big production, "UFO" ad, print ad filmed, comedy, beautiful story, parody, konseptual, dan masih banyak lagi gaya yang bisa kita coba. Jadi bukan cuma print ad visual puns tanpa copy dengan logo kecil di pojok kanan aja yang bisa disebut iklan.

Memang dia berbicara dalam konteks iklan. Namun, saran ini berlaku untuk penulisan kreatif secara umum.

Tanyakan pada diri sendiri:

  1. Apakah kita terlalu suka pada satu bentuk penceritaan tertentu?
    Apakah kita terus menulis cerpen tanpa pernah mencoba, misalnya, cerber, novela, flash-fiction, memoar, dll?

  2. Apakah kita tidak pernah mencoba menulis karya dengan gaya berbeda?
    Humor, kontemplatif, aliran-kesadaran, horor, thriller, romansa, di-luar-dunia-ini, atau cari sendiri gaya yang berbeda. Humor saja memiliki banyak gaya: satir, humor pengamatan, humor kelam, parodi, pengejekan-diri, atau humor dalam karung (gaya bebas tanpa pola--sehingga kejutan bisa muncul di mana-mana. Salah satu contoh penulis Indonesia yang fasih dalam gaya ini adalah Raditya Dika).

  3. Apakah kita selalu menulis untuk tipe pembaca yang sama?
    Anak-anak, praremaja, remaja, pemuda (young adults), dewasa. Lebih drastis lagi, cobalah menulis untuk kucing Anda. Kira-kira seperti apa bentuknya?

  4. Kalau Anda selama ini menulis prosa, pernahkah menulis puisi? Lirik musik? Haiku? Skrip? Sebaliknya juga berlaku.

  5. Kalau selama ini kita hanya berkutat dengan teks, pernahkah kita mencoba menggabungkannya dengan elemen visual? Pernahkan mencoba membuat caption (teks di bawah foto/gambar)? Copy iklan? Komik? Rangkaian slide presentasi? Suka menonton film asing? Cobalah bikin subtitel sendiri yang membuat ceritanya jadi jauh berbeda. Ubahlah One Litre of Tears jadi film horor, misalnya.


Temukanlah kebiasaan diri kita yang telah menjadi pola. Atau lebih gawat lagi: rutinitas. Dobraklah rutinitas itu. Kembalikan tiap sesi penulisan menjadi jalur ide yang bebas hambatan.

No comments: