Menangkap dan Menggunakan Ide
Satu pertanyaan yang paling sering muncul di korespondensi maupun lokakarya penulisan adalah: bagaimana memunculkan ide? Jawabannya sederhana: kita tidak memunculkan ide. Kita sekadar menangkapnya.
Ide bukanlah sesuatu yang bisa kita munculkan seperti rasa sakit, misalnya. Benturkan kepala ke tembok, sakit pasti muncul (kecuali keburu pingsan). Tapi ide tidak otomatis muncul hanya karena kita melakukan sesuatu.
Bayangkanlah ide seperti kunang-kunang. Kita tidak bisa memunculkan kunang-kunang. Namun, saat ketemu, kita bisa menangkapnya. Menemukan dan menangkap kunang-kunang sangatlah menyenangkan. Lantas kita simpan dalam jaring atau botol kaca. Sepanjang malam pun bisa kita nikmati terus kecantikan serangga ini. Sayangnya, di keesokan hari, kunang-kunang ini akan mati.
Kita tidak bisa memaksa memunculkan ide dengan mengerutkan kening di depan komputer. Justru sebaliknya, ide sering kali bermunculan saat kita sedang melakukan hal lain. Dalam hal ini, ide serupa dengan kunang-kunang. Hanya dua perbedaannya. Pertama, gagasan akan selalu ada di mana-mana, tidak terancam punah akibat dampak lingkungan.
Menemukan kunang-kunang maupun gagasan sangatlah menyenangkan. Semakin banyak, semakin asyik. Pernah jalan-jalan di malam hari dan dikeliling kunang-kunang? Punggung kita akan berdesir. Kaki terasa ringan. Dan kita jadi terpacu untuk menari atau berlari-lari. Saat aliran ide menyerbu kita juga perasaannya seperti itu. Tangan terasa lincah menari-nari menulis. Setiap kata yang kita tuangkan seakan menambah api di hati.
Dan keesokan harinya, ide itu akan mati. Tinggal bangkai-bangkainya yang sama sekali tidak menimbulkan selera berkarya. Karena itu, penting untuk menangkap dan menuliskan ide saat itu juga. Sehingga begitu ide itu mati, kita memiliki catatan yang akan mengingatkan kita pada ide tersebut.
Bawalah catatan dan alat tulis ke mana-mana. Jangan mengandalkan komputer, kecuali dalam bentuk yang dapat kita kantungi dan keluarkan kapan pun (termasuk dalam kamar mandi).
Satu cara yang masih saya gunakan adalah kartu ide. Potong-potonglah kertas HVS kosong seukuran kartu nama. Lantas masukkan kira-kira dua puluh kartu dalam dompet. Keluarkan saat kita menemukan ide, dan catatlah. Lantas masukkan kembali ke dalam dompet. Satu kartu hanya memuat satu ide. Dan berilah kata kunci di atas kartu. Misalnya, "Tokoh", "Konsep Buku", atau "Pencerahan Mendadak yang Muncul Saat Buang Air". Di rumah, kelompokkan kartu-kartu ide tersebut sesuai abjad. Bisa menggunakan boks kartu nama. Atau tempelkan saja satu per satu ke dalam buku kosong.
Dengan begitu, kita bisa mencari ide yang sesuai kebutuhan. Saat butuh karakter tambahan, carilah di bagian "T" untuk "Tokoh" dan gunakan yang sesuai. Saat butuh ide untuk iklan, cari di bagian "I". Butuh ide untuk blog, kembangkanlah dari bagian "Pencerahan". Dan seterusnya.
Gunakanlah konsep pengkatalogan ide sendiri. Kombinasikan dengan peta-pikiran, jika perlu. Karena inilah perbedaan kedua: semakin sering kita menangkap gagasan, mereka akan semakin sering muncul.
Biasakanlah menangkap ide sesegera dan sesering mungkin. Niscaya kita tidak akan kekeringan gagasan. Atau terbelenggu mitos Writer's Block.
No comments:
Post a Comment