Friday, October 21, 2011

Komtung 101: Mengapa Bicara SARA?

T: "Kenapa stand-up comedian suka banget sih ngomong SARA (Suku, Agama, Ras, Adat)?"

J: Jawaban singkatnya: karena perlu.

Versi panjangnya, kita lihat kembali sejarah komedi atau lawak di Indonesia. Komedi di Indonesia ditekan oleh ancaman, "Jangan bicara SARA!" Tawa menjadi mekanisme kendali. Bagaimana bisa?

Coba aja lihat kondisi dulu (mungkin sekarang juga masih). Kalau ada pelawak melucu di depan pejabat, para bawahannya tidak berani ketawa sampai atasan mereka tertawa. Jadi tawa digunakan sebagai alat kendali: tertawalah hanya pada yang saya (sang atasan) izinkan.

Ini menjadi mekanisme kendali karena dengan begitu, yang ditertawakan adalah yang tidak memiliki kuasa. Atau dalam lingkup sosial, selalu pihak mayoritas menertawakan minoritas. Pihak minoritas bahkan tidak bisa bersuara walau merasakan ketidakadilan.

Dengan sendirinya, ini bisa jadi indikasi: apakah organisasi atau keluarga kita demokratis? Lihat saja dari saat pertunjukan komedi. Kalau semua tertawa lepas tanpa harus saling lirik, berarti demokratis. Kalau masih saling lirik, ada pengendalian pendapat secara internal.

Sebagai format, komedi tunggal (standup comedy) memanfaatkan kebebasan tawa ini. Esensi komedi tunggal adalah penjualan pendapat, via premis yang berbentuk setup. Dan menarik persetujuan penonton melalui punchline. Kalau penonton tertawa, mereka menerima pendapat sang komedian. Kalau tidak, gak akan tertawa. Sesederhana itu.

Lalu, apa hubungannya dengan SARA? Karena komedi tunggal juga berfungsi mengungkapkan kegelisahan seorang comic terhadap hal-hal yang ia hadapi sehari-hari. Memangnya kehidupan kita sehari-hari bisa lepas dari suku, agama, ras, atau adat? Tidak.

SARA adalah bagian keseharian kita yang juga bisa membuat gelisah. Dan kalau ini dipendam, malah berbahaya. Humor justru merupakan cara kita untuk menerima hal-hal yang meresahkan diri, dengan menertawakannya. Istilah yang digunakan Pandji adalah, "Berdamai dengan diri sendiri."

Dan format komedi tunggal terbuka bagi siapa saja. Kalau kita merupakan bagian dari pihak minoritas, justru dengan format komtunglah kita bisa menyuarakan apa saja keresahan kita. Ini yang dilakukan Ernest Prakasa dengan membawa etnis Cinanya sebagai materi. Atau saat kita ingin mempertanyakan suatu hal yang dipraktikkan oleh pihak yang berkuasa/mayoritas. Ini yang diusung Pandji dengan mempertanyakan ormas yang mengaku Islam tapi malah memburukkan nama Islam.

Dalam komedi tunggal, kedudukan (atau tepatnya keberdirian) seorang comic di atas panggung itu sama.

Jadi kenapa bicara SARA? Karena itu bagian dari kehidupan sehari-hari. Dan jika menjadi salah satu sumber keresahan kita sebagai comic, perlu segera disalurkan dalam bentuk humor.


T: "Sejauh mana kita bisa menertawakan SARA?"

J: Tidak ada ukuran yang konstan di sini. Intinya kembali ke esensi komedi tunggal yang saya sebut di atas; kita menjual pendapat atau sikap kita terhadap sesuatu. Penonton yang konvensional tentunya akan lebih sensitif terhadap pembicaraan SARA dibandingkan yang lebih modern atau terbuka. Sikap kita akan lebih sulit diterima jika terlalu drastis di atas batas toleransi mereka.

Suatu materi komedi yang sama bisa menyinggung satu kelompok tapi disukai kelompok lain, walaupun materi tersebut menertawakan kedua-keduanya. Kalau ini yang terjadi, kendalanya mungkin bukan di materi, melainkan penonton. Namun kalau semua orang gak suka, bisa jadi kendalanya di materi.

Kuncinya bisa dari saran Chris Rock dalam acara Talking Funny-nya Ricky Gervais, "Bicaralah mengenai tindakan atau kelakuan mereka, bukan tentang identitas mereka."

UPDATE: Baca juga tulisan Pandji yang menjawab: Kenapa harus SARA?

Saturday, October 15, 2011

Komtung 101: Antara Lawak dan Stand-up Comedy

Sering muncul pertanyaan: "Mengapa membedakan lawak dengan stand-up comedy? Apa karena gengsi?"

Karena memang berbeda dari kedalaman makna. Komedi tunggal (padanan untuk stand-up comedy, atau disingkat komtung) merupakan sebuah format pertunjukan lawak yang memiliki sejumlah konvensi atau pakem tersendiri. Pertanyaan di atas sama dengan, "Kenapa membedakan fiksi dengan novel?"

Novel memang karya fiksi, tapi tidak semua karya fiksi itu novel. Komtung memang pertunjukan lawak. Tapi tidak semua pertunjukan lawak itu komtung. Di Indonesia, sebagai contoh, ada format lawak Mataraman (atau Dagelan Mataram) yang dipopulerkan almarhum Basiyo (meninggal tahun 1984).


Pertanyaan berikut: "Lantas kenapa pelaku komtung disebut comic? Nggak mau disebut pelawak?"

Sekali lagi: comic dan pelawak itu istilah dengan kedalaman makna berbeda. Yang pertama khusus, yang kedua umum. Analoginya seperti novelis dan penulis. Sah saja menyebut seorang novelis sebagai penulis. Namun, tidak semua penulis adalah novelis. Ada juga cerpenis, kolomnis, dan sebagainya.

Jadi silakan menyebut seorang comic sebagai pelawak. Tapi tidak semua pelawak adalah seorang comic. Di sisi lain, istilah lawak sendiri sudah mengalami penyempitan makna karena terlalu sering dikaitkan dengan format yang populer di Indonesia. Jadi, penggunaan istilah pelawak untuk mengacu seorang comic bisa jadi memberikan persepsi yang keliru. Bukannya tidak mau. Hanya berpotensi menyesatkan.


Pertanyaan terakhir: "Kalau begitu, sudah adakah istilah Indonesia untuk menyebut seorang comic atau stand-up comedian?"

Sayangnya, belum. Kalau ada usul, silakan. Salah satu alternatif adalah pengomtung. Tapi istilah itu banyak menerima penolakan, haha. Padahal salah satu syarat diterimanya sebuah istilah baru adalah penggunaannya secara meluas.

Friday, August 12, 2011

#StandUpNite Bandung: Lautan Tawa

Setahun lalu, siapa sangka bahwa acara komedi tunggal (stand up comedy) akan membuat cafe dengan kapasitas 150 dibanjiri lebih dari 250-an orang?


Lebih parah daripada angkot: "Neng, geser Neng! Tujuh-lima! Tujuh-lima!"


@StandUpIndo, sekumpulan orang-orang yang berusaha menggerakkan komedi tunggal agar bisa jadi salah satu bagian utama dari industri hiburan Indonesia, kembali mengadakan acara #StandUpNite. Kali kedua ini di Bandung, tanggal 7 Agustus 2011, jam 8 malam. Bober Cafe menjadi tuan rumah acara.

Sampai jam 7 malam, keramaian cafe masih biasa saja. Masih ada satu atau dua meja yang kosong. Tapi 30 menit kemudian, barisan orang sudah berjejer dari pintu masuk sampai panggung, sehingga lewat pun sulit. Pihak manajemen Bober terpaksa menutup pintu masuk karena tidak mungkin lagi menampung penonton.

Manajemen Bober sendiri sudah memasang layar dan speaker di dua sisi luar cafe agar penonton yang tidak kebagian masuk pun dapat menikmati lawakan para komedian. Sayangnya, kedua layar tidak tersambung. Kemudian masih tersambung ke TV. Jadi audionya komedi tunggal, visualnya pertandingan sepak bola. Plus cafe sebelah ada live music. Terciptalah hiburan yang cocok bagi penonton yang menderita ADD (Attention Deficit Disorder).

Sementara itu, dalam cafe sudah seperti dunia sendiri. Saya sebagai MC memulai acara tepat pada jam 20.00. Dan langsung membuka dengan, "Kita beruntung sekali karena bisa hadir di sini sebagai saksi dua peristiwa bersejarah. Pertama, malam ini adalah acara stand up comedy PERTAMA DI BANDUNG!"

Sambutan penonton langsung menggila.

"Kedua," lanjut saya. "Ini adalah acara pertama yang TEPAT WAKTU DI BANDUNG!"

Keriuhan para penonton Bandung membuktikan kesebalan mereka pada acara yang ngaret. Justru karena itu acara #StandUpNite2 ini sangat menjaga ketepatan waktu. Ada 9 komedian yang akan tampil. Masing-masing mendapat giliran 10 menit, dengan penjagaan waktu yang ketat. Kecuali komedian terakhir, sebagai giliran pamungkas.

Para komedian yang tampil adalah:


Ki-ka (urutan): Reggy Hasibuan (8), Asep Suaji (3), Acho Muhadkly (5), Dwika Putra (6), Raditya Dika (9), Ferdi Riva (7), Mo Sidik (1), Isman H. Suryaman (MC), Jonathan End (4), Tomy Malewa (2)


Mo Sidik, salah satu dari 13 finalis Stand Up Comedy Indonesia KompasTV, langsung hampir merobohkan gedung cafe dengan tawa penonton. Saksikan sendiri video penampilannya.

Alur tawa berlanjut dari komedian ke komedian. Masing-masing membawa materi yang bervariasi, erat dengan latar belakang diri. Seperti Dwika Putra, yang membawa sedikit unsur pendidikan. Acho yang berbicara tentang jomblo dan galau. Jonathan (Joni) yang berbicara tentang bahayanya menyeberang jalan Ganesha. Atau Ferdi Riva yang mengisahkan pengalaman sebagai dokter spesialis mata.

Acara diakhiri oleh Raditya Dika, yang berbicara mengenai anehnya kaum wanita. "Kalau cewek udah ngajak debat, satu-satunya cara ngadepinnya adalah dengan pura-pura mati."

Lautan tawa pun berakhir pada jam 22.03. Namun pesan utama malam itu tetap menyala sampai sekarang: ini baru awal dari berkobarnya komedi tunggal di Indonesia. Mari sama-sama sebarkan!




________________________

Photo credits:

- Foto ke-1 dan ke-3: Desiyanti Wibrata

- Foto ke-2: Primadonna Angela

Friday, July 22, 2011

FTV Laga Indosiar (Versi Lima Menit)

(Kalau pernah menonton FTV yang membuat Anda berpikir, “Kenapa banyak banget orang yang suaranya mirip, ya?” Anda kemungkinan sedang menonton hasil produksi Genta Buana Paramitha. Kalau belum pernah, rangkaian adegan di bawah dapat memberikan gambaran kasarnya.)




RUMAH TOKOH UTAMA - SIANG

TOKOH UTAMA mendekati seorang perempuan yang terbaring di tempat tidur dan terbatuk-batuk.

TOKOH UTAMA:
Ibunda!

IBU:
(batuk-batuk)
Sebentar.
(batuk-batuk)
Kalau Ibu batuk lebih lama
(batuk-batuk)
lagi, waktu tayang Ibu
(batuk-batuk)
jadi lebih lama.
(batuk-batuk).
Ada apa,
(batuk-batuk)
Ananda?

TOKOH UTAMA:
Kayaknya Ananda tokoh utama di film ini!

IBU:
(batuk-batuk)
Tahu dari
(batuk-batuk)
mana?

TOKOH UTAMA:
Suara Ananda disulih suara oleh orang sama yang memerankan semua tokoh utama di FTV laga.

IBU:
Sial. Berarti sebentar lagi Bunda harus meninggal supaya kamu ada alasan merantau.

TOKOH UTAMA:
Jangan lupa batuknya, Bunda.

IBU:
Oh, iya.
(batuk-batuk semakin parah dan mulai mengerang, mengaduh, mengejang.)

Sayangnya usaha sang IBU percuma karena dipotong iklan.


JALANAN - SIANG

TOKOH UTAMA berduka kehilangan ibunya dengan cara seperti orang pada umumnya... mengendarai motor sambil berbicara pada dirinya sendiri.

TOKOH UTAMA:
Mengapa Ibunda harus meninggalkan Ananda seperti ini? Mengapa Cibubur tidak ada spot makam jadi tidak bisa ada adegan pemakaman? Mengapa--

Tiba-tiba ia diserang oleh EFEK KOMPUTER BERBENTUK KELELAWAR RAKSASA.

SFX: Suara lengkingan KELELAWAR RAKSASA, yang rupanya terdengar seperti kelinci dicekik.

Sebagai orang pada umumnya, TOKOH UTAMA kaget, memberhentikan motornya di pinggir jalan, memasang standar, mengunci motor dengan kunci ganda, menaruh helm, lalu mengguling ke tanah.

Dalam sekejap, TOKOH UTAMA sudah berpindah ke lapangan rumput.


LAPANGAN RUMPUT - SIANG

Lantas, kembali layaknya orang pada umumnya yang diserang oleh makhluk raksasa, sang TOKOH UTAMA merespons serangan itu dengan mengadakan sesi tanya jawab.

TOKOH UTAMA:
Kamu siapa! Mengapa menyerangku? A/S/L please!

KELELAWAR RAKSASA hanya terus menyerang dengan cara terbang kanan dan kiri, disesuaikan dengan arah gulingan TOKOH UTAMA.

TOKOH UTAMA, balas memukul dan menendang berputar karena ia yakin, KELELAWAR RAKSASA akan turun tepat saat ia memukul.

KELELAWAR yang terhantam melengking dan terpelanting, berubah menjadi tokoh PEREMPUAN JAHAT bermake-up tebal dan beralis tajam.

PEREMPUAN JAHAT:
(sambil menggerak-gerakkan tangan di samping)
Kurang ajarss. Beraninya kau memukulkuss.

TOKOH UTAMA:
Tanganmu ngapain sih?

PEREMPUAN JAHAT:
Aku ini siluman ularss!

TOKOH UTAMA:
Bukannya tadi kelelawar?

PEREMPUAN JAHAT:
Aslinya ular. Nanti bagian bawahku dikasih animasi badan ular, deh. Percaya aja.

TOKOH UTAMA:
Kalau emang bakal dikasih animasi, kenapa tanganmu harus gerak-gerak gitu? Atau emang semua siluman ular itu ADHD?

PEREMPUAN JAHAT:
Ssssh!

TOKOH UTAMA:
Itu mendesis atau nyuruh diam?

PEREMPUAN JAHAT:
Dua-duanya! Sudahlah, jangan dibahasss! Aku kemari karena menginginkan liontinmu! Berikan padaku!

TOKOH UTAMA:
Apa? Liontin yang diwariskan Ibunda agar dijaga baik-baik tapi tidak sempat ditayangkan di awal? Mengapa kau menginginkannya?

PEREMPUAN JAHAT:
Karena--
(terdiam... melirik kanan-kiri... mengernyitkan kening...)

TOKOH UTAMA:
Ya sudah. Berantem aja yuk?

PEREMPUAN JAHAT:
Naah! Itu baru aku ngerti.

TOKOH UTAMA dan PEREMPUAN JAHAT lalu saling menyerang—-lantas digantikan oleh STUNT DOUBLE yang proporsi tubuhnya sama sekali berbeda. STUNT DOUBLE PEREMPUAN JAHAT bahkan sebenarnya pria yang memakai wig panjang.

Setelah KEDUA STUNT DOUBLE beberapa kali jumpalitan, kembali TOKOH UTAMA dan PEREMPUAN JAHAT muncul kembali.

PEREMPUAN JAHAT:
Kau jago juga. Tapi kau tidak akan bisa menahan ini.

PEREMPUAN JAHAT mengacungkan tangannya dan mengejan.

TOKOH UTAMA:
Jurus Efek Komputer Berwarna Merah? Hiat!

TOKOH UTAMA balas mengejan untuk mengeluarkan Jurus Efek Komputer Berwarna Putih. Lantas mendorong sambil berteriak.

PEREMPUAN JAHAT balas mengerang sambil menjatuhkan diri ke belakang.

PEREMPUAN JAHAT:
AAAGGH!—eh, ada batu.
(singkirin batu dulu, bersihin rumput, baru lanjut jatuh)

PEREMPUAN JAHAT kembali bangkit.

PEREMPUAN JAHAT (CONT’D):
Kurang ajar kau! Nantikan pembalasanku! HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA. Eh, mesti berapa banyak ketawanya?

TOKOH UTAMA:
Tadi kebanyakan. Kalau mau kabur atau muncul, cukup lima HA.

PEREMPUAN JAHAT:
Oke. HAHAHAHA.

TOKOH UTAMA:
Satu lagi.

PEREMPUAN JAHAT:
HA!
(menghilang jadi efek komputer)

TOKOH UTAMA memegang liontin di dadanya dan memandang langit.

TOKOH UTAMA:
Liontin apakah ini sebenarnya, Ibunda?

PEREMPUAN BAIK:
Pangeran!

TOKOH UTAMA:
Siapakah Anda?

PEREMPUAN BAIK:
Saya perempuan baik. Lihat make up saya yang berbeda, terutama di bagian alis dan eyeshadow. Dan tentunya, sulih suara tokoh perempuan baik.

TOKOH UTAMA:
Mengapa kau memanggilku Pangeran? Apakah karena...

PEREMPUAN BAIK:
Ya! Ini saatnya menari diiringi nyanyian.


TAMAN BUNGA - SIANG

TOKOH UTAMA:
Ini bukannya lapangan rumput tadi, ya? Cuman semak belukarnya aja dipasangin bunga palsu?

PEREMPUAN BAIK:
Nggak akan kelihatan kok asalkan kita nggak diam di tempat terlalu lama.

TOKOH UTAMA pun berkejaran dengan PEREMPUAN BAIK sambil menyanyi.

TOKOH UTAMA:
Dan di bawah ini ada teks lagunya! Jika Anda juga seorang pemuda yang sehari-hari melawan kelelawar raksasa dan didatangi perempuan yang memanggilmu Pangeran, ikutlah menyanyi!

Lagu berakhir tanpa menjelaskan apa pun. Namun, mendadak jawabannya tidak penting karena...

PEREMPUAN BAIK:
Pangeran! Anda harus membantu ayah saya. Beliau dalam kesulitan!


HALAMAN RUMAH PEREMPUAN BAIK - SIANG

TOKOH UTAMA yang memboncengkan PEREMPUAN BAIK tiba di halaman rumah. Seorang pria berdiri di depan pintu bertangga.

AYAH PEREMPUAN BAIK:
Ah, Pangeran! Untunglah Anda datang.

TOKOH UTAMA:
Ada kesulitan apa, Ayah?

AYAH PEREMPUAN BAIK:
Mari abaikan fakta bahwa kita baru kenal tapi kau sudah menganggapku mertua.

TOKOH UTAMA:
Makanya ini fiksi, kan?

Seorang PRIA JAHAT ditemani TIGA ORANG FIGURAN datang.

PRIA JAHAT:
Hei, tua bangka. Berikan uang kami!

AYAH PEREMPUAN BAIK:
Tua bangka? Aku sama TOKOH UTAMA ini kelihatan seumuran loh. Mbok ya, improvisasi gitu. Jangan ikut skenario secara butalah.

PRIA JAHAT:
Mau gimana lagi? Aku hanya buka mulut. Yang ngisi suara kan orang lain.

TOKOH UTAMA:
Hei, jangan ganggu mereka!

PRIA JAHAT:
Oh, mau jadi pahlawan ya?

TOKOH UTAMA:
Emangnya kamu nggak?

PRIA JAHAT:
Huh, dasar aktor ganteng. Gak ngerti perasaan orang berwajah culas yang selalu kebagian peran antagonis! Hajar dia!

Setelah kira-kira lima belas menit, PRIA JAHAT dan TIGA ORANG FIGURAN pun kalah.

Muncullah PEREMPUAN JAHAT dari balik asap efek komputer sambil tertawa dan menghitung dengan jari.

PEREMPUAN JAHAT:
HAHAHA... itu tiga. HAHA! Kau pun tega menghalangi orang-orang ini?

TOKOH UTAMA:
Dasar penjahat! Mengapa kalian mengganggu orang tak bersalah?

PEREMPUAN JAHAT:
Tak bersalah? Mereka berutang loh.

TOKOH UTAMA:
Berutang?

PEREMPUAN JAHAT:
Kami ini debt collector.

PRIA JAHAT:
Nih!
(menunjukkan bukti tagihan pada TOKOH UTAMA sambil memegang pipi)

TOKOH UTAMA membuka lipatan tagihan, yang rupanya sangat panjang, hingga mencapai tanah. Matanya tampak menelusuri daftar dari atas hingga ke bawah. Semakin bawah semakin melotot.

TOKOH UTAMA menoleh pada AYAH PEREMPUAN BAIK.

TOKOH UTAMA:
Sebanyak ini?

AYAH PEREMPUAN BAIK:
(menyeringai, lantas membuka kedua tangan lebar-lebar)
PANGERAN! Kau sekarang bagian dari keluarga, kan? Bayar utang dikit nggak apa-apa kan? Demi ayahmu.

PEREMPUAN BAIK:
Lalu kita bisa mengadakan pernikahan! Yang besar! Undang sepuluh ribu orang! Lalu bikin hip-hop entrance yang diunggah di YouTube!

TOKOH UTAMA terdiam kaku.

PEREMPUAN JAHAT:
Sekalian, kembalikan liontin itu. Itu salah satu tagihan yang gak lunas oleh Ibumu. Tadinya mau nagih uang saja. Tapi bisa jadi rumahmu pun harus dijual untuk bayar utang mereka. Jadi aku amankan dulu uangku.

PEREMPUAN JAHAT melepaskan liontin dari leher TOKOH UTAMA dan mengantonginya.

PRIA JAHAT:
Ngomong-ngomong, jaketnya bagus, Bang. Buat bayaran awal dulu, ya? Nanti kami kembali dengan tim penilai rumah Abang.

PRIA JAHAT mengambil jaket TOKOH UTAMA dan pergi bersama TIGA ORANG FIGURAN dan PEREMPUAN JAHAT sambil bersenandung.

PEREMPUAN BAIK dan AYAHNYA memeluk TOKOH UTAMA yang masih terdiam kaku.

PEREMPUAN BAIK:
Bahagianya! Kebaikan memang selalu menang!


TAMAT.




SUTRADARA:
CUT! Keren. Sekarang kira-kira judulnya apa, ya?

PRODUSER:
Nggak jadi Joko Tingkir Abad 21?

SUTRADARA:
Kayaknya ceritanya udah rada gak nyambung.

PRODUSER:
Kalau gitu, Jaka Sembung Bawa Golok aja.

SUTRADARA:
Jenius!




BACA PARODI (VERSI LIMA MENIT) LAIN

Silakan klik: Daftar Parodi Versi Lima Menit.

Thursday, July 21, 2011

Hong Kong: Aturan Dan Adaptasi

Perjalanan ke Hong Kong mengajarkan tiga poin menarik. Pertama: semua harus ada aturan yang jelas dan tegas.


Menyeberang jalan, misalnya. Jika seorang pejalan kaki menyeberang saat lampu penyeberangan merah lantas ditabrak mobil, apa yang terjadi?

Kalau di Indonesia, kemungkinan besar mobil tersebut akan dibakar massa.

Kalau di Hong Kong, sang pejalan kaki akan dituntut oleh pemilik mobil. Kenapa? Karena merusak mobil. "Apalagi kalau darahnya mengotori mobil," jelas Adof, pemandu tur simPATIZone Friday Movie Mania. "Si pejalan kaki harus bayar ongkos bersihin mobil. Karena dia yang salah. Belum rugi waktu, dan sebagainya."

Terdengar tidak manusiawi? Tidak juga. Karena aturannya jelas: yang bersalahlah yang bertanggung jawab. Dengan begitu, setiap orang dituntut bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Tidak ada alasan.

"Saya kan nggak mampu bayar denda." Ya jangan melanggar. Gampang.
"Situ kan enak, bisa beli mobil. Saya kan cuman bisa beli motor." Apa hubungannya? Jadi kondisi keuangan membuat kita boleh melanggar aturan? Apakah nanti sebaiknya ada rambu: "Dilarang Parkir, kecuali bagi yang gajinya di bawah UMR"?

Kedua, di Hong Kong ada perbedaan jelas antara "salah" dan "melanggar aturan".

Contoh: merokok itu tidak salah. Merokok, di luar kontroversi mengenai efek candu atau merugikan bagi kesehatan, adalah hak pribadi. Jadi tidak salah.

Tapi, aturan merokok di Hong Kong itu ketat. Ada tempat-tempat tertentu untuk merokok. Misalnya di sekitar tempat sampah berbentuk LPG seperti terlihat di samping. Merokok di luar tempat itu, bisa merugikan hak orang lain (yang jadi perokok pasif), sehingga pelaksanaannya diatur. Merokok di lift, misalnya, akan didenda 5.000 dolar Hong Kong (sekitar 5 juta rupiah). Karena ini adalah pelanggaran aturan dan bukan kesalahan, pelanggar cukup berhenti melakukannya dan bayar denda. Beres.

Sedangkan merusak properti atau membunuh orang adalah kesalahan. Kalau itu dilakukan, langsung ditangkap dan diproses secara hukum.

Ketiga, aturan bisa berubah seiring kebutuhan. Apalagi kalau banyak protes dari warga berkaitan pelaksanaannya. Aturan dilarang parkir, misalnya. Ketika banyak protes dari pemilik bisnis yang membutuhkan lahan parkir bagi tamu, aturan itu bisa berubah. Lantas diresmikan dengan penandaan lahan parkir. Dan pengalihan jalur jalan menjadi satu arah. Itu pun rutenya sudah diteliti agar arus lalu lintas tetap stabil.

Poin ini menunjukkan konsep pemerintah yang ideal: tegas mengatur untuk kepentingan warga. Namun, tetap mendengarkan kebutuhan warga saat pelaksanaannya. Dan beradaptasi untuk menemukan bentuk yang cocok.

Bukan berarti pelaksanaan sistem ini di Hong Kong sudah ideal. Praktiknya tetap saja ada pelanggaran. Saat kami baru tiba di bandara internasional Hong Kong saja, supir bus kami sudah melanggar dua aturan: membawa troli keluar dan ngetem (padahal tidak boleh).

Tetap saja, secara konsep sistem ini lebih baik, daripada pemerintahan yang, sebagai contoh, membiarkan warganya melanggar aturan marka busway karena tidak mau terlihat buruk.

Sunday, July 17, 2011

#StandUpNite: Mengobarkan Kepercayaan Saya Terhadap Komedi Indonesia

KompasTV, mulai bulan Juli ini mengadakan audisi untuk kompetisi Stand Up Comedy Indonesia. Acara ini kira-kira seperti versi lokal Last Comic Standing. Audisinya diadakan di sejumlah kota besar. Dan para kontestan yang lolos akan mulai berkompetisi di acara televisi nantinya.

Ernest Prakasa, salah seorang peserta audisi, dan sesama penggemar komedi tunggal (padanan Indonesia untuk stand up comedy), mengajak sejumlah orang untuk menjajal sesi open mic (panggung terbuka bebas untuk siapa pun yang ingin mengisi, biasanya untuk stand up comedy) di Comedy Cafe Kemang, Jakarta. Berawal dari ajakan ke sesama teman, berlanjut ke Twitter, dan kabarnya merambat kian tak terkendali.


Akhirnya ada 8 orang yang sepakat ikutan mengisi open mic pada hari Rabu, 13 Juli 2011, mulai jam 8 malam. Diurutkan berdasarkan tampil: Ernest Prakasa, Arief Budiman, Intan Anggita Pratiwie, Asep Suaji, Ryan Adriandhy, Isman H. Suryaman, Pandji Pragiwaksono, dan Raditya Dika.

Tempat Comedy Cafe yang hanya dirancang untuk sekitar 30-an orang pun jadi penuh sesak karena sekitar 60-an orang memadati lokasi. Banyak penonton yang hanya menengok dari luar ruang. Dan itu pun mungkin lebih dari 30 orang tidak jadi masuk karena melihat tempat penuh.

Senang sekali melihat animo terhadap komedi tunggal di Indonesia ternyata sangat tinggi. Karena selama ini terlihat hanya sebagai ceruk yang terlalu kecil. Mungkin selama ini baik para penggemar maupun pelakunya tersebar di mana-mana dan belum bersilang jalan. Media sosial seperti Twitterlah yang ternyata mampu mempertemukan keduanya.

Komedi tunggal, seperti kata Pandji dalam sesinya, "Bisa merupakan media kritik yang baik." Seperti dicontohkan oleh Ernest dalam materinya yang mengkritik sinetron, "Cobain deh bertingkah laku kayak pemain sinetron sehari. Capek, kan?" Atau Raditya Dika yang mengkritik sinetron laga Indosiar, "Ngapain dia naik elang ke pasar? Emangnya di pinggir gak ada ojek? Emangnya di pasar ada 'Tempat Parkir Elang'?"

Iwel, seorang pionir komedi tunggal di Indonesia yang ikut naik ke panggung terakhir, juga menyampaikan, "Kalau lawak Indonesia selama ini menertawakan kebodohan pelakunya, stand up comedy justru menertawakan kecerdasan pelakunya."

Walaupun komedi tunggal juga menertawakan diri, tetap saja dengan cara yang cerdas. Asep Suaji mencontohkan ini ketika dia menceritakan saat dia berpacaran dengan seorang akuntan, "Dia panggil gue Aset!"

Acara berakhir dengan semangat dan harapan tinggi yang kembali berkobar. Semoga api ini terus merambat dan menjalar, hingga saat komedi tunggal menjadi bagian penting dari dunia komedi Indonesia.

Rekaman penampilan kedelapan orang tersebut bisa dilihat di: www.youtube.com/standupcomedyindo

Catatan: Selain kedelapan nama di atas, masih muncul juga Jati (yang juga ikut audisi) dan Iwel. Sayang sekali, batere kamera perekam Ernest sudah habis sehingga penampilan keduanya gagal diabadikan.




UPDATE:
  • Rekaman penampilan saya dibagi dua. Sila klik saja: Bagian pertama. Dan bagian kedua.

  • Akan ada #StandUpNite di Bandung! Tunggu kabarnya, ya! Dan bagi yang tertarik untuk ikutan tampil, kontak saja ke Twitter @standUpIndo, cc ke @ismanhs

  • Komunitas Komedian Tunggal Jogja juga akan segera mengadakan #standUpNite, pada Rabu, 20 Juli 2011. Di Toko Buku Togamas Gejayan, Jogjakarta. Mulai jam 20.30 waktu setempat. Untuk informasi lebih lanjut, kontak Imot di akun Twitter @oomimot.

Sunday, July 10, 2011

Bisa Nonton Transformers 3? Dari Hong Kong!

Sudah beberapa minggu terakhir saya belum menulis parodi film versi lima menit baru. Alasannya: minim film bioskop baru akibat masalah pajak importir.

Karena itu, begitu muncul berbagai brand yang menawarkan kuis dan semacamnya untuk nonton film bareng di luar negeri, saya termasuk yang paling bersemangat. Salah satu yang saya ikuti adalah simPATI, dengan program simpatiZone Friday Movie Mania, nobar Transformers: Dark of The Moon di Hong Kong.

Singkat cerita (karena prosesnya panjang, meliputi berbagai bujuk rayu oleh mitra hidup saya, Primadonna Angela), saya termasuk yang diajak ke Hong Kong (dan langsung kalang kabut ngepak barang dalam semalam karena besoknya berangkat).



Seharusnya ada peringatan bagi wisatawan: "Siap-siap bergadang." Karena ada saja bagian Hong Kong yang tetap aktif walaupun sudah dini hari. Saya akan bahas dalam beberapa tulisan ke depan. Tapi untuk saat ini (karena saya baru kembali di Indonesia): tiduuur.

Saturday, April 09, 2011

Parodi (Versi Lima Menit) Kini Muncul Tiap Jumat


Berbagai parodi versi lima menit sekarang hadir tiap Jumat di Yahoo! OMG Indonesia!

Laman ini akan terus digunakan untuk memuat daftar judul dan tautan menuju artikelnya (terurut berdasarkan waktu terbit, yang terbaru di bawah):

Film
--------


Acara TV
----------

__________

Perihal “Versi Lima Menit”

Ide versi singkat (lima menit) berbagai film (atau nonfilm) ini terinspirasi oleh Movie-a-Minute RinkWorks, Movies in Fifteen Minutes Cleolinda, dan Buku Dalam Lima Menit (atau Kurang).

Lima belas film versi lima menit sudah pernah diterbitkan dalam buku berjudul Parodi Film Seru pada tahun 2008 (Gramedia Pustaka Utama).

Sunday, March 06, 2011

Panduan Menikmati Buku Komedikus Erektus

Bambang Haryanto adalah pengamat dan praktisi komedi yang menulis berbagai hal tentang humor di blognya, Komedikus Erektus. Bukunya yang berisi esai humor ala Arwah Setiawan sudah terbit, dengan nama sama seperti blog humornya.

Saat diminta menuliskan Sekapur Sirih untuk naskah tersebut, saya membuatkannya dalam bentuk panduan, seperti di bawah ini.

______________________________________________


Langkah pertama: bayar dulu bukunya. Tertawa sambil baca DAN kabur dari kejaran petugas toko buku itu menyusahkan.

Langkah kedua: kalau sulit tertawa, ingatlah bahwa barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan. Minimal Anda bisa tertawa miris.

Kembali serius, sampul buku ini sebaiknya memuat Peringatan Pemerintah: tidak menggunakan efek suara tertawa berlebihan (“HUAHAHAHEHEHE WKWKWKWKW”) , pelesetan jorok, atau tanda baca berlebihan (!!!!!?????!!!????) yang sering diobral di buku humor lain.

Justru sebaliknya, humor di buku ini disampaikan dengan tata bahasa serius nan taat asas. Saking taatnya, saya curiga kata-kata dalam buku ini tidak langsung diketik, melainkan disuruh berbaris rapi dulu, sambil menaikkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Bambang Haryanto juga memadukan dua hal dalam bukunya: lelucon dan membahas lelucon. Ini perjudian yang berbahaya bagi penulis humor.

Mengapa? Bayangkan seorang koki menghidangkan ayam panggang di meja kita. Wanginya memancing air liur kita. Saat kita potong dan masukkan ke mulut, terasa dagingnya yang empuk dan gurih... Saat itulah koki tersebut mengeluarkan seekor ayam hidup lantas menjelaskan cara memasak makanan tersebut, mulai dari penyembelihan.

Kalau masih cuek makan dengan lahap, bisa jadi Anda memang bekerja di pejagalan. Atau kantor pajak.

Itulah bahaya menyajikan lelucon SEKALIGUS membahasnya dalam satu buku. Namun, memang harus ada yang melakukannya. Karena dari situlah kita belajar: mengapa suatu hal dianggap lucu? Mengapa kita tertawa? Mengapa Ayu Azhari bisa kalah dalam pemilihan Bupati Sukabumi?

Oke, mungkin yang terakhir sih nggak meskipun materi lelucon dalam buku ini tidak jauh dari sosial dan politik (termasuk pemerintah). Hal ini wajar saja. Kolomnis Will Rogers pernah berkata bahwa menulis humor sangatlah mudah karena pemerintah akan membantu dengan bertindak konyol. Dan kita tinggal mencatat.

Sebagai contoh, Anda mungkin ingat pada tahun 2007 ada perbedaan hasil survei tingkat kemiskinan Indonesia. Berdasarkan World Bank, 49% penduduk kita berada di bawah garis kemiskinan. Sementara menurut BPS, hanya 16,5%. Walaupun ada perbedaan metoda dan tolok ukur, kok bedanya bisa mencolok sampai 32,5%?

Jangan-jangan pemerintah bingung sendiri karena form survei yang digunakan memiliki pertanyaan sebagai berikut:

Apakah Anda miskin? (Silangi jawaban yang paling Anda anggap sesuai. Kosong berarti "Tidak".)

a. Tidak.
b. Tidak sama sekali.
c. Sangat tidak sama sekali.
d. Miskin itu apa?
e. Saya hanya mampu beli makan sekali seminggu.
f. Maaf, saya tidak bisa baca.
Kalau memang begitu, bisa kita maklumi. Tentunya sampai sekarang pun para pengujinya masih memperdebatkan, "Makan sekali seminggu itu miskin!"

"Lho, bisa saja diet," tentang penguji lain.

Contoh lain pada tahun yang sama: kota Indramayu (Jawa Barat) geger akibat ulah sepasang anak SMA yang membuat video porno. Walikota Indramayu begitu geram sampai mengeluarkan instruksi agar setiap siswi sekolah di kotanya harus melalui uji keperawanan.

Sudah hampir tiga tahun berlalu dan saya masih belum mengerti juga kemajuan pendidikan macam apa yang walikota tersebut ingin capai dengan menyusun daftar nama para perawan. Jangan-jangan tadinya mau ia jadikan soal ujian nasional: “Tandai nama-nama di bawah ini yang masih perawan. Jawaban bisa lebih dari satu. Berikan alasan.”

Inilah salah satu fungsi humor. Membuat hal-hal absurd di kehidupan jadi lebih mudah diterima... dengan menertawakannya. Seperti yang dilakukan Bambang Haryanto dalam buku ini. Belum tentu karena ingin menyampaikan kritik dalam bentuk yang menghibur. Atau karena ingin mengajak para pembaca untuk berpikir kritis. Bisa jadi, sebagaimana diakui banyak komedian atau penulis humor, karena inilah cara paling efektif agar tetap waras.

Kecuali kalau jawaban Anda pada soal di atas adalah (f): Maaf, saya tidak bisa membaca. Sudah terlambat.


Bandung, 6 April 2010

Sekapur Sirih untuk Why Did The Chicken Browse The Social Media?

Why Did The Chicken Browse The Social Media? adalah buku sekilas tentang media sosial yang diiringi strip komik khas ala Diki Andeas.

Berhubung ini buku yang sangat serius dan menjunjung tinggi jurnalisme, wajar saja jika kata pengantarnya ditulis oleh saya, seorang penulis humor. Berikut adalah tulisan saya yang saya sampaikan pada Diki, dan karena suatu alasan--kerasukan, sepertinya--ia memuatnya.

_________________________________

Peringatan pemerintah: buku Why Did The Chicken Browse The Social Media berisi banyak jargon berkaitan komputer dan internet plus istilah Inggris yang dicetak miring.

Hal yang Anda perlu lakukan saat tidak mengerti:

  1. Jangan panik!

  2. Baca dengan santai, seakan-akan Anda menikmatinya.
Benar: membuka halaman perlahan, sesekali tersenyum atau tertawa kecil

Salah: membuka halaman demi halaman, dengan kening berkerut dan mulut membuka.

Salah besar: tertawa berlebihan sambil berguling-guling, menunjuk, dan meneriakkan salah satu kalimat lucu di buku ini pada orang sekitar, “TAGITO ERGO SUM katanya! HAHAHAHAHAHA!—eh? Kok saya diborgol, Pak Polisi?”

Kembali serius, teknologi komputer dan internet bukan hanya maju pesat, melainkan juga membawa berbagai perubahan di tingkat sosial. Dan wajar saja kalau tidak semua orang memahaminya.

Arthur C. Clarke, seorang penulis berkebangsaan Inggris berkata, “Kalau sudah terlalu canggih, suatu teknologi tidak akan bisa dibedakan dengan sihir.” Dengan kata lain, bagi sebagian besar orang yang tidak mengikuti perkembangan teknologi, komputer dan internet tidak ada bedanya dengan klenik.

Tak perlu heran kalau orang yang bekerja di bidang ini sering dianggap seperti pawang hujan.

“Pak, komputer saya kok nggak mau nyala, ya?”

“Maaf, saya analis bisnis di Internet, Mbak. Bukan teknisi.”

“Oh, kalau gitu, bisa bantu kasih saran saya perlu beli komputer barunya seperti apa?”

Ini bukan sekadar masalah perbedaan kelas ekonomi. Perbedaan generasi pun berpengaruh. Jika kakek saya masih hidup, saya sendiri bakal kebingungan bagaimana menjelaskan komputer dan internet kepada Beliau.

Kakek: “Jadi ada semacam lapangan besar di angkasa yang bisa kita isi dengan teks, gambar, video dan macam-macam?”

Saya: “Euh, ya, kira-kira begitu.”

Kakek: “Dan kita bisa melihat isi lapangan ini dengan komputer?”

Saya: “Bisa ikutan ngisi juga.”

Kakek: “Asalkan dicolok pake kabel?”

Saya: “Euh, bahkan bisa nggak pake kabel. Dari ponsel aja bisa.”

Kakek: “Kamu nggak mabok, kan?”

Dan seperti saya sampaikan di atas, perubahan yang dipicu teknologi merambat sampai tingkat sosial. Sudah banyak kasus menunjukkan seseorang tersinggung karena teman bicaranya terus-menerus mengetikkan sesuatu di ponselnya selagi ngobrol. Padahal, bisa jadi sang teman bicara sedang memuji orang tersebut di Facebook, Twitter, Plurk, Koprol atau media sosial lainnya.

Satu contoh umum: ada empat orang yang berkenalan akrab melalui internet. Saat akhirnya bertemu di suatu cafe, keempatnya ngobrol sambil mengetik di ponsel mereka. Apa yang mereka ketikkan? Kabar bahwa mereka sedang saling bertemu.

Pembaca buku ini pun akan terbagi antara dua golongan besar: mereka yang, saat membaca cerita di atas berkomentar, “Hah, masa sih?”

Dan kedua, mereka yang berkomentar, “Hahaha, bener banget!”

Kalau Anda termasuk golongan yang pertama, sekali lagi: Jangan panik! Anggap saja klenik.


Bandung, 2 Maret 2010

Friday, February 25, 2011

Peperangan Airsoft Gun: Simulasi Dengan Istilah Menyesatkan

A. Seperti Digigit Nyamuk Purba
------------------------------------------------

Hal pertama yang perlu kita pahami: istilah airsoft gun itu menipu. Kalau kena tembak, tidak ada lembut-lembutnya sama sekali. Seharusnya istilahnya diganti jadi air-ouch gun.

Paintball? Sama aja. Harusnya painball.

Kantor saya, Divusi, mengadakan acara outing pada tanggal 21-22 Februari 2011. Pada hari kedua, seluruh peserta dibagi ke dua grup. Sebagian rafting, sebagian lagi menunggu sambil simulasi perang dengan airsoft gun. Kata kunci yang ditekankan itu "simulasi". Bukan "perang". Kalau ini peperangan betulan, kedua pihak sudah menandatangani perjanjian perdamaian selama lima puluh tahun ke depan atas dasar enggan kesakitan.

Saya masuk dalam rombongan yang ikut airsoft setelah rafting. Dalam keadaan basah kuyup, kami disambut dan dibagi jadi empat regu oleh seorang instruktur. Ia kemudian mengangkat sebuah Uzi. Melihat ekspresi para peserta yang menegang, ia berkata, “Tenang saja! Kalau kena, hanya seperti digigit nyamuk kok.”

“Tepatnya digigit nyamuk, terus dipukul oleh raket listrik yang sedang menyala,” komentar saya.

“Hahahaha,” tawa Sang Instruktur; tapi tidak membantah. Ia kemudian memegang Uzi dan mendemonstrasikan cara menembaknya ke semak-semak. “Set di single,” ia menembak. DET! Satu peluru melesak ke semak-semak.

“Aw!” komentar Dany, seorang rekan kerja berbahu lebar.

“Set di burst!” ujar Sang Instruktur. DREDEDEDEDEDEDEDET! Entah berapa peluru melesak ke semak-semak.

“Aw! Aw! Aw! Aw! Aw! Aw! Aw! Aw!” komentar Dany lagi.

“Ya, kira-kira begitu. Ada pertanyaan?” tanya Sang Instruktur.

Saya mengangkat tangan, “Gimana caranya melolong kesakitan kena tembak sambil tetap jaga wibawa?”

“Nggak mungkin,” jawab Instruktur.

“Oke. Hanya memastikan.”


B. Pertempuran Pertama: Disiplin dan Keamanan
-----------------------------------------------------------------------

Kemudian sang instruktur memberi sejumlah panduan lagi terkait disiplin dan keamanan (safety); dua kunci dalam peperangan airsoft. Terutama berkaitan batas lima meter untuk Freeze (musuh yang ditodong saat lengah otomatis dianggap mati) dan mundur saat berhadapan terlalu dekat (di bawah sepuluh meter).

Setelah itu, mulai. Regu Merah (Dany, Husain, Cecep, Him, Dika, Dita, Novi) melawan Regu Kuning (Destira, Yessi, Maya, Anggy, Dani, Jimmi, Misroza). Saya dan yang lain menonton dari “tribun” atas; pinggir suatu kebun yang terletak sekitar 10 meter di atas medan peperangan, dan sebagian dilindungi jaring.

Dari atas, terlihat Regu Merah cukup niat dalam menggunakan taktik: berbagi senjata sesuai peran. Mana yang jadi penembak jitu (sniper), mana yang jadi penyerang (point man), dan mana yang figuran (bagi-bagi senjata saja pake hom pim pa).

Sementara Regu Kuning terlihat lebih strategis lagi: berkumpul sekali lantas Jimmi, yang bertubuh paling besar, berbicara: “Kalian majulah, nanti aku lindungi.”

PRIT! Peperangan dimulai. Regu Kuning langsung menyeruak maju!...
...
... Sementara Jimmi Sang Pelindung tetap berdiri di belakang. Rupanya lindungan dia berbentuk doa.

Belum lima detik sudah terdengar suara tembakan beradu. Sayangnya tidak terlihat apa-apa karena semak-semaknya sangat lebat.

“Ke sini saja, Mbak,” ajak seorang panitia yang sedang berlindung di balik jaring pada Ryan, rekan satu regu saya. “Nanti kena peluru.”

“Emang bisa nyampe ke setinggi ini, ya?” tanya saya.

“Bisa kok,” ujar Fiqi, seorang rekan kerja yang mengenakan kacamata. Dia menunjuk pipi, “Ini tadi baru saja kena peluru mental.”

Serentak kami dengan penuh keberanian langsung ikut meringkuk di balik jaring.

Dalam waktu yang singkat dua orang Regu Merah sudah kena tembak dan keluar dari lapangan. “Cepat amat!” ujar saya. “Siapa tuh yang--”

Seakan-akan menjawab pertanyaan, Anggy Sang Pemuda Harapan Bangsa yang Berkumis dan Ahli Bergitar menyeruak dari balik perlindungan dan mengendap-endap maju. Ia berhasil menodong Dita yang tidak menyadari kedatangannya. “Freeze!” teriak Anggy.

Sebagai pemudi bertubuh mungil yang sopan santun dan ramah, Dita dididik keluarganya untuk selalu membalas salam... dengan tembakan burst. DREDEDEDEDEDET!

“Aw! Aw! Aw! Aw!” lenguh Anggy pasrah.

Namun, sesuai peraturan, Dita dianggap hit dan harus keluar area.

Kembali serius, inilah kenapa disiplin dalam permainan airsoft gun sangat berkaitan erat dengan keamanan. Dalam kondisi adrenalin tinggi pun, kita perlu tetap bisa mengendalikan diri dan pikiran. Kalau tidak, bisa membuat orang lain atau diri sendiri celaka.

Tidak berhenti di situ, Anggy maju, menembak. Satu orang lagi hit. Ia kemudian maju lagi. Berlindung. Menembak. Orang kelima pun keluar lapangan. Ternyata pengalamannya dalam bermain CounterStrike berpengaruh juga. Bahkan ada satu orang yang kena headshot walau tanpa sengaja.

Tinggal satu orang lagi: Himawan Sang Penulis dan Pencinta Bambu. Tanpa ragu, Anggy mendekat dan menghilang dari pandangan. Terdengar tembakan. Tapi masih belum ada perkembangan. Saya sempat curiga jangan-jangan pada rehat dulu merokok. Eh, ternyata Anggy pun keluar dan mengangkat senjata. Rupanya gantian dia yang terkena.

Namun, karena tinggal satu orang melawan banyak, hanya masalah waktu hingga akhirnya Him pun terkena. Dan Regu Kuning pun menang! (Catatan pinggir: Saya lihat Jimmi akhirnya berhasil maju sekitar lima langkah. Kemajuan besar!)


C. Pertempuran Kedua: Pantat Adalah Kunci
-----------------------------------------------------------

Giliran dua regu berikutnya. Bagi orang lain, tantangan permainan airsoft gun mungkin adalah pengendalian diri atau penggunaan senjata. Sedangkan bagi saya, tantangan terbesar adalah: menemukan seragam yang muat.

Serius. Walaupun Sang Instruktur berkeras bahwa seragam ini semuanya one size fits all, kenyataannya ukurannya berbeda-beda. Persamaannya hanya satu: tidak muat. Seperti kata seorang rekan, Satrio, ini lebih cocok “One size fits some.”

Akhirnya menemukan baju yang muat. Celana sih lupakan. Terpaksa mengenakan celana tiga perempat. Padahal aturannya adalah “Kalau jarak dekat, bidik ke kaki.” Saya hanya bisa berharap bulu kaki bisa menjadi peredam sakit yang ampuh. Setidaknya di film Oma Irama tahun 80-an, bulu dada terbukti ampuh menahan pukulan. Seharusnya bulu kaki juga bisa.

Hal yang perlu dipertanyakan: kenapa orang dengan logika seperti saya di atas diperbolehkan memegang senjata? Entahlah. Itu memang misteri Ilahi. Kalau saya jadi pembuat undang-undang, hanya orang yang lulus tes akal dan mental sehat yang boleh memegang senjata. Semakin ngaco cara berpikir atau mentalnya, pegang raket listrik pun melanggar hukum.

Kembali ke airsoft gun. Sesuai tradisi, sebelum terjun ke medan perang, semua prajurit yang siap bertempur wajib... foto-foto dulu. Berpose gagah, ceria, tanpa sadar memegang senjatanya terbalik. Regu Kuning (Widi, Ocha, Ferdian, Yun, Satrio, dan Fiqi) melawan Regu Merah (Andi, Husein, Isman, Angke, Ryan, Iim).

Setelah kedua regu dipisahkan, saat berembug strategi perang: “Ada yang bisa jadi point man nggak?” tanya saya.

“Apaan tuh?” tanya Andi, Ryan, dan Iim.

“Oke,” angguk saya. “Berarti kita nggak usah pake strategi aja, ya? Bertahan aja deh.”

“Siaaap!” terucap serempak. Saya hanya bisa bersyukur bawa salep Counterpain. Seperti pepatah: sedia salep sebelum kena tembak.

“Pertama-tama, matematika sederhana dulu,” lanjut saya. “Lawan ada enam orang. Peluru kita masing-masing 200 butir. Berarti kita ada jatah kira-kira 30-an peluru untuk menembak satu orang.”

“Maksudnya?” tanya Ryan.

“Selalu set senjata ke burst,” seringai saya. “Foya-foyaaaa!”

Pertempuran pun mulai. Dilema pertama muncul: menyelinap di semak-semak atau di balik perlindungan? Penyair Robert Frost pernah menulis, “Saya mengambil jalan yang lebih jarang dilalui... dan itulah yang membuat perbedaan.” (“I took the [road] less traveled by, And that has made all the difference.”)

Berarti: semak-semak! Tapi baru lirik sebentar, durinya sudah siap menyambut seperti rahang ikan hiu. Oke. Beberapa jalan memang jarang dilalui karena memang lebih masuk akal untuk menghindarinya!

Saya pun memilih perlindungan. Baru nengok sebentar, sudah ada berondongan peluru yang menghantam plastik. Di saat itu, sebenarnya saya terjebak. Karena dari situ tidak bisa pindah ke tempat lain tanpa menggoda lawan untuk memberondong. Dan mari jujur saja, ukuran tubuh saya akan _sangat_ menggoda.

Untung saja, ada bantuan tembakan dari semak-semak; rupanya Husein Sang Pemrogram Berekspresi Datar Namun Bersuara dan Bergitar Secara Ekspresif. Sehingga siapa pun yang menembaki saya mendadak jadi amnesia; lupa ada saya di situ. Dia maju ke depan sehingga tepat di hadapan saya yang sedang tiarap... sambil memegang senapan. Saya tinggal angkat dikit, tembak. Kena.

“Nyawamu bertambah bentar, Man,” gumam saya. Seakan-akan menjawab, sebuah peluru hampir mengenai pantat saya. Saya langsung meringkuk di balik perlindungan. Rupanya saya membuat kesalahan yang hampir fatal: berlindung di balik plastik tapi melupakan bahwa pantat saya menongol keluar—tinggal dicat lingkaran dengan nilai 0 – 100.

Lalu saya mengintip lagi dan kembali menyadari satu hal. Kami semua amatir! Jadi kesalahan saya pun dilakukan oleh tim lawan juga. Ada satu pantat dan sepasang kaki yang menjulur dari balik perlindungan di depan saya.

Di benak saya langsung berkumandang lagu Desy Ratnasari, “Tanpa undangan, dirimu kutembakkaaaaan!” DREDEDEDEDEDEDEDEDEDET! Dan tentunya, dengan kemampuan saya yang sangat mumpuni... semuanya meleset.

Untungnya, lawan masih belum sadar, sehingga saya punya kesempatan beberapa kali mencoba. Satu kena. Seorang lagi di semak-semak terkena oleh rekan setim. Dan dua orang lagi entah kena dari saya atau rekan setim. Tidak penting. Yang penting itu berarti... TINGGAL SEORANG LAGI!

Kalau dalam film aksi, inilah saatnya di mana tokoh utama yang tinggal sendirian mendadak jadi piawai dan mengalahkan semuanya. Sayangnya, ini dunia nyata. Dan sang tokoh utama sendirian itu Fiqi, yang saat jadi penonton saja sudah kena peluru. Apalagi jadi pemain.

Regu Merah menang dengan satu korban: Husein. Jasa-jasanya tidak akan kami lupakan... maksimal selama lima menitlah.



D. Selalu Ada Pembelajaran
-----------------------------------------

Dari pertempuran yang sangat singkat itu, saya mendapatkan begitubanyak pelajaran:

  1. Fisik memang menentukan prestasi
  2. Tapi keberuntungan sama pentingnya
  3. Apalagi kalau sama-sama amatiran
  4. Darah itu merah, Jenderal!
  5. Awan itu putih, Kopral!

Kembali serius, inti dari pertempuran airsoft gun adalah refleksi diri dan kerja sama tim dalam kondisi kritis. Apakah kita bisa tetap berpikir dan bertindak sesuai situasi? Atau justru disetir situasi? Seperti apakah kita dalam kondisi ketakutan? Sempatkah kita memikirkan tim/orang lain, atau sekadar keselamatan diri?

Dan yang terpenting: apakah pantat saya menongol di tempat yang tidak semestinya?

Apa Yang Kita Sampaikan Dari Perbuatan Kita?

Menjelang malam Minggu lalu saya mengantar pulang teman yang sedang sakit kepala. Sepanjang perjalanan sesekali mengaduh karena campur migren. Tapi di suatu belokan, ia mendadak minta berhenti.

"Ada apa?" tanya saya cemas, "Mau muntah?"

"Nggak," gelengnya lemah. "Lihat ada lumpia goreng jadi tergoda."

"Halah!" ujar saya. "Dasar perut Melayu. Udah sakit kepala tingkat dewa aja, perutnya masih ada pikiran sendiri."

Kami pun turun. Gerobak lumpia goreng itu terletak di kelokan. Di sekelilingnya, warung makanan mulai buka mempersiapkan jualan. Anehnya, gerobak itu tampak kosong, tak terjaga.

Lihat kanan-kiri. Tidak ada orang yang peduli kami berdiri di samping gerobak itu. "Misi, Mas," sapa saya pada seseorang yang sedang mendirikan tenda berjualan gudeg. "Yang jaga lumpia ke mana, ya?"

"Oh," dia juga menengok kanan dan kiri. "Kayaknya salat, Mas. Tunggu aja."

Saya melirik teman saya yang memegangi keningnya. "Nanti lagi, deh. Gua anterin pulang dulu, ya?"

"Nggak apa-apa, gue di sini aja," ucapnya. Ia lalu menyandar ke pagar.

"Lu pulang aja, Man."

"Hah? Ketahuan gue ninggalin lu di sini lagi kepayahan gitu? Dibunuh bini lu ntar."

Dia hanya menjulurkan lidah.

"Eh serius," lanjut saya. "Gue anterin. Nanti gue ke sini lagi deh, beliin kalau segitu maunya."

Dia hanya menggeleng sambil memejamkan mata. Kalau sudah begini, saya menyerah. Mau Indonesia ikutan perang dunia juga, dia paling hanya cari tempat perlindungan dan nunggu. Jangan-jangan malah update Twitter, "Kalau ada yang ketemu tukang lumpia goreng, tolong kasih tahu ya, gue lagi nunggu."

Akhirnya saya temani. Tanpa bersuara. Langit semakin menggelap. Hingga sekitar 20 menit, sang penjual lumpia pun datang. Ia lantas membeli dua puluh, minta dipisah dalam dua kantung berisi sepuluh.

Kembali dalam mobil, saya berkomentar dalam perjalanan, "Buat siapa sepuluh lagi?"

Dia terkekeh sambil memejamkan mata, "Udah ngiler, pake nanya."

"Makasih kalau gitu," kata saya. "Tapi ngapain ngotot banget sih nungguin? Kan udah gua bilang, gue bisa balik lagi."

"Tapi jadinya ngasih pesan yang keliru, Man," jawabnya, masih memejamkan mata.

"Pesan apaan? 'Aku cinta lumpia'?"

Ia mengekeh lagi, "Nanti bikin tukangnya ngira hilang rezeki karena salat."

DEG! Jantung saya serasa ditabuh. Mobil saya tetap mengarungi jalan menuju komplek perumahannya. Namun pikiran saya melayang ke kilas balik peristiwa tadi. Saya sama sekali tidak terpikir sampai ke sana. Sang penjual meninggalkan dagangannya untuk beribadah, dengan penuh kepercayaan bahwa rekan-rekannya akan saling menjaga. Dan juga rezeki tidak akan hilang.

Namun, jika ratusan orang berbuat seperti saya, yang datang saat dia tidak ada lalu meninggalkannya karena tidak sabar, itu bisa jadi malah membuat dia goyah. Atau menunjukkan ke rekan-rekan penjual lain: tidak ada gunanya beribadah--hanya mengusir pelanggan. Apakah itu yang mau saya sampaikan pada orang lain?

Berapa banyak di antara kita yang pernah menyela antrean? Jika kita berhasil melakukannya, senangkah? Bisa jadi. Namun, pesan yang muncul bagi orang yang ngantre dengan tertib adalah: "Tertib tidak ada gunanya. Malah rugi." Ke depannya, bisa jadi orang yang tertib jadi tidak karena itu.

Keterlambatan juga sama. Ada orang yang datang dari sejam lalu. Tapi acara ditunda setengah jam karena menunggu orang yang terlambat. Jika ini dibiarkan, pesan apa yang muncul? "Tepat waktu tidak ada gunanya. Rugi." Dan itu baru dua contoh.

Masih dipenuhi rasa bersalah, saya menoleh padanya. Teman saya masih berbaring di jok dengan mata terpejam. "Padahal lu..." Saya berhenti.

Dia membuka mata, "Gue kenapa?"

"Nggak apa-apa," ralat saya. "Cuman jelek. Tapi itu emang gak ketolong dari dulu."

"Gue hadir di dunia biar lu gak sendirian dalam kejelekan lu, Man," balasnya tanpa membuka mata.

Yang sebenarnya saya ingin katakan adalah, "Padahal lu bukan muslim." Tapi bertahun-tahun bersahabat dengannya, saya sudah sering melihatnya menentang keras penggunaan agama atau kepercayaan sebagai label. Beberapa kata tidak perlu diucapkan.

Dan beberapa pesan justru lebih jelas dan lantang disampaikan melalui tindakan. Hari itu saya kembali diingatkan oleh sang teman, yang susah payah menahan sakit kepala dan bersabar menunggu demi menyampaikan satu pesan: "Apa yang kamu lakukan itu bagus. Teruskanlah!"

Dan juga pada saya: "Jangan hanya berbicara melalui ucapan. Namun juga dari tindakan."

Sunday, February 13, 2011

Sinetron Supergirl (Dalam Lima Menit)






PERINGATAN PENTING!
(Tulisan di bawah ini akan memuat plot dan alur cerita utama, sehingga bisa merusak pengalaman Anda menonton seri Supergirl ini untuk selama-lamanya...
.
.
.
.
...Hahaha! Tentu saja saya bercanda. Tidak mungkin bisa lebih rusak lagi daripada aslinya.
)




INT. RUMAH MANOHARA - SIANG HARI
SAUDARA JAHAT #1:
Gue ingin ngejahatin Manohara.

SAUDARA JAHAT #2:
Atas alasan apa?

SAUDARA JAHAT #1:
Alasan?

SAUDARA JAHAT #2:
Oh, sori. Sekilas saya ngira sinetron ini ada logikanya. Maap, maap.

MANOHARA (SEBAGAI TOKOH YANG NAMANYA TIDAK PENTING):
Ada apa? Aku selalu ada di sekitar kok kalau diperlukan untuk sasaran marah-marah.

SAUDARA JAHAT #2:
SAPU HALAMAN!

SAUDARA JAHAT #1:
JANGAN KEMBALI SEBELUM BERES!

MANOHARA:
Baik.


EXT. HALAMAN RUMAH MANOHARA - SIANG HARI

Selagi menyapu halaman, MANOHARA bertemu BAYU KUSUMA NEGARA.

BAYU KUSUMA NEGARA:
Halo, Manohara. Saya akan selalu mengajakmu berbicara dan membuat SAUDARA JAHAT #3 untuk semakin membencimu.

MANOHARA:
Terima kasih.

BAYU KUSUMA NEGARA:
Apa lagi gunanya aktor pendukung ganteng satu-satunya? Sampai ketemu lagi!

Saat BAYU menghilang, mendadak hujan. MANOHARA hendak masuk rumah. Tapi pintunya terkunci.

MANOHARA:
Astaga! Bagaimana aku harus berteduh?

Untuk menunjukkan bahwa ini HUJAN YANG SANGAT DERAS DAN BERBAHAYA BAGI KESEHATAN, muncullah EFEK SUARA GURUH DUA KALI. Seakan belum cukup, arah hujan mulai tidak konsisten. Ada yang mengarah kanan, ada yang mengarah kiri.

MANOHARA (CONT'D):
(berteriak ketakutan)

Saking takutnya, MANOHARA melupakan fakta bahwa ada yang namanya pinggiran atap. MANOHARA pun mencari perlindungan keluar. Dan tentunya, seperti layaknya komplek perumahan mewah, selalu ada sawah dan... gua.

MANOHARA (CONT'D):
Oh, ada gua! Selama ini aku nggak sadar.


INT. GUA (YANG SEHARUSNYA) TERSEMBUNYI - SIANG HARI

Saat memasuki gua, mendadak ada GEMPA BUMI. Seisi gua bergoyang-goyang.

MANOHARA (CONT'D):
Gempa ini berbahaya sekali!

Untuk menunjukkan bahayanya, ada sejumlah STALAKTIT BERJATUHAN yang anehnya meledak jadi abu. Memanfaatkan pengalaman bertahan hidupnya selama ini, MANOHARA langsung mengambil keputusan...

MANOHARA (CONT'D):
Aku harus masuk lebih ke dalam!

BATU-BATU STYROFOAM menutupi pintu masuk gua. BATU STYROFOAM lainnya menggelinding, sehingga tampak sebuah PETI YANG DIPILOX COKELAT di ujung gua.

MANOHARA (CONT'D):
(menggigil kedinginan) Siapa yang menaruh peti dipilox cokelat di sini?

Ia membuka peti yang ternyata berisi sepotong baju longgar.

MANOHARA (CONT'D):
Ini baju siapa?
(menoleh ke kanan dan ke kiri)
Baiklah. Karena aku kebasahan dan kedinginan, aku akan mengenakan baju ini. Dan karena ini akan ditonton anak-anak, aku akan melapisi baju yang basah dengan ini.

PENONTON:
(syok)
Ini akan ditonton anak-anak!?

Setelah mengenakan pakaian longgar itu, MANOHARA juga menemukan topeng.

MANOHARA (CONT'D):
Wah, badanku mulai hangat. Dan tentunya akan lebih hangat lagi kalau pake topeng!

Ia pun mengenakan topeng itu, yang langsung melekat. Muncullah EFEK DIGITAL yang membuat kostum itu jadi pas di tubuh MANOHARA dan baju basah yang tadi dilapis menghilang. MANOHARA pun menjadi SUPERGIRL!

Saat terkaget-kaget, MANOHARA menemukan satu barang terakhir dalam peti: sebuah buku bertuliskan "Buku Petunjuk Baju Sakti".

MANOHARA (CONT'D):
Hahaha! Mana ada orang Indonesia yang baca buku panduan barang?

Berkat BAJU SAKTI, MANOHARA menyadari bahwa BATU STYROFOAM yang menghalangi jalan keluar gua ternyata ringan dan bisa mengangkatnya dengan mudah. Ia pun keluar.

Dari ujung gua, muncullah RUBEN ONSU, kurcaci BERKOSTUM MAD HATTER versi Johnny Depp, diiringi MUSIK PIRATES OF THE CARRIBEAN.

RUBEN ONSU:
Astaga! Siapa yang mengambil baju sakti itu! Kembalikan baju itu!

KILAS BALIK menunjukkan SEORANG PRIA SEDANG DUDUK dalam gua dan berbicara pada RUBEN ONSU.

RUBEN ONSU:
Terima kasih telah menyelamatkan nyawaku dari para ilmuwan, Pak Dahlan! Anda pahlawan bagi saya. Sayangnya, selera pemberian nama Anda...

PAK DAHLAN:
Kenapa dengan nama pemberianku, Bodong?

RUBEN ONSU:
...Tidak apa-apa, Pak. Bagus kok. Bener.
(mengela napas)
Soalnya saya berhutang nyawa pada Anda.

PAK DAHLAN:
Bayarlah dengan menjaga baju sakti ini, Bodong! Jangan sampai diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi seperti Mister Black!

RUBEN ONSU:
Itu yang ngasih nama dia, Bapak juga?

PAK DAHLAN:
Ada masalah?

RUBEN ONSU:
Nggak. Nggak ada sama sekali. Siap jaga dengan nyawa saya taruhannya!
(bergumam)
Walau mengherankan bahwa Bapak bisa membuat kostum berkekuatan super tapi tidak bisa membuat sistem keamanan yang lebih bagus daripada sebuah gua, peti dipilox cokelat, kunci gembok yang tidak bekerja, dan kurcaci sebagai petugas keamanan. Apalagi karena tinggi saya hanya lima belas sentimeter. Jelas saja memang nyawa taruhannya.

PAK DAHLAN:
Kamu ngomong sesuatu, Dong?

RUBEN ONSU:
Ah, itu perasaan Bapak saja.

KILAS BALIK berakhir dengan RUBEN ONSU meneriaki MANOHARA yang mengenakan kostum.

RUBEN ONSU:
Kembalikan baju itu!


EXT. LUAR GUA - SIANG HARI

SUPERGIRL MANOHARA menapaki rerumputan di luar gua dengan takjub.


SUPERGIRL:
Dengan kekuatan baju ini, saya akan mencari Papa!
(mengambil ancang-ancang terbang)
Bismillahirohmanirrahim.


SUPERGIRL MANOHARA yang belum bisa mengendalikan kekuatannya melompat dan menyangkut di pohon kelapa. Dari situ, dia bisa melihat bahwa gempa tadi ternyata menyebabkan sejumlah kebakaran di banyak rumah.

Dengan kekuatan supernya yang baru, SUPERGIRL pun bersalto, melompati gedung perkantoran tinggi, ke ARAH BERLAWANAN.


PENONTON:
Sebentar. Kok ada gedung perkantoran tinggi di dekat gua?


Muncul DORA THE EXPLORER.


DORA:
Gua. Pohon kelapa. Gedung tinggi. Rumah! Gua. Pohon kelapa. Gedung tinggi. Rumah!



EXT. RUMAH MANOHARA - MALAM HARI

Dan SUPERGIRL MANOHARA pun tiba di rumahnya, pas saat SAUDARA JAHAT #1 dan SAUDARA JAHAT #2 sedang memaksa ADIK MANOHARA untuk mengangkat pintu yang terjatuh.


SAUDARA JAHAT #1:
TIDAK BECUS KAMU!

SUPERGIRL:
Anak ini tidak salah. Memang pintu itu terlalu berat untuk diangkat seorang diri saja.

SAUDARA JAHAT #1:
Mari kita abaikan fakta bahwa kamu berkostum seperti penyanyi dangdut dan langsung ke pertanyaan utama: memangnya kamu bisa?

SUPERGIRL:
Akan saya coba, Tante.


MANOHARA mengangkat pintu dengan mudah.


SUPERGIRL:
Kamu tidak apa-apa, Putri?

ADIK MANOHARA:
Tahu dari mana nama saya Putri?


SUPERGIRL MANOHARA kaget. EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang. KRISIS pertama tokoh utama sudah muncul!


SUPERGIRL:
Tadi kan kamu dipanggil Putri. Begitulah saya tahu nama kamu.


KRISIS teratasi!

SUPERGIRL pun pergi.


EXT. GEDUNG PERKANTORAN TINGGI - SORE HARI

Tanpa alasan yang jelas, seorang perempuan yang ternyata SAUDARA JAHAT #3, bergantung di tengah-tengah gedung.


SAUDARA JAHAT #3:
TOLOOONG!


BAYU KUSUMA NEGARA berada jauh di bawah, di depan lobi gedung perkantoran, tampak sedang ditahan oleh DUA ORANG PETUGAS SATPAM.


BAYU KUSUMA NEGARA:
BERTAHANLAH! Kami akan menolongmu! Untuk sementara, berharaplah bahwa tidak ada yang menyadari kalau tadi malam kok sekarang jadi sore!

PENONTON:
Dah nyadar tuh.

SAUDARA JAHAT #3:
TOLOOONG! Saya tidak mau jatuh!


BAYU KUSUMA NEGARA masih di depan lobi gedung perkantoran. Dan MASIH ditahan oleh DUA ORANG PETUGAS SATPAM.


PETUGAS SATPAM #1:
Jadi masalahnya itu karena mau jatuh tapi orangnya tidak mau, gitu ya?

PETUGAS SATPAM #2:
Kalau tidak mau, berarti kita tinggal membujuknya supaya mau aja. Beres, kan?

BAYU KUSUMA NEGARA:
KAMI SEGERA MENOLONGMU! SEGERA!
(ke DUA ORANG PETUGAS SATPAM)
PAK TOLONG TAHAN SAYA! TAHAN SAYA!

SUPERGIRL mendadak muncul, lompat tinggi, membentur kaca gedung, dan menempel. Bisa jadi karena salah satu bagian dari kostumnya adalah hak tinggi. SUPERGIRL lantas melompat kembali dan menolong SAUDARA JAHAT #3 sebelum jatuh.

SAUDARA JAHAT #3 menunjukkan rasa terima kasihnya dengan mengajak kenalan.


SAUDARA JAHAT #3:
Siapa nama kamu?

SUPERGIRL:
Nama saya Supergirl.

SEMUA ORANG:
Ooooh. Supergirl.

SAUDARA JAHAT #3:
Kostum kamu bagus, beli di mana? Hahaha, bercanda. Lompatnya hebat. Atlet, ya? Kapan-kapan kita makan bareng, yuk?


MANOHARA panik. EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang. KRISIS keduanya sebagai SUPERGIRL sudah muncul!


SUPERGIRL:
(dalam hati)
Kalau aku mau, bisa-bisa ia nanti mengenali diriku. Tapi kalau nggak...

SAUDARA JAHAT #3:
Kamu bukan perempuan sombong, kan?


SUPERGIRL panik. EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang.


SAUDARA JAHAT #3:
Jadi, mau ya?

SUPERGIRL:
Ya, boleh kok. Kapan-kapan.

SAUDARA JAHAT #3:
Asiik!


KRISIS teratasi! SUPERGIRL MANOHARA pun pergi kembali ke rumahnya.


BAYU KUSUMA NEGARA:
(berpikir) Kok tubuh SUPERGIRL mirip seperti Manohara, ya? Semoga monolog dalam hati ini tidak membuat penonton sadar bahwa artinya saya suka ngebayangin tubuhnya Manohara.

PENONTON:
Nyadar kok. Cuman syok aja dengan seleramu.

BAYU KUSUMA NEGARA:
Sial.



INT. KAMAR MANOHARA - MALAM HARI

SUPERGIRL MANOHARA masuk dan berusaha membuka topengnya. Muncullah EFEK DIGITAL yang menunjukkan bahwa topeng itu sulit dibuka. Saking sulitnya, tubuh SUPERGIRL terbanting ke kanan dan kiri membentur tembok.


SUPERGIRL:
Agar lebih realistis, sebelum terbanting ke tembok, saya ambil ancang-ancang dulu.


Tidak lupa, saat SUPERGIRL membanting--


SUPERGIRL:
TERBANTING!


Iya, iya. Saat SUPERGIRL "terbanting", tubuhnya berubah menjadi stunt-in cowok kurus.


INT. RUANG KELUARGA MANOHARA - MALAM HARI


SAUDARA JAHAT #1:
Ribut-ribut apa itu?


SEMUA ORANG naik ke lantai dua dan menggedor-gedor kamar MANOHARA.

SUPERGIRL MANOHARA masih berusaha mencabut topengnya sambil ambil ancang-ancang untuk "terbanting".


SUPERGIRL:
Gak usah pake tanda kutip!


SAUDARA JAHAT #2 mendobrak pintu dan...

ADEGAN melambat. EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang. KRISIS ketiga tokoh utama!

MANOHARA sudah berganti pakaian dan sepatu.


MANOHARA:
Ada apa, ya?


KRISIS teratasi!


EXT. HALAMAN RUMAH MANOHARA - PAGI HARI

MANOHARA membaca koran yang baru datang.


MANOHARA:
Logo ini... persis dengan tato orang yang menculik Papa!


MANOHARA yang kalut, memutuskan untuk mencoba apakah ia masih memiliki kekuatan super saat tidak mengenakan baju sakti.

Tanpa alasan yang jelas, ternyata bisa. Tentunya, kemampuan ini ia langsung gunakan untuk... menyapu halaman.


MANOHARA:
Horee, beres!


MANOHARA pun melangkah mundur dengan bangga, tidak sadar bahwa ia akan menabrak BAYU KUSUMA NEGARA yang sedang berjalan ke arah MANOHARA dan memang hobi menabrak orang-orang yang berjalan mundur.


BAYU KUSUMA NEGARA:
Untunglah saya punya kemampuan menangkap orang yang saya tabrak agar langsung jatuh ke pangkuan dalam adegan lambat.

SAUDARA JAHAT #3:
Gue dendam.



INT. PERUSAHAAN TOKOH JAHAT - SIANG HARI

MANOHARA celingak-celinguk di depan meja penerima tamu perusahaan dengan berlogo pistol.


PETUGAS KEAMANAN BERPAKAIAN PREMAN:
MAU APA!

MANOHARA:
Maaf, saya mencari orang yang di tangannya ada tato logo perusahaan ini. Dia menculik Papa saya.

PETUGAS KEAMANAN BERPAKAIAN PREMAN:
Ah, itu hanya kebetulan saja.



EXT. TEMPAT PARKIR PERUSAHAAN TOKOH JAHAT

MANOHARA yang tidak puas tetap berusaha menyelidik. Ia berjalan ke belakang sebuah mobil yang diparkir dan berganti kostum menjadi SUPERGIRL!

Memang dari sisi kamera tidak kelihatan, tapi bagian belakang mobil itu sebenarnya jalan raya.


SUPERGIRL MANOHARA:
Diam!


SUPERGIRL pun meloncat ke atas gedung untuk menguping pembicaraan BOS JAHAT. Karena tentunya dari ratusan ruangan di gedung ini, mudah untuk mencari mereka; tinggal cari yang jadi lokasi syuting.


INT. RUANG RAPAT BOS JAHAT - SIANG HARI

Tampak BOS JAHAT yang mengenakan pakaian hitam-hitam dan topeng ala Bang Napi berwarna hitam sedang berbicara dengan PARA KAWANAN PENJAHAT.


BOS JAHAT:
APA? Dahlan punya anak?

KAWANAN PENJAHAT #1:
Benar, Bang Napi--eh, Mister Black! Bos!

BOS JAHAT:
Kalau gitu mari kita kabur dari sini tanpa alasan yang jelas.

KAWANAN PENJAHAT #2:
Siap Bang Nap--Bos!



EXT. JALAN RAYA CAMPUR LAYAR HIJAU - SIANG HARI

MOBIL BOS JAHAT melaju, sementara SUPERGIRL menguntit dengan cara melompati gedung-gedung. Karena tentunya, itu cara yang TIDAK AKAN MENCOLOK SAMA SEKALI.


INT. GEDUNG PARKIR BERLANTAI BANYAK - SIANG HARI


BOS JAHAT:
(menyadari dikuntit)
Tancap gas!

SUPIR:
Ini gedung parkir, Bos. Sedikit terlambat kayaknya kalau mau ngebut.


SUPERGIRL menemukan MOBIL BOS JAHAT yang diparkir dan mendekatinya.

Tiba-tiba ia terkena tembakan laser yang mengikat tubuhnya.

EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang. KRISIS HIDUP ATAU MATI tokoh utama!


BOS JAHAT:
Hahahahaha! Semakin kau meronta, semakin banyak tenagamu yang terisap.


Menghadapi KRISIS HIDUP ATAU MATI seperti ini, otak SUPERGIRL bergerak 100 kali lebih cepat dan langsung menemukan kesimpulan...


SUPERGIRL:
(dalam hati)
Orang ini sepertinya orang jahat.


SUPERGIRL menarik tali, sehingga ia dan BOS JAHAT sama-sama mengambil ancang-ancang dan menabrakkan diri ke tembok dalam adegan lambat.

EFEK SUARA menajam. MUSIK mengiringi panjang...

BERSAMBUNG. (Krisis teratasi!)

__________


Parodi lain (dalam lima menit):
  1. Parodi Tokusatsu (Dalam Lima Menit)

  2. Super Rangers (Dalam Lima Menit)