Friday, July 27, 2007

Apresiasi Kesederhanaan Desain dan Harmoni Warna: Kecerdasan atau Selera?

Melihat-lihat karya para peserta Lomba Desain Kaos detikinet terakhir, saya jadi teringat lagi betapa sulitnya merancang kaos yang sederhana dan menarik.

Seragam olahraga ITB adalah satu contoh. Dalam pengamatan beberapa tahun di kampus, saya memiliki kesimpulan mengenai metode perancangannya:


  • Buatlah sebuah desain yang sederhana dan menarik

  • Pastikan paduan warna dan pola sudah memiliki harmoni yang menyejukkan mata.

Baru, setelah itu, masuk ke langkah terakhir:

  • Tambahkan minimal dua warna lagi. Kalau bisa tiga berarti jagoan.

Kaos angkatan saya, memiliki padanan biru tua dan biru langit yang sudah cukup bagus. Namun, entah mengapa, di beberapa bagian ditambahkan corak-corak putih-abu. Seakan-akan kaos aslinya sudah dirobek-robek beruang, kemudian terpaksa ditambal di sana-sini oleh taplak meja.

Para perancangnya tampaknya belajar dari pengalaman ini. Karena itu, pada seragam angkatan berikut, kombinasi warna yang ada adalah hijau, putih, kuning, dan--coba tebak--merah muda.

Saya pernah mengonfirmasikan kesimpulan saya di atas kepada salah satu perancang, Evi. Ia hanya berkomentar, "Ya, begitulah, Man," dengan nada seperti petugas toilet umum mal yang mendengar keluhan bahwa ada yang pipis belum disiram.

Sebenarnya, apresiasi kesederhanaan desain dan harmoni warna itu bawaan lahir atau didikan, sih? Apakah seperti buta nada yang berarti kecerdasan musikal yang rendah dan dapat ditanggulangi dengan pendidikan khusus? Atau sekadar selera, seperti kegemaran kita pada manis, hambar, atau pedas?

Mari asumsikan ada semacam kecerdasan warna dan desain. Berarti tiap manusia dilahirkan dengan bakat berbeda-beda. Namun, kecerdasan itu akan terpengaruh juga oleh didikan dan lingkungan.

Kalau ya, ini mungkin menjelaskan selera umum desain dan warna anak-anak SMP dan SMA. Sepanjang Jalan Suci Bandung, berjejer tempat pembuatan kaos, jaket, dan semacamnya. Kunjungilah satu-satu. Anda akan melihat beberapa kemiripan:

  1. Semua tempat tersebut memajang kaos buatan mereka (yang tentunya menjadi andalan mereka sebagai promosi)

  2. Minimal dua atau tiga kaos tersebut adalah pesanan anak SMP atau SMA

  3. Desain kaos SMP atau SMA tersebut umumnya merupakan sablonan gambar di tengah

  4. Gambar tersebut menggunakan warna-warna cerah dan mencolok mata

  5. Gambar tersebut umumnya memperlihatkan anak berseragam sekolah yang tampangnya seperti genderuwo di buku-buku R.A. Kosasih

  6. Anak tersebut biasanya sedang mencoret tembok, berkelahi, atau mabuk

Ada yang berpendapat bahwa mahkluk angkasa luar sebenarnya ada. Namun, mereka selama ini diam-diam meneliti dulu apakah intelejensi penduduk Bumi sudah cukup tinggi untuk berkomunikasi. Saya yakin penyenarai kapal angkasa mereka sempat merambah Jalan Suci. Karena itu mereka selama ini menghindari planet kita. Kalau saya menjelajahi hutan dan menemukan sisi jalan setapak menuju desa yang penuh spanduk kulit bergambarkan orang-orang saling memenggal kepala, saya jelas tidak akan mampir untuk mengaso.

Kini, yang menjadi pertanyaan semiliar rupiah adalah: kalau memang ada kecerdasan visual menyangkut desain dan harmoni warna, bagaimana metoda meningkatkannya? Dan perlukah kita memasukkan metoda tersebut sebagai bagian dari pendidikan formal?

Tuesday, July 24, 2007

Bertapa Kala Menyusun Naskah?

Dalam kehidupan penulis aktif, frekuensi interaksi sosial sering kali berbanding terbalik dengan produktivitas berkarya. Padahal sebenarnya tidak mutlak begitu. Umumnya, para penulis enggan lepas dari naskah karena usaha bersosialisasi yang sering kali malah kontraproduktif. Teman-teman yang kurang paham, masukan yang malah melemahkan semangat, maupun jalur percakapan yang membuat kita merasa asing; ini baru tiga contoh tipe interaksi yang membuat kita lebih memilih mengunci diri di ruang kerja.

Perhatikan saja; ketika seorang penulis mengeluhkan kemandekan penulisan naskah ke temannya, reaksi yang ada biasanya:


  • Sekadar menyemangati
    Lebih gawat lagi kalau dengan cara yang salah seperti, "Jangan gitu dong! Yang semangat!" Seakan-akan suasana hati itu tidak boleh turun sama sekali.

  • Malah menunjukkan kekaguman, "Wah, produktif amat, ya?"
    Padahal ini tidak membantu. Malah memberikan rasa kepuasan palsu pada kita. Puas, karena kita merasa senang dianggap produktif. Terasa ada prestasi (sense of accomplishment). Tapi palsu, karena pada kenyataannya: naskah tetap mandek selama tidak kita teruskan.

  • Overkritik tidak membantu.
    Contoh: "Makanya, seharusnya kau pakailah teknik penulisan si Stephen King itu. Jangan cuman hantam kromo dong. Dia produktif banget tuh."
    (Bagi yang tidak mengerti, tidak ada gunanya menyuruh penulis untuk seperti orang ini atau seperti orang itu. Itu sama saja seperti kita protes ke masinis kereta, "Mas, pakai teknik nyetir mobil dong. Mobil kan beloknya bisa bebas tuh.")

Karena itu, saya biasanya menganjurkan kepada penulis yang sedang menyusun naskah agar tidak meminta masukan secara sembarang. Lebih baik dia hanya bertanya kepada Sang Editor.

Sang Editor adalah seseorang yang bisa mendukung kita untuk terus menulis dan membuat kita semakin matang. Jangan salah, Sang Editor ini biasanya bukanlah benar-benar editor. Berbeda-beda bagi tiap penulis, tidak jarang Sang Editor bagi seorang penulis berganti seiring waktu.

Sang Editor saya pada tahun 1999-2001 adalah seorang atasan yang sama sekali tidak berlatar belakang industri perbukuan. Ia hanyalah seorang pelahap bacaan dan humor Amerika yang hebat. Dia bisa membaca artikel humor (800 kata) saya dan dalam lima menit menunjukkan tiga hal yang bisa membuatnya lebih lucu dan mengena. Tanpa diminta, dia memberikan saya bacaan-bacaan yang membuka wawasan saya tentang menulis. Dia bahkan membuat saya menyadari bahwa kehadiran (maupun kekurangan) satu koma bisa menghancurkan punchline. Dia membuat saya awas tentang kehebatan pewaktuan (timing). Semua wawasan yang mungkin perlu dipelajari menulis humor selama bertahun-tahun, saya sadari hanya dari beberapa kali interaksi bersamanya.

Di sini mungkin ada yang berkomentar, "Jadi penulis hanya bisa ngobrol dengan Sang Editor? Sedih amat!" Santai saja. Karena macam rekan interaksi sosial yang dibutuhkan penulis lebih dari itu. Masih ada:

  • Teman Penggagas (Idea Buddy), merupakan satu atau banyak yang dapat bersama-sama membebaskan kritik-diri dan memunculkan ide tanpa kekangan. Teater Teks Improv adalah salah satu contoh.

  • Teman Penyemangat (Cheerleader), merupakan satu atau banyak orang yang saling mendukung dalam membentuk dan melontarkan opini individu. Satu hal mengenai penulis: kita selalu punya pendapat mengenai apa pun. Namun, lebih sering kita menyimpannya untuk diri sendiri. Dan hanya mau mengeluarkannya setelah matang dalam bentuk tulisan. Penulis juga memiliki satu kecenderungan tidak ingin dinilai melalui pendapat (atau tulisan) yang "belum matang". Padahal suatu tulisan menjadi matang melalui proses tukar-balik pendapat. Di sini, pendapat apa pun didukung untuk dilontarkan. Tidak ada penyanggahan. Urun pendapat pun hanya yang bersifat penyetujuan atau dukungan. Jangan salah, penyemangatan ini pun tidak asal-asalan. Penyemangat yang baik akan memberitahu bagian apa yang ia suka dari suatu karya. Dan mengapa ia menyukainya.

  • Teman Debat/Penggodok Ide, merupakan satu atau banyak orang yang bersedia mendiskusikan gagasan kita secara gamblang. Diskusi ini adalah interaksi yang relatif lebih "brutal" daripada bersama Teman Penyemangat. Terapi yang baik bagi mereka yang mulai menderita delusi bahwa tulisannya selalu matang, bahkan jika dikerjakan asal. (Apalagi kalau terlalu lama dikelilingi Teman Penyemangat.)

  • Pensieve, diambil dari istilah ciptaan J.K. Rowling, merupakan seseorang yang membuat kita merasa aman untuk melepaskan semua unek-unek yang kita pendam selama proses penulisan. Tiada rasa takut untuk salah dimengerti. Tak akan ada perasaan prestasi palsu.

  • Teman Nongkrong (Drinking Buddy), merupakan seseorang yang bisa menemani kita di saat-saat penat, dan membuat kita merasa santai. Berbeda dengan Pensieve, interaksi kita dengan Teman Nongkrong biasanya tidak butuh banyak bicara. Yang penting adalah kehadiran dan perasaan dipahami.

Tentu saja, masih ada rekan interaksi lain. Yang penting: kenalilah kebutuhan interaksi kita. Dan temukan rekan interaksi yang sesuai. Ini akan menghindarkan kita dari kejeraan untuk bersosialisasi.

Friday, July 20, 2007

Menulis [Dunia Komedi]

Bambang Haryanto dari Komedikus Erektus menggelitik saya, "Apakah blog Anda sudah khusus membahas dunia komedi?"

Betul juga. Mengaku-aku penulis humor, tapi kok hampir nggak pernah membahas dunia komedi? Padahal materi penulisan humor saja sudah banyak yang berbeda dengan penulisan kreatif. Seperti semut bukanlah hanya serangga. Padahal itu baru menyentuh teknik.  

Karena itu, saya memperkenalkan tag baru: Dunia Komedi. Kalau selama ini saya menulis tentang komedi/humor dunia, kini saya membahas juga yang dunia komedi/humor; bidang yang diarungi orang-orang yang berusaha keras membuat orang tertawa, atau tewas dalam usaha mereka.

Dan saya tidak bercanda. 

Seperti ditulis Melvin Helitzer dalam Comedy Writing Secrets, pada sebagian besar situasi, membuat orang tertawa adalah kompetisi. Dengan menertawakan lelucon seseorang, kita mengakui keunggulan orang tersebut dalam membuat kita tergelak.

Perkecualiannya adalah pada apa yang disebut Stevie Ray, sebagai "tawa superioritas". Di sini berlaku kebalikannya, kita tertawa karena merasa lebih unggul daripada orang yang kita tertawakan. Seseorang menabrak pintu kaca, dan kita tertawa. Seorang heckler dibalas Chris Rock hingga gelagapan, kita tertawa. Lebih ekstrem lagi, raja-raja di Eropa Abad Pertengahan dulu menyuruh para jester untuk membuat mereka tertawa. Kalau gagal, dirajam. Kadang, saat seorang jester dirajam, ada raja yang tertawa. Berarti sang jester berhasil. Sayangnya, ia sudah tidak bisa merayakannya. Tawa sang raja ini termasuk tawa superioritas.

Karena posisinya yang di ambang tiang gantungan, jester bahkan sering ditunjuk sebagai pembawa berita buruk. Pada masa peperangan, saya bisa membayangkan seorang jester beringsut-ingsut menghadap rajanya, "Tahukah Baginda, mengapa musuh kita begitu pengecut?"

"Mengapa?" geram sang raja.

"Karena merekalah yang lebih dahulu bergerak meninggalkan tenda mereka," ujar sang jester. "Baru setelah itu, tentara kita yang gagah berani meninggalkan benteng terdepan kita."

Dunia komedi bukanlah semesta cerah-ceria. Sama saja seperti dunia penulisan bukanlah alam glamor seperti yang diduga banyak orang. Kita akan mengintip ranah penuh keputusasaan, tangis darah, penolakan, dan penyangkalan. Intinya, sama saja dengan dunia nyata. Bedanya hanya satu: para komedian menerima semua ini dengan menertawakannya.

Dan mengajak semua orang untuk melakukan hal yang sama.

Wednesday, July 18, 2007

Permainan Penulisan: Terburuk Sedunia

Jenuh atau mentok mencari ide? Permainan kepenulisan berikut bisa memecahkannya.

Bentuklah kelompok minimal tiga orang. Lantas tetapkan sesuatu yang terburuk sedunia. Misalnya, "Kalimat pembuka novel terburuk sedunia," atau yang pernah dimainkan dalam sebuah sesi Teater Teks Improv, "Rayuan Terburuk Sedunia." Masing-masing langsung lontarkan saja apa yang terpikirkan.

Permainan ini bisa dilakukan secara tatap muka maupun melalui konferensi teks seperti yang pernah saya lakukan bersama dua orang teman, Andi dan Alex.


Rayuan Terburuk Sedunia

Alex: "Di Ragnarok Online aku sudah level 99, lho..."

isman: "Sayangku, kau sama cantiknya dengan kembaranmu yang... euhm, lelaki ya?"

Andi: "Senyummu bagaikan matahari di malam hari."

Alex: "Cintaku, senyummu persis seperti ibuku..."
isman: "...saat melempar piring."

Alex: "Namaku Bill Gates..."
isman: "...tapi kau boleh memanggilku Bond."

Andi: "Kau seperti kue lapis; kulitmu putih... dan hitam."

isman: "Jika aku adalah gula, maka kamu adalah dextrose frubose dan vanilinnya."

Alex: "Main D&D Pen and Paper yuk..."
isman: "...dan mari kita buktikan apakah pena lebih tajam daripada pedang."
Andi: "Kalau kau Pen-nya, aku jadi Paper-nya."

Karena yang dicari adalah yang "terburuk", para pemain jadi terbebas dari kritik-diri. Dan jadinya malah lebih santai. Ide lebih mengalir. Dan tidak jarang malah saling menimpali ide orang. Saat itu terjadi, ingat-ingatlah perasaan yang kita alami. Itulah rasa energi alami kreativitas. Mengalir deras dan menyatu dengan gagasan lain.

Pun saat kerja sama kreatif mentok dan selalu penuh pertentangan, cobalah permainan "Terburuk Sedunia". Dan kembalikanlah semangat untuk bersenang-senang bersama.

Tuesday, July 17, 2007

Demi Kesetimbangan, Mari Karang Unsur Padanannya

Rekan kerja saya, Benny Boelhasrin mem-forward sebuah mail berikut, yang tampaknya merupakan terjemahan dari salah satu lelucon internet.


Analisis Kimia tentang Wanita

Sifat Bahan: Berbahaya, Explosif, dan Korosif (terutama terhadap uang)
Nama Unsur: Wanita
Simbol: Wa
Massa Atom: Berkisar 40 kg, biasanya bervariasi antara 40 kg hingga 224 kg


Bentuk Fisik
----------
1) Permukaan biasa ditutupi oleh semacam bedak (biasanya untuk mengelabui bentuk fisik aslinya)

2) Mendidih tiba-tiba, membeku tanpa alasan

3) Meleleh apabila diperlakukan dengan benar

4) Pahit bila digunakan dengan salah

5) Ditemukan dalam bentuk bermacam-macam mulai dari permukaan yang sangat halus hingga yang sangat kasar

6) Menimbulkan bahaya ledakan yang sangat luar biasa bila disinggung pada bagian yang benar


Bentuk Kimia
---------
1) Memiliki hubungan yang sangat erat dengan emas, perak, dan batu-batu mulia lainnya

2) Sangat korosif terhadap uang dan barang-barang mahal

3) Dapat meledak secara spontan tanpa tanda tanda terlebih dahulu dan tanpa alasan yang diketahui

4) Mudah bereaksi, biasanya reaksinya akan sangat luar biasa apabila disertai dengan pujian dan rayuan

5) Pemakan uang paling handal yang pernah dikenal manusia


Kegunaan
----------
1) Mudah digunakan, khususnya bila ada mobil sport dan rumah mewah di hadapannya

2) Dapat mengurangi stress dan menambah rasa relaks yang sangat luar biasa


Metoda Analisis
---------------
1) Secara konvensional dapat dianalisis secara fisik (hanya bagi ahli kimia dengan pengalaman lebih dari sepuluh tahun)

2) Secara instrumental dapat dianalisis dengan alat Fourier Transformed Infra Red (FTIR) Spectrometer yang dilengkapi dengan Microscope tembus pandang


Hasil Test
-------------
1) Spesimen murninya berwarna pink jika pada keadaan stabil

2) Spesimen murninya berwarna hijau bila didekatkan pada spesimen lawan


Sifat
------
1) Sangat berbahaya kecuali di tangan yang sudah ahli

2) LEGAL untuk dimiliki lebih dari dua (???)


Terlepas dari setuju atau tidak isinya, di atas itu adalah kutipan apa adanya. Sekarang, demi kesetimbangan, mari kita karang padanannya untuk Pria.

Analisis Kimia tentang Pria

Sifat Bahan:
-------
Nama Unsur: Pria
Simbol: Pr
Massa Atom: Berkisar 50 kg. Namun setelah bersenyawa dengan Wa, bisa mencapai 350 kg.


Bentuk Fisik:
--------
1) Tingkat kebersihan suatu unsur Pr tergantung dengan jumlah unsur Wa di sekitar. Semakin sedikit, semakin kotor

2) Mudah meledak jika terlalu lama digabung dengan sesama unsur Pr

3) Mudah membesar dengan pujian maupun kedekatan dengan unsur Wa

4) Pahit dalam keadaan apa pun

5) Hanya memiliki satu bentuk permukaan: kasar



Bentuk Kimia
---------

1) Mudah digerakkan dengan unsur abstrak seperti uang.

2) Mudah tertipu dengan permukaan Wa yang diselimuti bedak

3) Mudah melekat pada produk teknologi dan mobil terbaru.

4) Semakin banyak jumlah unsur Pr dalam satu tempat, semakin tinggi kemudahannya untuk meledak.

5) Mudah bereaksi terhadap hinaan, dan akan memusnahkan unsur lain yang dianggap berbahaya. Pada kondisi tertentu (lihat nomor 3), setiap unsur (kecuali Wa) adalah unsur berbahaya.

6) Perusak keteraturan paling andal yang pernah dikenal manusia.

7) Saat diberikan unsur LeluconInternet (LIn), dalam waktu beberapa menit langsung mengirimkan unsur yang sama ke 50 Pr lain.


Sifat
---------
1) Sejumlah unsur Pr berjumlah genap yang ditempatkan di suatu wadah akan menghasilkan reaksi berantai yang menarik. Terutama jika ditambahkan katalis Bola (Bo). Hati-hati: kadang terjadi ledakan.

2) Anehnya, sejumlah besar unsur Pr yang ditempatkan di sekeliling wadah di atas jadi tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Namun, jika terjadi ledakan pada wadah tersebut, unsur-unsur Pr di sekitar ini jadi bersifat destruktif dan korosif, merusak segala hal yang bersinggungan dengan mereka.

3) Dapat tiba-tiba menemukan dan menghabiskan makanan di sekitar.


Metoda Analisis
-------------
1) Secara konvensional tidak perlu dianalisis secara fisik (karena dalam berbagai bentuk, kemungkinan bersenyawa dengan Wa tidak jauh berbeda).

2) Secara fungsional dapat dianalisis dengan teknik isolasi pada tabung reaksi. Jika ditinggalkan seminggu, semua makanan dalam tabung akan terurai, tatanan unsur lain yang rapi jadi berantakan, dan tabung reaksi akan menjadi sangat kotor.


Hasil Test
-----------
1) Spesimen murninya tidak jelas berwarna apa, karena terlalu kotor pada keadaan stabil.

2) Warna spesimen murninya otomatis memerah bila didekatkan pada spesimen lawan.


Kegunaan
----------
1) Pada umumnya tidak berguna kecuali dikendalikan (melalui senyawa maupun rangsangan) oleh tangan yang sudah ahli.

2) Manfaat paling utama: disenyawakan dengan Wa untuk mendukung industri deterjen.

Sunday, July 15, 2007

Iklan Ganja Terang-terangan?

Akhir Mei lalu, topik yang hangat adalah pengkajian BNN tentang kemungkinan melegalkan ganja. Karena itu, saya kaget saat dari jauh melihat headline sebuah standing banner.


"Hanya MADAT yang dapat menyajikan kesegaran terbaik dari alam," bacaku sampai dua kali. Buset jaya. Banner ini terletak di lantai dasar Parisj van Java, Bandung. Apa benar ganja sudah legal, sehingga iklan seperti ini bisa terang-terangan muncul?

Dan bunyi iklannya itu, lho. Memang sih, ganja dari alam. Segar? Entah juga. Perasaan saya sering mendengar cerita tentang pemadat. Tapi tidak pernah ada yang berkata seperti, "Eh, setelah sering bermadat, Erik jadi tampak lebih segar, lho."

Bayangkan Arie Wibowo tampil di sebuah iklan yang menunjukkan ia berolahraga, berakting, dan keluar-masuk mobil dengan fit. "Kok kamu bisa segar terus?" tanya seorang wanita (yang harus cantik).

"Karena saya seorang pemadat!" ujarnya pada kamera. Entah kenapa, gambaran iklan ini pun tidak terasa cocok.

Yang lebih menarik lagi, kok gerainya tidak laku? Apa karena sudah legal, jadi orang-orang tidak berminat? Gejala apa pula ini? Saya pun segera mendekat.

Lah, pantas saja. Setelah dekat, baru terlihat iklan lengkapnya seperti apa.



Ternyata titik di ujung itu seharusnya huruf "o", yang rupanya merek suatu juicer atau sejenisnya. Pantas ada nama buah dan tanaman. Tadinya saya sempat berpikir itu paket madat kombo atau madat sehat. Ngisap ganja sambil minum jus. Plus vitamin C dan E. Baik untuk kesegaran kulit.

______________

Baca juga:
- Kajian dari hukumonline.com

Wawancara untuk Masuk TK?

Ya. Seorang teman akhir-akhir ini bercerita bahwa kala mendaftarkan anaknya ke sebuah TK, ada semacam sesi wawancara dengan para orangtua. Terlepas dari apakah gagasan ini jenius atau konyol (tergantung konsep dan pelaksanaannya), saya malah lebih khawatir membayangkan jika hal ini terjadi pada saya saat hendak mendaftarkan anak saya, Aza.

Karena wawancaranya kira-kira akan seperti begini;

Pewawancara: Apa Aza ada kebiasaan yang perlu kami ketahui? Terutama saat bergaul dengan anak lain?
Isman: Nggak ada yang istimewa, kok. Kecuali... euh, nggak ada, nggak ada sama sekali.

Pewawancara: Kecuali...?
Isman: Kecuali apa?

Pewawancara: Anda tadi bilang 'Kecuali...'?
Isman: Nggak ada apa-apa. Hanya hal kecil. Pasti tidak akan bermasalah.

Pewawancara: Kalau Bapak tidak bersedia memberitahukan, saya terpaksa menuliskan catatan di formulir ini.
Isman: Itu baik atau bagus?

Pewawancara: Itu buruk! Anda mau menjebak saya, ya?
Isman: Nggak, lah.

Pewawancara: Saya menunggu.
Isman: Ya, Aza itu senang melihat... euhm.

Pewawancara: Ya...?
Isman: Udel.

Pewawancara: Pusar?
Isman: Ya. Dia akan melompat-lompat girang sambil menunjuk-nunjuk, "Udel, udel, udel. Perut, perut, perut."

Pewawancara: Dan gaya bicaranya seperti nyanyi begitu?
Isman: Oh, iya. Kadang kalau saya masih handukan sehabis mandi dia akan menyanyikan lagu ciptaan sendiri. "Papih jangan pake baju... udel, udel, udel. Jangan pa... ke... ba... ju... Perut, perut, perut."

Pewawancara: Menarik. Apa dia hanya berbicara tentang udel dan perut?
Isman: Ehm...

Pewawancara: Pak... saya tulis nih.
Isman: Nggak. Nggak selalu. Kadang-kadang dia bilang penis.

Pewawancara: Penis!?
Isman: Atau payudara. Tergantung apa yang dia tunjuk. Sambil melompat-lompat.

Pewawancara: Anda mengajarkan apa padanya!?
Isman: Anatomi tubuh. Memangnya di sini alat kelamin laki-laki disebut apa? Unyil? Bujang? Burung?

Pewawancara: Euh. Memangnya kenapa kalau gitu?
Isman: Apa nggak menyesatkan tuh? Kalau Anda menganggap istilah medis sebagai sesuatu yang vulgar, bukannya nanti anak-anak pada ikut-ikutan?

Pewawancara: Ehem. Mari kembali berbicara tentang anak Anda, apakah Aza sadar bahwa beberapa bagian tubuh orang lain itu tidak untuk dilihat? Atau dibikin nyanyian?
Isman: Oh, dia sadar kok. Kami sudah menerangkan bahwa dia hanya boleh begitu pada Papih dan Mamihnya.

Pewawancara: Dan dia menurut?
Isman: Tentu saja. Walau...

Pewawancara: Teruskan...
Isman: Kadang ada perkecualian. Misalnya seperti sepupunya Karin yang berusia enam tahun menginap di rumah.

Pewawancara: Apa yang ia lakukan?
Isman: Ia nongkrong.

Pewawancara: Maaf, apa?
Isman: Ia jongkok di depan sepupunya dan menonton saat sedang mau pakai baju.

Pewawancara: Hanya menonton?
Isman: Euh, kadang ia menoelnya juga.

Pewawancara: Menoel!?
Isman: Sekadar keisengan bocah balita.

Pewawancara: Tentunya Anda sudah mengajarkan bahwa itu tidak baik diteruskan.
Isman: Tentu saja! Tentu saja. Sekarang ia sadar kok bahwa kalau seseorang berganti baju itu sebaiknya tidak dilihat orang lain.

Pewawancara: Bagus.
Isman: Seperti saat neneknya menginap di rumah dan mau berganti baju untuk ke kondangan, ia langsung menghalangi kami untuk mendekat ke kamar neneknya. "Ene mau ganti baju dulu, ya? Jangan dilihat." Dan ia pun menutup pintunya.

Pewawancara: Oh, itu bagus. Tapi saat dan setelah menutup pintu, Azanya di mana?
Isman: Euh, di dalam kamar neneknya.

Pewawancara: Saya rasa wawancaranya cukup sampai di sini. Kami akan menghubungi Anda.

(Dan dia tidak akan pernah menghubungi saya lagi.)

Tuesday, July 03, 2007

Kena Toel--Enam Hal Menyangkut Diri Saya

Berhubung kena toel mitra hidup saya, berikut adalah enam hal yang menyangkut diri saya. Nggak saya bilang aneh, karena memang bagi saya biasa-biasa saja kok.


1. Karaoke super ngasal
Kalau berkaraoke bareng teman, saya kadang menggunakan cara nyanyi yang berbeda dengan seharusnya. Reff lagu Calcutta, sebagai contoh, dilantunkan dengan vokal thrash metal. Sebuah lagu cinta Mandarin kesukaan Donna, saya nyanyikan ala mars tentara.

Kualitas suara saya?

Beginilah gambarannya: saya pernah menelepon sebuah kursus vokal untuk sesi pribadi. Saya merasa butuh mengembangkan kemampuan intonasi yang jernih dan kekuatan vokal untuk berbicara di depan umum. Setelah berbicara langsung dengan gurunya, dia menimbang-nimbang, sebelum berkata akan menghubungi saya untuk keputusannya.

Dan dia tidak pernah menghubungi saya lagi.


2. Bercanda dengan muka serius
Rekan-rekan kantor sering bingung mau tertawa atau tidak karena walau saya tampak bercanda, wajah saya tetap serius. Mbak Noey dari bagian Sekretariat misalnya, pernah menyetop saya, "Bentar, Mas Isman!"

Dan saya seketika mematung dengan posisi berjalan. Tangan kanan terulur, kaki kiri terangkat. Paling wajah saya saja yang menoleh ke arah Mbak Noey.

Dia terpaksa mendiskusikan persiapan prakualifikasi proyek dengan saya yang masih berposisi begitu. "Silakan berjalan kembali," ujarnya setelah selesai.

Berhubung meja saya ditenggeri pesawat telepon, saya jadi sekretaris satu ruangan. Pernah saya mengangkat telepon yang berdering, mendengarkan sejenak, dan mengangguk-angguk. "Sebentar, ya," ujar saya. Saya lalu menutup bagian mulut telepon dan melihat sekeliling. Rekan-rekan kerja menoleh, mencari tahu untuk siapa.

"Ada yang namanya Tuut Tuut Tuut?" tanya saya.

Mereka bengong.

"Nggak ada?" tanya saya lagi. "Nama orangtua, mungkin?"

Mereka tetap bengong.

"Nggak ada," ucap saya pada gagang telepon yang masih berbunyi tuut tuut tuut. "Salah sambung, ya." Saya pun menutup telepon dan kembali mengetik.


3. Mantan gamer berat
Pada masa SNES, saya pernah main game selama dua hari tiga malam berturut-turut, menamatkan Secret of Mana dari awal hingga akhir. Jangan salah, tentu saja tetap makan, minum, buang air kecil, dan rehat pendek. Semaniak-maniaknya saya, tetap merasa harus bertanggung jawab pada diri.

Pada pertengahan tahun 1990-an, saya pernah membuat daftar game PC yang saya mainkan dan tamatkan. Banyak di antaranya yang tamat dalam hitungan jam. Eden, sebagai contoh, tamat dalam empat jam.

Saya bahkan punya buku Quest for Clues. Bagi yang bingung, buku ini seperti medali Purple Heart untuk old-school gamer di Indonesia.

Dulu saat sering bermain game arcade Guitar Freaks atau Dance Dance Revolution, saya mementingkan bersenang-senang dan gila gaya, daripada nilai. Ketika bermain Fire di Guitar Freaks 2nd Mix, saya sampai melipat lutut dan hampir kayang. Pada satu sesi, jempol saya bahkan berdarah karena saya terlalu nafsu menggocek pick-nya. Dengan sendirinya, nilai permainan saya selalu berkisar antara C dan E. Dan harus ada orang lain yang main bersama agar tidak game over.


4. Kurus atau gemuk?
Pada tahun awal tahun 2000, berat badan saya mencapai 75 kilogram. Lantas, karena saya menulis artikel gaya hidup dan olahraga untuk bentoelmild.com, saya menekuni angkat beban. Pada tahun 2001 hingga 2004, berat badan saya turun dan stabil di 65 kilogram. Semenjak menikah hingga kini, berat badan saya melonjak lagi, hingga 88 kilogram.

Karena itu, ada beberapa kenalan yang tidak sadar bahwa saya pernah kurus. Teman kuliah yang lulus sebelum tahun 1999, kalau bertemu saya berkomentar, "Gemuk terus sih, Man? Masih basket nggak?"

Saya kadang membayangkan orang yang kenal dengan saya pada periode 2001-2004 bertemu dengan yang mengenal saya sebelum tahun 2000.

"Dulu SMP Taruna Bakti?" tanya yang satu. "Kenal Isman dong."

"Isman yang mana?" balas seorang lagi. "Yang gemuk?"

"Bukan. Yang kurus."

"Oh, nggak kenal kalau gitu."

Jumlah kenaikan berat badan ini juga begitu pas sehingga orang sering salah tangkap.

"Lho? Jadi gemuk sekarang, Man?" sapa seseorang.

"Iya," jawab saya. "Naik sampai dua tiga kilo."

"Hah?" mulutnya membuka. "Masa sih segede gini cuman naik 2-3 kilo?"



5. Bebas lepas
Saya justru merasa sangat dekat dengan teman-teman yang bisa bertingkah laku bebas bersama saya. Baru-baru ini, saya mendapatkan SMS dari seorang teman dekat yang berbunyi, "Cant quite remember d exact date, it's either 1 or 3, but happy bday bro".

Ya, ini seperti seseorang yang menepuk bahu kita dan berkata, "Gua lupa ulang tahun lo kapan, tapi selamat, ya?"

Berhubung SMS itu datang dari seorang teman yang sangat dekat, saya malah sangat terharu. Saking terharunya, saya membalas sebagai berikut, "Thanks, Bro. The sentiment is still well received. Especially since--if you noticed--for the last couple of years, I'm depending on your well-wishing SMS to remind me of _your_ birthday. Happy birthday, K."

Oh, ya. Ulang tahun dia beberapa hari sebelum saya. Nggak tahu kapan tepatnya. Tapi saya yakin dia juga terharu.


6. Fokus nonton film kalau nggak sama teman
Saya sebenarnya adalah tipe yang kalau nonton film inginnya fokus. Dengan kata lain, tidak suka pada orang yang berkomentar selama nonton di bioskop. Namun, saya lemah terhadap teman-teman dekat saya. Sehingga kalau bersama mereka, saya langsung rela bahwa pengalaman nonton saya akan berbeda dari yang diniatkan para pembuat filmnya.

Sebagai contoh, bertahun-tahun lalu saya dan lima orang teman menonton Fellowship of the Ring di BIP. Muncullah adegan Gandalf jatuh ke jurang tak berdasar. Seluruh Fellowship keluar lorong sambil berduka. Sam terduduk lesu. Gimli terdiam. Aragorn mendorong rekan-rekannya untuk terus bergerak menuju Mordor. Dan Frodo pun melangkah sambil menatap nanar.

"Frodo!" seru Aragorn.

Salah seorang teman saya, Arga, langsung nyeletuk, "Mordor is on the other way!"

Suasana sendu itu pun hilang, tertelan derai tawa.


Sekarang noel siapa, ya? Saya coba Paman Tyo, Raiza, Dendy, ama Sandy. Bisa jadi nggak nyadar saya toel. Tapi itulah yang namanya toel. Iseng-iseng berhadiah, jangan menjadi beban.