Wednesday, January 21, 2009

Bukit Kikis Dan Penikmat Matahari

Hotel yang saya inapi di Bukittinggi bulan November lalu memiliki menara pantau. Dari puncaknya, kita bisa melihat pemandangan elok kota Bukittinggi. Satu hal yang menarik perhatian saya adalah sebuah bukit mungil yang berbentuk seperti croissant setengah dikunyah.


Pertanyaan di benak saya: karena longsor atau memang dikeruk?

Keesokan paginya, rekan saya Adhi Rachdian, seorang penggemar fotografi, mendapatkan jawabannya. Penggemar fotografi di Bukittinggi itu seperti Indiana Jones ditaruh di makam kuno; nggak mungkin bisa berdiam diri. Saat yang lain masih sulit bangun (termasuk saya--bahkan ayam jago pun berkokoknya siang), ia sudah berkeliaran, mencari objek foto.

Selain dari berpapasan dengan banyak anjing pemburu, ia juga menemukan dua orang pria yang sedang mengeruki tanah bukit tersebut.



Kedua pria tersebut rupanya sadar sedang difoto. Mereka mendadak berhenti mengeruk. Dan coba tebak apa yang kemudian mereka lakukan?

a. Memarahi rekan saya.
b. Kabur.

Ya. Jawaban yang benar adalah...



c. Pura-pura tidak melakukan apa-apa.

Seakan-akan mereka berkata, "Pengeruk? Mana? Kami hanya sedang menikmati matahari terbit sambil bersandar pada, euh, tongkat yang terlihat seperti sekop ini."

Kalau saya ikut dan bisa mengobrol dengan mereka, bisa jadi berlanjut dengan komentar, "Uda, matahari kan terbit di sisi yang lain."

"Justru itu," potong pria berbaju putih. "Kalau dilihat langsung kan silau. Paling enak melihat matahari terbit itu dengan membelakanginya!"

"Sambil bersandar ke tongkat yang terlihat seperti sekop, tentunya!" tambah pria satu lagi, sambil mengangguk-angguk.

Khayalan seperti ini yang membuat saya rindu Bukittinggi.


__________________

Foto kedua dan ketiga ditampilkan seizin Adhi Rachdian.